Berulang kali kebun binatang di negara ini menghadirkan cerita-cerita tragis.
Awal pekan ini publik menyoroti sebuah kebun binatang mini di Markas Kostrad Cilodong, Depok. Bonbin itu mendadak viral setelah seorang pengunjung mengunggah foto dan video yang menunjukkan betapa kotornya habitat para hewan. Mereka tak terurus.
Dalam unggahan akun Twitter @halocilukba, tampak seekor buaya berenang bersama sampah di sebuah kolam air berwarna hijau. Terlihat juga seekor kasuwari yang diberi makanan buah tak layak. Atau bagaimana seekor monyet duduk termangu di sebuah kandang penuh sampah dan batu bata.
Setelah viral, pihak Kostrad langsung merespon dengan membersihkan kebun binatang mini tersebut. Mereka beralasan bahwa mini zoo tersebut kotor karena kunjungan yang membludak seusai lebaran.
Memang belum ada laporan soal apakah ada hewan yang mati di kebun binatang Kostrad tersebut. Namun hal tersebut menggarisbawahi habitat yang layak buat hewan belum bisa dipenuhi pengelola.
Para penyayang binatang juga tidak bisa melupakan horor setelah foto tubuh Michael tergantung kaku di kandang beredar lewat dunia maya. Posisinya duduk dengan lidah terjulur. Leher singa Afrika tersebut, secara misterius, terjerat seutas kabel baja. Itu terjadi Januari 2014 silam, di dalam kandangnya di Kebun Binatang Surabaya. Polisi yang menyelidiki bilang, Michael mati karena kehabisan oksigen, mirip orang bunuh diri.
Polisi menduga Michael dibunuh, karena bagaimana pula seekor singa bisa menggantung diri di kawat baja? Tapi penyelidikan polisi buntu. Tujuh orang diperiksa sebagai saksi, tapi polisi tak menemukan titik cerah hingga akhirnya penyelidikan dihentikan.
Kasus tersebut sempat mendapat sorotan media internasional, yang menyebut Kebun Binatang Surabaya sebagai ‘neraka’ atau ‘kebun binatang paling kejam’. Julukan itu rasanya tak berlebihan buat kebun binatang yang menampung 3.500 hewan itu. Sepanjang 2012 saja, ada 130 hewan yang mati di Kebun Binatang Surabaya. Kebanyakan hewan mati karena malnutrisi, stress, dan sakit karena kondisi tak layak. Sebabnya sepele: mismanajemen dan kecerobohan pengelolaan dana.
Seharusnya Michael adalah hewan terakhir yang mati secara tak wajar di Tanah Air. Fakta lapangan, termasuk kondisi menyedihkan di bonbin mini Cilodong, menunjukkan regulator belum mau belajar dari kematian Michael. Begitu pula kematian Melanie si harimau sumatra yang kurus keracunan, kisah tragis beruang madu bonbin Bandung yang kelaparan sampai mengemis minta makanan, dan banyak satwa merana lainnya.
Sedikitnya Indonesia punya 32 kebun binatang yang tersebar dari Sumatera hingga Kalimantan. Namun berdasarkan catatan kelompok peduli lingkungan Yayasan Scorpion Indonesia, 90 persen taman margasatwa di Indonesia tak memberikan habitat layak buat koleksi hewan mereka.
Marison Guciano dari Yayasan Scorpion Indonesia mengatakan mayoritas kebun binatang di Indonesia tak memberikan kandang yang cukup agar hewan terhindar dari stress. Belum lagi jamak ditemui kandang yang kotor. Kemudian akses ke makanan dan minuman juga kadang jauh dari kata mencukupi.
“Hampir semua satwa dalam kebun binatang penuh dalam penderitaan,” kata Marison.
Kekejaman sebenarnya tak berhenti di Surabaya atau kebun binatang Kostrad. VICE pernah mengunjungi sebuah penangkaran buaya di Cikarang, Jawa Barat, yang lebih mirip rumah jagal buaya dibandingkan penangkaran. Soalnya, di sana telur, daging, dan kulit buaya justru dijual secara bebas.
Kemudian di kebun binatang Bandung, seekor beruang madu kurus kering sempat viral. Kemudian seekor gajah Sumatera bernama Yani mati setelah sepekan dibiarkan sekarat lantaran mengidap penyakit paru-paru dan tak ditangani dengan baik pada 2016.
Sejatinya kebun binatang adalah sebuah tiruan habitat asli, yang bertujuan untuk konservasi sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat. Namun persoalan manajemen dan korupsi, ditambah perlakuan kasar pengelola dan pengunjung, malah menjadikan kebun binatang sebagai rumah penyiksaan.
Kebun binatang biasanya dikelola oleh Pemda ataupun swasta, dengan mendapat izin dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan. Semua taman margasatwa kemudian tergabung dalam Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI). Namun asosiasi tinggal sebuah nama. Manajemen operasional tetap jatuh di tangan masing-masing pengelola.
Kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta, yang lumayan kesohor karena koleksi hewannya yang cukup lengkap, juga tak luput dari masalah. Pada 2015-2016 misalnya, oknum pekerja menggelapkan dana pembelian daging untuk 5 harimau penghuni Gembira Loka. Kerugiannya mencapai ratusan juta.
Mengurus taman margasatwa memang menguras biaya tinggi. Pada 2015, biaya operasional kebun binatang Surabaya rata-rata mencapai Rp1,7 miliar per bulan. Sementara mereka menggantungkan pendapatan dari tiket masuk pengunjung, yang rata-rata sebesar Rp1,6 miliar per bulan. Jadi ada defisit yang cukup lebar.
Femke Den Haas dari Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengatakan pengelola masih terus mengejar profit sembari menekan biaya operasional, akhirnya yang terjadi adalah kekejaman terhadap binatang. Seharusnya, kata den Haas, pemerintah melakukan intervensi atau subsidi jika kebun binatang dinilai tak layak.
“Para pemilik kebun binatang mengutamakan profit di atas segalanya,” kata den Haas. “Yang dibutuhkan segera di Indonesia adalah adanya tim independen untuk memeriksa standar kelayakan hidup hewan di penangkaran dan juga kebun binatang.
Senada dengan den Haas, Marison Guciano juga meminta agar pemerintah tidak hanya mengandalkan Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia, tetapi juga harus melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap taman margasatwa di Indonesia. Pengelola kebun binatang juga sejatinya menyediakan fasilitas dokter hewan yang kompeten untuk memeriksa hewan secara berkala.
“Pada realitasnya kebun binatang bukan lagi sebagai rumah, tapi jadi neraka bagi satwa kita,” ujar Marison.
Source: Vice.com
Image: Danny Ramdhany – Ayo Bandung