Samurai pernah bertugas di Kepulauan Banda.
Pada awal abad ke-17, Jepang mengalami pertempuran besar yang disebut sebagai Perang Sekigahara. Perang front barat melawan front timur itu melibatkan 200.000 samurai dari kedua kubu yang bersengketa. Peristiwa besar tersebut mengorbankan puluhan ribu nyawa loyalis Toyotomi Hideyori dan loyalis Tokugawa Ieyasu.
Pasca perang besar yang dimenangkan oleh front timur, banyak samurai-samurai ini kehilangan tuannya dan menjadi ronin (samurai tanpa tuan).
Sementara itu di lain sisi, Jepang mempunyai hubungan dengan bangsa Eropa yang termasuk di antaranya bangsa Portugis, terutama dalam bidang perdagangan. Akses bangsa Eropa ini begitu dibatasi sehingga mereka diberi satu pulau khusus di dalam kawasan Nagasaki yang diberi nama Dejima.
Pulau Dejima ini menjadi basis orang-orang Portugis ketika berdagang di Jepang.
Tetapi meretaknya hubungan antara Jepang dan Portugis membuat Jepang tak lagi memperpanjang izin bangsa Portugis. Datanglah bangsa Belanda dengan VOC-nya menggantikan posisi Portugis di Dejima.
Di Nusantara, perdagangan rempah sedang riuh di Kepulauan Banda, Maluku, yang menjadi satu-satunya penghasil pala di dunia. Masyarakat Banda yang pro terhadap Inggris membuat Belanda gerah sehingga berusaha untuk terus menekan mereka.
Namun rakyat Banda tidak mengindahkan tekanan-tekanan Belanda tersebut, serta memutuskan untuk menyerang lebih dahulu. Yang menewaskan Admiral Verhoeven, laksamana tinggi Belanda. Salah satu anak buah Verhoeven adalah pemuda dengan karier yang sangat bersinar, Jan Pieterszoon Coen.
Peristiwa tadi membuat Jan Pieterszoon Coen, yang selamat dalam insiden tersebut menyimpan dendam terhadap rakyat Banda. Karier Coen menanjak beberapa tahun kemudian hingga akhirnya menjadi gubernur jenderal Hindia Belanda, tapi dendam bertahun-tahun masih tersimpan di benaknya.
Ketika mendengar dari cabang VOC di Dejima bahwa banyak ronin-ronin di Jepang, gubernur Coen memutuskan memberi mereka pekerjaan sebagai tentara bayaran.
Samurai-samurai Jepang diturunkan di Kepulauan Banda, umumnya menjadi algojo pembantaian dan pengeksekusi rakyat Maluku. Para samurai bayaran ini dikirimkan langsung dari Jepang untuk berlabuh di pulau-pulau kecil di Kepulauan Banda.
Kemampuan para samurai menggunakan katana juga dianggap VOC cocok sebagai eksekutor pemotong tulang dan pemenggal kepala. Pada serbuan Belanda ke bumi Maluku, tepatnya di Banda Neira, ribuan rakyat pribumi Banda menjadi korban dari kebrutalan samurai. Termasuk di antaranya 8 pemimpin Banda yang bergelar “orang kaya”. Para “orang kaya” ini dieksekusi di depan Benteng Nassau dan tubuh mereka dibelah menjadi empat bagian.
Pembantaian besar-besaran di Banda Neira ini ditujukan untuk memberikan sebuah peringatan kepada orang Banda untuk tidak melanggar otoritas Belanda serta balas dendam terhadap kematian Admiral Verhoeven.
Singkat cerita, samurai pernah bertugas di Nusantara. Tepatnya di Maluku.
source:
https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03096564.2017.1279449?src=recsys&journalCode=ydtc20