Pemerintah Thailand akan mengizinkan warganya untuk enam tanaman ganja di rumah mereka dan menjual hasil panen kepada pemerintah untuk dijadikan ganja medis.

“Kami sedang dalam proses mengubah undang-undang untuk memungkinkan penggunaan medis ganja secara bebas,” kata Menteri Kesehatan Thailand Anutin Charnvirakul mengutip Forbes, Rabu (20/11/2019).

“Kami sangat yakin bahwa ganja akan menjadi salah satu produk pertanian utama bagi rumah tangga Thailand. Kami mempercepat perubahan hukum. Tetapi ada proses untuk itu,” lanjutnya.

Pada bulan September, Anutin menyinggung, “Dalam waktu dekat, setiap keluarga bisa menanam pohon ganja di kebun belakang mereka seperti tanaman lainnya.”

Thailand telah membangun fasilitas, yang pemerintah sebut sebagai fasilitas ganja medis skala industri terbesar di Asia Tenggara.

Pada 2 September, para peneliti Universitas Maejo menanam 12.000 bibit ganja baru di Chiang Mai, Thailand utara, dengan pengawasan pemerintah. Bibit disediakan oleh Departemen Layanan Medis pemerintah, menurut Asia Times.

Pejabat pemerintah Thailand berharap tanaman itu akan menghasilkan ganja medis dalam waktu enam bulan.

Organisasi Farmasi Pemerintah (GPO) berharap panen akan bisa memproduksi satu juta botol minyak ganja, masing-masing berisi lima mililiter pada Februari 2020.

“Universitas akan menjadi pusat di mana orang-orang biasa dapat belajar bagaimana menanam dan menumbuhkan ganja berkualitas baik. Ganja adalah produk yang dapat bermanfaat bagi kesehatan masyarakat,” kata Anutin.

Namun Para ahli budidaya memperingatkan bahwa tidak setiap tanaman yang mencapai kematangan menghasilkan ganja tingkat medis.

Penanam amatir mungkin bisa menghasilkan ganja tingkat rendah. Namun, tanpa meluangkan waktu untuk merawat tanaman dengan baik atau berinvestasi dalam kebutuhan seperti nutrisi dan peralatan penerangan yang tepat, bunga yang dihasilkan berpotensi tidak memenuhi syarat untuk penggunaan medis.

Anutin memperkirakan ganja yang dilegalkan sepenuhnya akan menjadi tanaman yang lebih signifikan dan menguntungkan bagi Thailand daripada beras, tebu, tapioka, karet, atau produk lainnya di negaranya yang sebagian besar merupakan ekonomi agraris.

Dia telah menyarankan upah rendah Thailand dapat mengukur daya saing di pasar internasional, dibandingkan dengan perusahaan ganja asing yang lebih besar di mana biaya produksi jauh lebih tinggi.

Anutin percaya Thailand bisa mendapatkan keunggulan kompetitif untuk ekspor ganja.

Universitas Maejo dilaporkan telah mengembangkan jenis ganja yang disebut “Issara” (kemerdekaan), yang menawarkan 1: 1 persentase tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD), menurut Asia Times.

Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang melegalkan ganja medis dan kratom, pada 2018. Meski demikian ganja yang digunakan orang dewasa tetap ilegal di negara itu, dengan ancaman hukuman penjara.