Anak-anak saya di rumah belum pernah bertanya apa itu sex. Namun, waktu itu saya pernah mendapat pelajaran tentang seks untuk anak-anak. Di sekolah, kami menyebutnya Boys and Girls Talk.
Dari sesi tersebut, saya melihat anak-anak yang dibagi kelompok berdasarkan gender. Laki-laki sendiri, perempuan sendiri. Sesi ini bisa dimulai dari tingkatan anak TK. Pendidikan seks awal belajar pada pengenalan alat vital dan menyebutkan alat vital dengan jelas: penis dan vagina. Karena, jika si anak memberikan nama “lucu” atau “aneh” untuk alat vital mereka, maka dikhawatirkan pendidikan seks tersebut menjadi tabu atau sekedar lucu-lucuan. Lalu, mengenal area privat perempuan (dari dada hingga lutut) dan laki-laki (dari pinggang hingga lutut).
Kemudian meluas lagi hingga siapa saja yang dapat menyentuh area privat dan alat vital si anak. Membuat safe circle si anak, buat lingkaran dan isi dengan foto siapa saja yang dapat melihat atau menyentuh area privat anak. Misalnya, lingkaran terkecil diisi dengan foto ayah ibu, lalu lebih besar lagi nanny atau babysitter, lalu lebih besar lagi ada dokter atau suster. Tegaskan bahwa badan si anak adalah miliknya sendiri. Tubuhnya adalah hak penuh. Jika ia tak mau dipeluk atau dicium, maka turuti kemauannya, jangan malah paksa anak untuk mencium pipi seseorang walaupun mereka bagian dari keluarga. Segala hal yang berhubungan dengan tubuh si anak, haruslah atas izin si anak sendiri.
Itu adalah pendidikan seks terdasar yang bisa diberikan pada anak.
Nah, jika sudah mendapat pendidikan seks tersebut tetapi masih bertanya apa itu seks. Jelaskan dengan bilogis tentang seks, seperti: seks adalah menyatukan alat vital laki-laki dan perempuan. Kalau bisa bahkan pake analogi botol dan selang. Selang sebagai penis, botol sebagai vagina. Lalu jelaskan bahwa biasanya ketika terjadi seks ada perpindahan sperma dari penis ke vagina. Ini bisa juga dengan analogi air yang mengalir dari selang dan mengisi botolnya. Dari situ, orang tua bisa menjabarkan kalau beginilah proses awal bayi terbentuk.
Semakin dewasa, orang tua bisa mengajak lebih jauh lagi, tentang resiko seks bebas, tanggung jawab terhadap tubuh dari segi religi, dan memperkenalkan sexual harassment.
Sebenarnya, semua tergantung dari orang tuanya. Jangan panik ketika anak menanyakan tentang hal-hal yang kadang dianggap tabu. Anak-anak gak akan berpikir kotor, mereka hanya perlu penjelasan masuk akal. Kebanyakan, anak-anak itu visual, lebih baik lagi jika menggunakan buku ilustrasi ramah anak tentang pendidikan seks.
Jika orang tua menutupi atau menghindar, kemungkinan terburuknya jauh lebih banyak: anak mencari tau sendiri atau lewat teman atau (parahnya) orang dewasa lain. Jika sudah begitu, resikonya akan jauh lebih besar.