Data terbaru di Australia menunjukkan ‘tukang’ AC menjadi salah satu jenis pekerjaan pertukangan, atau istilahnya ‘tradie’, dengan gaji terbesar mencapai hampir Rp 800 juta per tahun.
Didin Andijaya, akrab dipanggil Andy, adalah ‘tukang’ AC di Sydney kelahiran Malang yang mengaku mengawali karirnya dari nol.
Kepada ABC ia menceritakan awal kepindahannya ke Australia untuk mengambil S-2 di bidang bisnis internasional dari Macquarie University.
Ia kemudian menjadi penduduk tetap, atau ‘permanent resident’ Australia di awal tahun 2000-an, saat pengajuannya masih lebih mudah dibandingkan sekarang. Tapi setelah mendapatkannya, Didin malah kebingungan.
“Mencari pekerjaan untuk PR tetap sulit, karena mereka lebih mencari orang yang punya pengalaman, ketimbang bergelar master,” ujar Andy yang dibesarkan di Jakarta.
Sampai akhirnya ia melihat lowongan pekerjaan ‘tradesman’ atau ‘tradie’ dari sebuah koran komunitas warga Indonesia di Sydney, yang awalnya ia pikir berkaitan dengan perdagangan.
Meski tak punya pengalaman dengan sebagai ‘tradie’, Andy mengaku menunjukkan kesungguhannya setelah ia mendapat tawaran bekerja.
“Saya sebelumnya tidak bisa memegang bor, obeng, tapi semua diajarkan mereka dan dalam kurang dari setahun sudah terlatih menggunakannya,” kata pria kelahiran tahun 1967 tersebut.
Setelah magang, atau istilahnya di Australia ‘apprentice’, selama 3,5 tahun, Andy akhirnya mendapatkan lisensi sebagai teknisi AC.
Tapi karena di Australia pekerjaan AC juga membutuhkan teknisi listrik, maka Andy mengambil progam pelatihan dan ‘apprentice’ di bidang listrik untuk memudahkan kebutuhan pelanggannya.
Di tahun 2010, lulusan S1 Teknik Mesin Universitas Trisakti tersebut berhasil mendirikan perusahaannya sendiri, Astro Air, yang menawarkan layanan untuk instalasi AC, termasuk layanan perawatan dan pembersihannya.
Awal bulan November, layanan situs pencari kerja di Australia, SEEK mengumpulkan data lewat jumlah gaji yang dicantumkan dalam sejumlah lowongan kerja ‘tradie’.
Hasilnya menunjukkan teknisi AC dan kulkas menjadi ‘tradie’ memiliki upah tertinggi, dengan rata-rata mencapai AU$ 83,278 per tahun, atau hampir Rp 795 juta per tahun.
Kepada ABC Andy tidak mengaku berapa jumlah pasti pendapatannya, tetapi mengatakan berada di kisaran AU$ 150 ribu sampai AU$ 200 ribu per tahun, atau antar Rp 1,4 hingga 1,9 miliar.
Tapi menurutnya ada beberapa warga Indonesia yang hanya melihat “wah uangnya besar”, tetapi begitu mengerjakannnya merasa pekerjaan tersebut “berbahaya dan kotor”, karena butuh naik ke atap, misalnya
Akibatnya tidak banyak warga Indonesia di Australia yang dapat bertahan lama menjadi teknisi AC dan listrik, padahal menurut Andy ‘tradie’ di Australia memiliki peluang yang bagus.
“Kerjaanya tidak pernah habis, karena semua orang butuh bangunan, listrik, renovasi, terutama jika mereka baru membeli rumah,” jelasnya.
Belum lagi dengan cuaca di Sydney yang semakin memanas, hampir semua rumah kini membutuhkan AC, tambahnya.
Pekerjaan ‘tradie’ lain yang memiliki gaji terbesar saat ini adalah teknisi listrik, atau yang dikenal dengan istilah ‘sparky’ di Australia.
Gaji rata-rata paling rendahnya mencapai AU$ 82,782, atau sekitar Rp 790 juta per tahun.
Tapi Hilman Sadli, warga Indonesia lainnya di Sydney, mengaku pendapatannya sebagai ‘tukang’ listrik bisa mencapai lebih dari AU$ 100 ribu atau lebih dari Rp 950 juta, per tahun.
“Pekerjaannya berat dan beresiko, naik-naik ke rumah orang, karena itu mata dan tangan kita harus selalu awas,” ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.
Hilman, 53 tahun, memilih pindah ke Australia untuk mencoba “mencari kehidupan yang lebih baik”, setelah sempat tinggal di Selandia Baru selama beberapa tahun.
Setiap harinya ia memiliki jadwal yang padat dimulai dari sebelum pukul 7 pagi hingga jam 4 sore di sebuah rumah sakit untuk bagian kelistrikan.
Selesai kerja, ia masih menerima panggilan ke rumah-rumah, kebanyakan warga Indonesia, untuk memberikan pelayanan terkait listrik.
“Membetulkan listrik yang mati, memasang lampu, apalagi sekarang lagi jamannya lampu LED,” ujar Hilman.
Lulusan Elektro dari Universitas Atma Jaya Jakarta ini mengaku hal yang berkaitan dengan listrik sudah menjadi hobinya sejak kecil, meski saat berada di Indonesia ia memilih bekerja di industri perbankan yang saat itu sedang ‘booming’.
Saat berusia 44 tahun, Hilman memutuskan mengganti pekerjaannya menjadi seorang ‘tukang’ selama empat tahun, sebelum akhirnya memilih bidang keahlian listrik.
“Di Australia intinya tidak perlu takut dengan mencoba apa yang kita tak pernah lakukan sebelumnya di Indonesia,” kata Hilman.
“Disini selalu ada ahlinya dan mereka mau berbagi asal kita bertanya dan baik-baik kepada mereka.”
Setelah melakukannya beberapa tahun, Hilman mengaku pekerjaan menjadi “tukang” di Australia sebenarnya bisa dilakukan oleh warga Indonesia, asalkan mereka mau dan tidak mudah menyerah.
Sementara bagi Andy, pekerjaan menjadi “tukang” membuatnya bahagia dan itu tidak bisa diukur karena besarnya penghasilan.
“Ada kebahagiaan saat menyelesaikan pekerjaan yang membuat orang lain senang, semakin mereka senang, semakin bahagia juga saya,” kata Andi.
souece: abc