Universitas Kedokteran Tokyo di Jepang secara sistematis memangkas skor ujian masuk calon mahasiswa wanita menjadi lebih rendah demi meningkatkan jumlah calon mahasiswa pria yang masuk kampus. Cara seperti ini telah berlangsung selama bertahun-tahun lamanya.
Laporan harian Yomiuri Shimbun menjelaskan, pengurangan skor ujian menjadi lebih rendah 10-20 persen dibandingkan hasil skor calon mahasiswa pria ditemukan dalam investigasi internal atas dugaan suap yang muncul dalam prosedur penerimaan masuk mahasiswa pada musim semi di Universitas Kedokteran Tokyo.
Sumber dari universitas top di Jepang ini mengungkapkan dorongan melakukan tindakan pengurangan skor ujian masuk didorong fakta bahwa banyak wanita setelah lulus kuliah tidak menjalankan profesinya sebagai dokter, sebaliknya mereka menikah dan memiliki anak-anak.
Juru bicara Universitas Kedokteran Tokyo, Fumio Azuma memberikan penjelasan berbeda. Menurutnya, penyelidikan internal telah dimulai setelah muncul dugaan suap masuk kampus kedokteran pada musim semi oleh anak laki-laki seorang pejabat senior di kementerian pendidikan.
“Tentu, kami akan mengajak mereka untuk terlibat dalam investigasi,” kata Azuma.
Menurut Kyoko Tanebe, anggota dewan eksekutif Japan Joint Association of Medical Proffesional Women, sejumlah kampus kedokteran lainnya kempungkinan membuat kebijakan serupa yang mendiskriminasi perempuan.
Menurut Washington Post, dari 1.019 pelamar wanita di kampus tersebut pada tahun 2018, hanya 30 calon wanita atau kurang dari 3 persen dari jumlah keseluruhan calon mahasiswa yang diterima. Sementara untuk laki-laki mencapai 9 persen yang diterima.
Temuan ini membangkitkan amarah para netizen di media sosial. Spanudk-spanduk memuat tulisan menuntut dilakukan sejumlah langkah untuk memastikan kesetaraan antara pria dan wanita.
Sejumlah pernyataan marah dilontarkan di media sosial. “Wanita dikatakan mereka harus melahirkan, jika tidak, mereka diolok-olok tidak produktif, tapi kemudian, karena mereka mungkin melahirkan lalu skore mereka dipangkas. Apa yang wanita seharusnya lakukan,” ujar seorang netizen.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah berupaya membuat prioritas di masyarakat di mana perempuan dapat bersinar, namun faktanya, wanita di negara Sakura ini masih menghadapi banyak rintangan saat mencari pekerjaan dan kembali ke tempat kerja setelah melahirkan anak mereka.
source: REUTERS ,WASHINGTON POST ,tempo