Siu Ban Ci merupakan seorang wanita Muslimah terkenal dalam sejarah peradaban Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak. Ia merupakan seorang putri seorang ulama dan saudagar kaya asal Tiongkok-China yang diambil sebagai istri selir Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit yang bergelar Prabu Brawijaya V. Putri berdarah China ini melahirkan Raden Patah, pendiri sekaligus raja pertama Kasultanan Demak Bintoro.
Kisah Siu Ban Ci disebutkan dalam Babad Tanah Jawa Pasisiran pupuh 2 Dhandhanggula Pada 4. Ia digambarkan sebagai seorang putri Cina yang sangat cantik, sehingga Prabu Brawijaya V sangat mencintainya.
“Nulya gadhah Sang Prabu/ Brawijaya ing Majapahit/ garwa puteri Cina/ langkung ayunipun/ Brawijaya Majalengka/ langkung tresna dhateng putri Cina singgih/ temah dipun sanggama.
Artinya: “Lantas Sang Prabu Brawijaya di Majapahit memiliki istri Puteri Cina yang sangat cantik. Brawijaya Majapahit sangat mencintai kepada Putri Cina tersebut, dan kemudian di-bulan madu-i.”
Saat itu, Bhre Kertabhumi masih menjadi Raja Keling, negara bagian Majapahit. Ia belum menjadi Mahaprabu Majapahit yang bergelar Brawijaya.
Siu Tek Yo, seorang pedagang kaya etnis Tionghoa dari Tandhes (sekarang Gresik). Ia bersama anaknya, Siu Ban Ci, menghadap Bhre Kertabhumi untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling.
Siu Tek Yo, ayah Siu Ban Ci juga membawa hadiah kepada Bhre Kertabumi yang ditaruh di dalam peti. Isinya ada batu giok dari Tiongkok, beberapa lembar kain sutra mahal, keramik Tiongkok, dupa asal Tiongkok, dan beberapa untai mutiara pilihan.
Dan Sang Raja, Bhre Kertabhumi jatuh cinta pada pandangan yang pertama kepada putri Siu Tek Yo. Sang permaisuri, Dewi Amarawati atau Putri Champa sempat bermuka dingin pertanda terbakar api cemburu!
Siu Tek Yo dan putrinya lantas diminta untuk beristirahat di Puri Kanuruhan. Padahal, sebelumnya rombongan saudagar China itu hendak langsung melanjutkan perjalanan pulang ke rumah di Daha.
Paginya, Siu Tek Yo dipanggil untuk menghadap Bhre Kertabhumi. Sang Raja Keling meminta agar putrinya, Siu Ban Ci menjadi garwa ampeyan (istri selir).
Putri berdarah Tionghoa itu pun dibawa menghadap sang raja dengan tandu terbaik dari Puri Kanuruhan menuju Keraton Keling. Konon, Siu Ban Ci adalah istri selir Brawijaya yang sangat dicintai sehingga menimbulkan kemarahan yang besar pada permaisuri, Dewi Amarawati Sang Putri Champa.
Dikutip redaksi historyofjava.com dari berbagai sumber, berikut siapa jati diri putri Cina istri Raja Majapahit yang ternyata anak seorang ulama penyebar agama Islam.
Jati diri siapa Siu Ban Ci
Ayah Siu Ban Ci yang bernama Siu Tek Yo adalah saudagar Tionghoa yang beragama Islam. Tak hanya itu, ia juga orang yang sangat paham dengan agama Islam.
Bahkan, ia dikenal sebagai Syekh Bentong. Nama Syekh Bentong semakin terkenal ketika putrinya diambil istri selir oleh Bhre Kertabhumi, Raja Keling Majapahit.
Namun tersiar kabar bahwa Siu Ban Ci sesungguhnya adalah putri kandung Tan Go Hwat. Dengan begitu, Siu Ban Ci mewarisi marga “Tan” dan konon nama kecilnya adalah Tan Eng Kian.
Entah mana yang benar, tetapi Siu Ban Ci yang menjadi buah bibir sejak diambil istri selir oleh Bhre Kertabhumi (kelak Prabu Brawijaya V), ternyata juga memiliki darah Jawa. Ibunya adalah orang Jawa dan meninggal dunia sejak ia masih kecil.
Namun sejarah umum mencatat, ayahanda Siu Ban Ci yang dikenal Syekh Bentong bernama Tan Go Hwat, seorang saudagar sekaligus ulama. Sejarah umum juga mencatat, Syekh Bentong adalah putra Syekh Quro Karawang bin Syekh Yusuf Siddik bin Syekh Jamaluddin Akbar al Husaini.
Dengan demikian, Siu Ban Ci yang telah dikenal sebagai Putri Cina sejak dikawini Bhre Kertabhumi itu adalah cucu Syekh Quro, ulama termahsyur dari negeri Champa yang berdakwah di Tatar Sunda. Syekh Quro bersama anaknya, Syekh Bentong datang ke Nusantara bersama rombongan besar armada Laksamana Cheng Ho.
Syekh Quro memutuskan menyebarkan agama Islam di Tanah Pasundan saat Pajajaran atau Sunda Galuh dipimpin Sang Mahaprabhu Niskala Wastu Kancana. Sementara anaknya, Syekh Bentong tinggal di Tandhes (Gresik) dan berdagang di sana dengan membawa putrinya, Siu Ban Ci.
Saat Siu Ban Ci hamil tiga bulan, permaisuri Bhre Kertabhumi belum juga memiliki keturunan. Konon, Dewi Amarawati sang permaisuri meminta agar Bhre Kertabhumi menceraikannya.
Singkat cerita, Siu Ban Ci dititipkan kepada Arya Damar, Adipati Palembang yang masih masuk wilayah kekuasaan Majapahit. Di sana, penduduk Tionghoa sangat banyak sehingga diharapkan Siu Ban Ci betah hidup di sana.
Arya Damar adalah keturunan Jawa dan Tionghoa dengan nama asli Swan Liong, putra Raja Majapahit Bathara Prabu Wikramawardhana dengan seorang selir berdarah Tionghoa. Arya Damar terhitung masih paman Bhre Kertabhumi, karena masih saudara ayahnya, Raden Kertarajasa.
Bhre Kertabhumi meminta agar Siu Ban Ci dinikahi Arya Damar dengan syarat, jangan diapa-apakan sebelum rahim yang ada dalam kandungan itu lahir. Bhre Kertabumi juga memberi nawala (pesan) agar kelak anaknya diberi nama Naraprakosa yang artinya lelaki yang perkasa.
Anak Siu Ban Ci dari benih Brawijaya V itu kelak juga memiliki nama Raden Hasan, dengan nama Tionghoa “Jin Bun”. Kelak, Raden Hasan merantau ke Jawa untuk menemui rama kandungnya, Bhre Kertabhumi dan menjadi Adipati Demak Bintoro.
Dengan dukungan Dewan Majelis Walisongo, Raden Hasan berhasil memerdekakan Kadipaten Demak dan mendirikan Kasultanan Demak Bintoro Sultan Syah Alam Akbar (Serat Pranitiradya) atau Sultan Surya Alam (Hikayat Banjar). Ia juga dikenal dengan Raden Patah yang diambil dari kata dalam bahasa Arab “al-Fatah” yang artinya Sang Pembuka.
Ia juga memiliki adik tiri beda ayah bernama Raden Husain, orang Jawa menyebutnya Raden Kusen. Ia anak Siu Ban Ci dari ayah Arya Damar (Swan Liong) yang kemudian mengabdi di Majapahit, menjadi Adipati Terung dikenal Arya Pecattanda. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.