Diskalkulia merupakan bentuk kesulitan belajar yang di alami anak-anak dalam belajar matematika. Rata-rata setiap siswa mengatakan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang paling sulit. Jika tidak sulit itu berarti bukan pelajaran matematika. Oleh karena itu strategi atau cara membantu anak yang diskalkulia adalah dengan cara memberikan soal-soal secara bertahap dan berkelanjutan. Artinya bahwa kesulitan belajar anak itu dapat di atasi dengan cara membimbing dan membiasakan menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan matematika.
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis. Santrock (2012:324) menyatakan bahwa terdapat tiga macam kesulitan belajar pada anak yaitu disleksia, disgrafia dan diskalkuli. Akan tetapi disini kita hanya akan membahas diskalkulia saja.
Banyak orang tua yang tidak mempercayai dan tidak mengetahui kalau anak mereka mengalami diskalkulia. karena para orang tua percaya bahwa kemampuan anak mereka memang seperti itu dan tugas guru-guru di sekolah adalah membantu anak mereka memberikan pemahaman materi pelajaran matematika. Peneliti menunjukkan bahwa diskalkulia anak sekolah dasar mencapai dua sampai enam persen. para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang mengalami diskalkulia sering mempunyai kekurangan neuropsikologis dan kognitif, termasuk prestasi yang buruk dalam mengolah ingatan, persepsi visual dan kemampuan visual spasial ( Kaufmann, 2003; Shalev, 2004).
Ciri-ciri Diskalkulia
- Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengalikan, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
- Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
- Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
- Bingung membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama,misalkan angka 7 dan 9, atau angka 3 dan 8. Beberapa anak juga ada yang kesulitan menggunakan kalkulator.
-
Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi pertanyaan penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Orang dengan diskalkulia tidak bisa merencanakan keuangannya dengan baik dan biasanya hanya berpikir tentang keuangan jangka pendek. Terkadang dia cemas ketika harus bertransaksi yang melibatkan uang (misalkan di kasir).
Faktor-Faktor Penyebab
- Kelemahan pada proses penglihatan atau visual, Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia dan Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.
- Fobia matematika, Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.
- Kesulitan dalam bahasa dan membaca, Matematika itu sendiri pada hakikatnya adalah bahasa simbolis (Johnson & Myklebust, 1967:244). Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Saol matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca untuk memecahkanya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkan soal matematika yang berbentuk cerita tertulis.
- Faktor Keluarga, Anak yang memiliki orang tua yang broken-home kemungkinan akan mengalami diskalkulia, karena kurangnya perhatian dari orang tua akan mempengaruhi kemampuan si anak tersebut.
Anak yang belajar matematika dengan tuntutan dari guru akan mengurangi diskalkulia yang dimiliki. Guru berperan dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa tugas guru dalam hal pembelajaran adalah
membantu memberikan pemahaman kepada siswa dalam materi pembelajaran yang di ajarkan. Artinya guru harus mengurangi kesulitan belajar yang dimilikinya.
Oleh karena itu strategi atau cara membantu anak yang diskalkulia adalah dengan cara memberikan soal-soal secara bertahap dan berkelanjutan yang berpedoman pada teori konstrutivisme dan berdasarkan teori belajar yang di kemukakan oleh Vygotsky. Artinya bahwa kesulitan belajar anak berupa diskalkula dapat diatasi dengan cara di bimbing dan di biasakan memecahakan soal-soal matematika. Selain itu, pemberian gizi cukup dan metode pengulangan informasi-informasi agar tersimpan di memori jangka panjang anak.
sumber :
-
- Santrock, J.W. (2012). Life-Span Develoment (Perkembangan Masa Hidup) (Edisi 13 jilid 1). (Terjemahan Benedictine Widyasinta). Avenue of thr Americas, NY: McGraw-Hill. (Buku asli terbitkan tahun 1997)
- UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen