Home INDONESIA KARTINI Siapakah Sebenarnya Penggerak Hak Asasi Perempuan Indonesia?

Siapakah Sebenarnya Penggerak Hak Asasi Perempuan Indonesia?

428
0

Gerakan feminisme dimulai sejak akhir abad ke-18 dan berkembang pesat hingga abad ke-20 yang dimulai dengan penyuaraan persamaan hak politik bagi perempuan. Pergerakan perempuan di Barat juga dimotori oleh tulisan Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of The Rights of Woman. Tulisannya dianggap sebagai salah satu karya tulis feminis awal yang berisi kritik terhadap Revolusi Prancis yang hanya mengedepankan revolusi untuk laki-laki namun tidak untuk perempuan.

Satu abad setelahnya, Raden Ajeng Kartini ikut melahirkan pemikirannya. Ia mengkritik keadaan perempuan Jawa yang tidak diberikan kesempatan mengecap pendidikan yang setara dengan laki-laki.

Kata feminisme sendiri pertama kali dicetuskan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. Gerakan perempuan sangat diperlukan pada saat itu (abad 18) karena banyak terjadi pemasungan dan pengekangan akan hak-hak perempuan. Selain itu, sejarah dunia juga menunjukkan bahwa secara universal perempuan atau feminine merasa dirugikan dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki atau maskulin terutama dalam masyarakat patriarki. Baik dalam bidang sosial, pekerjaan, pendidikan dan politik.

Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman, berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan psikologis cultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculine-feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (shelden, 1986), jadi tujuan feminis adalah keseimbangan, interelasi gender.

Dalam pengertian yang luas, feminisme adalah gerakan perempuan untuk menolak segala upaya memarjinalkan, mensubordinasi, dan merendahkan oleh pihak yang ingin mendominasi, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya.

Apa yang melatarbelakangi gerakan feminis di Indonesia

Berbicara gerakan perempuan di Indonesia, kita bisa melihatnya dari Masa kolonial (sebelum 1945). Pada masa itu, muncul tokoh-tokoh perempuan di daerah-daerah yang aktif melawan penjajah untuk meraih kemerdekaan. Misalnya, seperti halnya di Aceh ada Cut Nya Dien (komandan perang aceh), dilanjutkan perjuangan Cut Mutia, dan masih banyak tokoh perempuan lainnya.

Setelah berakhirnya perang kemerdekaan, semua organisasi wanita tersebut diafiliasikan ke dalam suatu organisasi yang lebih besar dan merupakan induk dari seluruh organisasi wanita di Indonesia yang diberi nama Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Namun, dalam perjalanan selanjutnya, Kowani hanya dijadikan sebagai alat administrasi birokrasi yang lebih mengutamakan kepentingan pemerintah daripada kepentingan wanita. Kemudian pada tahun 1928 dengan diselenggarakannya kongres Perempuan 1 (22-25 Desember) di Yogyakarta dengan tujuan memperjuangkan hak-hak perempuan terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan.

Pada 4 Juni 1950, enam wakil organisasi perempuan berkumpul di Semarang bersepakat melebur dan mendirikan satu organisasi yang dinamakan Gerakan Wanita Sedar (Gerwis). Nama Gerwis kemudian diubah menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dengan ketua terpilih Umi Sarjono, pada 1954 dalam kongres ke-3 di Jakarta. Dan Gerwani merupakan organisasi wanita terbesar pada masa tersebut dan memiliki ideologi, tujuan serta gerakan yang bersifat feminisme.

Salah satu tujuan utama Gerwani adalah menjadikan kaum perempuan bisa mandiri dan bisa bekerja keras, ketimbang hanya bersantai-santai dan bergaya hidup hedonis tetapi pada kenyataanya hidup mereka terkungkung. Gerwani sangat menentang perempuan yang hanya menjadi pengikut suami dalam semua tindakannya, dengan kata lain Gerwani sangat menentang budaya patriarki yang telah mengakar kuat dalam budaya Indonesia.

Sementara pada masa orde baru (1967-1998), Gerakan perempuan seolah-olah mati bahkan dimatikan dengan munculnya organisasi-organisasi bentukan pemerintah, seperti Dharma Wanita yang isinya istri-istri PNS, kemudian ada PKK yang isinya istri-istri pejabat. Organisasi-organisasi tersebut memainkan perannya bahwa kewajiban perempuan itu adalah mengerjakan urusan-urusan domestik. Pada masa itu, peran perempuan dalam publik sangat minim, bahkan perempuan cenderung dijadikan alat politik oleh pengusasa untuk melanggengkan kekuasaanya. Dan itu berlangsung selama 32 tahun.

Gerakan perempuan di Indonesia masa kini

Seiring berjalannya waktu dimulai dari abad 18 hingga sekarang gerakan perempuan berkembang dengan pesat, walaupun masih banyak ketimpangan yang terjadi terhadap perempuan baik di bidang politik, ekonomi dan budaya. Kemudian ketimpangan terhadap rakyat miskin, pendidikan di liberalisasi serta kesehatan yang di komersialkan dengan situasi ekonomi yang ugal-ugalan sedangkan korban utama dalam hal ini merupakan kaum perempuan itu sendiri.

Masifnya gerakan perempuan perempuan hari ini belum menjamin tercapainya kesejahteraan dan keadilan bagi perempuan. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan sebanyak 406.178 kasus kekerasan terhadap perempuan yang di laporkan, bentuk-bentuk kekerasan fisik sebanyak 3.951 dan kekerasan seksual sebanyak 2.988 kasus, kekerasan psikis senayak 1.638 kasus dan kasus kekerasan ekonomi sebanyak 1.060 kasus.

Dalam persoalan ini bukan berarti gerakan perempuan di Indonesia hari ini mengalami kegagalan, tetapi ketidakberpihakan pemerintah dalam persoalan perempuan tanpa ada undang-undang yang betul-betul melindungi perempuan.