Alasannya karena perceraian orang tua, dan juga pernah dibully ama anak cowo pas tk.

Intinya saya tidak ingin jadi pemeran utama tentang percintaan di hidup saya sendiri. Namun disisi lain saya suka membaca cerita romantis agar percaya adanya happy ending dari kisah cinta itu sendiri. Saya melakukan itu untuk merubah pola pikir saya.

Bahwasanya tidak semua laki laki itu jahat. Bahwasanya tidak semua kisah cinta berakhir pahit.

Saya ingin mencoba percaya itu tapi masih saja takut.

Yang lebih random saya ingin punya anak tapi takut menikah, tapi tidak ingin adopsi. Jadi setidaknya saya harus merubah pola pikir saya dan menghilangkan ketakutan saya tentang cinta dan komitmen.

Selama ini saya melampiaskannya semua hidup saya ke akademik. Bagi saya juga cinta mengganggu akademik. hal itu dikarenakan pas kls 4 sd ibu saya bilang saya tidak boleh pacaran, (karena mendengan teman teman saya yg masih sd sudah pacaran) setidaknya sampai saya kerja saya baru boleh pacaran. Karena pacaran bisa membuat tidak fokus belajar. Akhirnya saya menjadi lebih dingin ke anak anak cowo dan anak cowo cenderung segan ke saya. Walaupun yang saya tau beberapa anak cowo tertarik pada saya pas sd tapi tidak ada yg berani mendekati langsung. Hanya gosip yg menyebar saya dan “di cie ciein” ala anak anak.

Lalu pas SMP kls 9 ada beberapa yg meminta nomor saya. Saya tanggapi seadanya namun akhirnya entah kenapa berakhir begitu saja. Anak anak itu tidak pernah mendekati saya secara langsung. Pas SMA ada cuma yg berani comment di akun facebook saya dan menanyakan kabar.

Jadi saya tidak ada riwayat pacaran sama sekali. Walaupun sepertinya ada beberapa yg tertarik namun mereka tak pernah menyatakan perasaannya secara langsung.

Mengenai phobia saya, saat kls 8 saya ikut intensif lomba matematika. Disitulah saya berkenalan dengan kakak kls yg sangat populer saat itu. Ia ganteng dan pintar. Selama ini saya hanya tau nama saja, tak tau wajahnya. Bisa dibilang saya kuper, hanya mengetahui teman sekelas walaupun anehnya orang orang lain seperti mengenal saya (walaupun saya tidak kenal). Sebut saya kak Sahdi.

Singkat cerita saya pernah berdebat hal kecil dengan kakak kls tersebut. Dari situ saya tertarik dengannya karena selama ini baru dia yg mengalahkan saya dalam berdebat. Selama sd sampai smp kls 8 saya selalu ranking 1 dan di kls saya tidak ada anak cowo yg pintar melebihi saya. Baru kali ini ada cowo yg lebih pintar dari saya dan saya terkesan.

Dari situ akhirnya saya menjadi pengagun rahasianya setelah intensif dan lomba matematika tersebut selesai.

Saya hanya berani melihat dari jauh dan menghindarinya terus menerus.

Entah kenapa saya merasa “takut” dan menghindarinya tapi merindukannya disaat yang sama. Yap sampai kak Sahdi lulus tak ada lagi percakapan dengannya. Terakhir hanya saat perdebatan kecil itu yang membuat saya jatuh hati dengannya

Pas kls 9 saya juga entah kenapa suka dengan teman seangkatan saya tanpa alasan, ia pernah digosipkan dengan saya saat kls 7. Sebut saja Fino. Si Fino ini katanya suka dengan saya dan menjadi bahan ledekan setahun penuh saat kls 7. Padahal saya dan Fino tak ada interaksi yg terlalu dekat. Saya juga merasa sebal. Dan di kls 8 sekelas lagi dan dia punya pacar. Pacarnya sahabat saya juga dan akhirnya putus. Di kls 9 saya suka dengan Fino tanpa alasan. Begitu mendengar suara Fino saya berdebar dan tangan menjadi dingin. Saat Fino berdiri di samping saya untuk melihat hasil nilai ujian saya merasa gugup. Pas dia beranjak pergi rasanya saya ingin pingsan. Ya sampai separah itu, tangan dingin dan perasaan ingin pingsan juga ciri phobia juga kan.

Saya tidak tau kenapa bisa seperti itu dengan Fino

Saya juga mengindarinya terus menerus. Waktu itu begitu menyiksa.

Lalu saat kls 10 saya dekat dengan teman SMP saya hingga kuliah awal semester 4. Dekatnya hanya sering chattingan saja. Saya sangat jarang bertemu dengannya. Sebut saja Dimas.

Hingga akhirnya saya merasa terlalu dekat dengannya, saat bertemu lagi di semester 4 saya merasa kalau begini terus hubungan ini terus berlanjut. Saya takut. Dan memutuskan komunikasi dengannya. Sampai saat ini saya tidak pernah berkabar dengan Dimas.

Dimas lebih muda satu setengah tahun dari saya. Dan saya bersumpah tidak memasukan kriteria tipe cowo idaman saya untuk umur yg lebih muda, karena ayah saya lebih muda dari ibu saya. Jadi begitu, saya menghindari orang yg memiliki ciri yang sama dari ayah saya. Namun entah kenapa saya masih saja dekat dengan Dimas.

Walaupun begitu ia seangkatan dengan saya waktu di sekolah. Kami begitu nyambung dan saya cukup nyaman. Namun ada kalanya dia kerap menggombal. Dan kami kerap berbalas puisi. Puisi begitu romantis memang. Dan dari puisi terakhir itu membuat saya takut melanjutkan hubungan tidak jelas ini. Entah kenapa saya begitu alergi tentang cinta

Disisi lain saya kembali bertemu kak Sahdi. Ia menjadi adik tingkat saya karena ia pindah jurusan ke jurusan saya. Saya juga menghindarinya namun entah kenapa saat saya semester 6 sering berpapasan dan ia sering menegur saya. Saat mengobrol dengannya masih ada perasaan tidak nyaman.

Lalu akhir-akhir ini saya dekat dengan teman satu jurusan saya. Sebut saja Nugi.

Nugi itu satu kelompok di ospek jurusan dengan saya. Dan saya kerap menanyakan pelajaran kepadanya. Dia sampai sampai dijuluki asdos dulu saking pintar dan ambisnya. Yaa saya kuliah di salah satu PTN, dari sekian banyak yg rajin ia paling rajin.

Saya pernah mengajaknya belajar bareng saat semester 1. Lalu mengajaknya ikut seminar bareng saat semester 2. Di semester 3 saya kerap minta diajarin matkul teori dan matkul statistik. Semester 4 saya masih minta diajari matkul statistik. Semester 5 kami sering ke perpustakaan bareng karena saya kerap bertanya tentang analisis data kuantitatif. Di semester 6 saya ke perpus dengannya untuk mencari bahan bacaan wajib di suatu mata kuliah.

Jadi intinya saya mendekati Nugi untuk kepentingan akademik saja. Dari dulu saya serius di bidang akademik walaupun harus bertanya ke anak cowo sekalipun. Dan Nugi ini sangat baik, tipe yg baik ke semua orang. Ia juga kerap ditanya dan diajak diskusi dengan anak anak lain, bukan cuma saya sebenarnya.

Di semester 4 ia mulai curhat masalah pribadinya. Saya juga tergabung ke dalam peer counselor universitas dan mengerti ilmu dasar konseling walaupun saya bukan dari jurusan psikologi. Jadi saya menganggap wajar hal itu kalau ia datang curhat ke saya.

Namun saat awal semester 5 terungkap kalau ia menge “pin” chat WA saya. Itu ketauan karena saat praktek kuliah lapangan laptop ia dipakai untuk tugas kelompok dan tersambung di WA. Akhirnya seangkatan tau kalau saya dan Nugi cukup dekat. Bahkan dibilang pacaran.

Namun saya dan Nugi sudah konfirmasi kalau tak ada apa apa diantara kami kepada teman teman yang lain.

Yap hingga semester 6 dan PJJ ini saya masih hampir tiap hari chat dengan Nugi.

Ia lama lama juga tau mengenai ketakutan saya akan cinta atau philophobia. Ia juga bilang semoga saya kedepannya bisa lebih baik lagi dan mengatasi ketakutan saya.

Pertanyaannya apa saya menyukai Nugi?

Saya kini berada di zona abu abu.

Saya tidak pernah berdebar di dekat Nugi. Terakhir saya berdebar berlebihan sampai tangan menjadi dingin saat saya SMP, saat di dekat kaka Sahdi dan Fino.

Saya masih tidak ingin menjadi pemeran utama di kisah cinta saya sendiri. Jadi saya masih belum tau dan belum ingin mengklasifikasikan perasaan saya termasuk suka atau tidak.

Apakah saya jatuh cinta dengan Nugi atau tidak. Tapi saya sepertinya sapiosexual. Jadi saat ia bercerita macam macam tentang banyak hal, mulai dari sosial politik hingga fisika saya tertarik menyimak pembahasan dia.

Saya juga merasa sedikit cemburu dengan adik tingkat yg menanyakan keberadaan Nugi pada saya saat tak sengaja bertemu perpus. Saya bilang ia sudah pulang, memang ia baru saja pulang. Katanya adik tingkat itu mau bertanya sesuatu dengan Nugi. Walaupun begitu saya sedikit cemburu. Tapi saya juga menyampaikan ke Nugi lewat chat pada akhirnya kalau ada adik tingkat yg mencarinya.

Lalu bagaimana dengan Nugi?

Entahlah. Tapi dia sering chat duluan, kadang double chat kalau saya membalasnya lama. Ia juga awalnya kerap menanyakan hobi saya. Pas tau saya suka novel ia juga mencoba mulai membaca novel. Akhirnya ia membeli novel “Hujan” Tere Liye atas saran saya.

Dia cerita masa lalunya, masalah keluarganya, dll. Ia punya trust issue. Tidak sembarangan ia menceritakan masalah dia.

Saya juga tipe gampang kasian dan ga enakan. Saya tidak bisa menjauhi dan meninggalkan ia begitu saja. Di saat tertentu saya memang ingin menjauh dengan Nugi. Ya, karena ketakutan saya ini. Saat merasa terlalu dekat dengan lawan jenis rasanya ingin menjauh. Ketakutan saya ini belum sepenuhnya hilang. Namun saya tidak tega untuk menjauhi Nugi begitu saja.

Walaupun saat bertemu langsung dengan Nugi, saya merasa nyaman dan tidak masalah menghabiskan waktu yang lama dengannya. Namun ada satu titik saya ingi menjauhinya karena ketakutan saya.

Saya bingung kedepannya gimana. Yang jelas dia juga tidak menuntut macam macam tentang kejelasan hubungan ini.

Namun saat saya digosipkan seangkatan akibat dekat dengan Nugi karena chat saya di pin, saya kerap menjauhinya di sekitar kampus.

Jadi misalnya kami ke perpus bersama, saat kembali ke fakultas, saya mulai berjalan agak menjauh.

Sepertinya saya tidak merasa nyaman akan gosip itu. Gosip saya ada hubungan lebih dengan Nugi.

Ya begitulah.

Intinya saya masih rada takut dan menjauhi kak Sahdi. Untuk Nugi saya juga tidak tau pasti mendefinisikan perasaan saya sendiri.

Source: Ketut Riadi