Affandi Koesoema adalah seorang pelukis berbakat yang pernah ada di Indonesia dan dunia. Ia dikenal sebagai seorang maestro dalam seni lukis dengan gaya lukisannya yang berbau abstrak dan romantisme dengan aliran ekspresionisme. Ia terkenal dengan teknik lukisnya yang khas yaitu dengan menumpahkan cat langsung dari tube ke kanvas lalu menyapukan sebagian cat menggunakan jari – jarinya, untuk bermain dan mengolah warna sebagai media pengekspresian diri.
Affandi adalah seorang rendah hati yang menjuluki dirinya sebagai “Pelukis Kerbau” yang tidak mau membaca teori – teori mengenai teknik melukis karena lebih senang mempelajarinya dengan praktek langsung. Ia juga sering mengatakan bahwa dirinya lebih pantas untuk disebut sebagai ‘tukang gambar’. Sepanjang hidupnya, Affandi yang produktif telah menciptakan kurang lebih sekitar 2000 karya lukisan yang sudah dipamerkan di berbagai bagian dunia seperti London, Amsterdam, Brussels, Paris, Venezia, Roma dan India, benua Australia dan Amerika seperti di Brazil, Sao Paulo dan Amerika Serikat.
Biografi Affandi
Affandi Koesoema lahir di Cirebon pada 1907 sebagai putra dari Raden Koesoema yang bekerja sebagai mantri ukur di pabrik gula Ciledug. Pada saat itu Indonesia masih berada di bawah kekuasaan Belanda sehingga keturunan pribumi biasa akan sulit mendapatkan pendidikan tinggi, dan ia hanya bisa bersekolah sampai AMS (Algemene Middelbare School) atau setara SMA. Sejak kecil Affandi gemar menggambar dan telah memperlihatkan bakat seni sejak sekolah dasar, namun dunia seni lukis baru benar – benar digeluti pada era 1940an. Pada saat itu sulit untuk mendapatkan pekerjaan seni karena Belanda masih menguasai Indonesia. Ia mengawali karir sebagai seorang guru dan juru sobek karcis, menggambar reklame bioskop di Bandung.
Pada tahun 1930an dalam biografi Affandi bergabung dengan kelompok Lima di Bandung, yang beranggotakan lima orang pelukis Bandung dan semuanya kelak memiliki andil besar terhadap perkembangan seni rupa Indonesia. Mereka adalah Barli, Sudarso, Hendra Gunawan, Wahdi dan Affandi sendiri yang memimpin kelompok tersebut. Kelompok ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia, tetapi berbeda dengan kelompok serupa lainnya, kelompok ini lebih fokus kepada kegiatan melukis dan belajar bersama untuk kalangan pelukis sehingga tidak formal seperti Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Di tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati yang merupakan seorang gadis kelahiran Bogor dan memiliki seorang putri yang kelak meneruskan jejaknya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi
Pameran Tunggal
Pameran tunggal yang menjadi bagian dari biografi Affandi ini digelar pada tahun 1943 di Gedung Poetera Jakarta pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Bukan hanya Affandi, para tokoh proklamasi Indonesia yang terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur juga ikut ambil bagian dalam pameran itu. mereka terlibat dalam memimpin Seksi Kebudayaan Poetera atau Poesat Tenaga Rakyat. Affandi juga ikut berpartisipasi sebagai tenaga pelaksana dalam seksi kebudayaan tersebut, begitu juga tokoh penting lain yang berperan sebagai penanggung jawab yaitu S. Soedjojono dengan berhubungan langsung kepada Soekarno.
Pada tahun 1945 ketika berlangsungnya proklamasi kemerdekaan, banyak pelukis yang ikut ambil bagian dengan menulisi gerbong – gerbong kereta dan tembok – tembok dengan tulisan “Merdeka atau Mati!” yang diambil dari pidato penutup Bung Karno berjudul Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945. Affandi pada saat itu bertugas membuat poster berdasarkan ide Soekarno yang menggambarkan seseorang yang sedang dirantai, tetapi rantainya sudah putus. Model dari poster itu adalah pelukis Dullah, dan Chairil Anwar memberikan ide untuk kata – kata dalam poster yang berbunyi: “Bung Ayo Bung”. Poster itu diperbanyak oleh sekelompok penulis dan mengirimnya ke daerah – daerah.
Karir di Luar Negeri
Biografi Affandi kemudian memasuki babak baru ketika ia mendapat beasiswa Santiniketan, India berkat bakat melukisnya yang mendapatkan perhatian dunia. Tawaran tersebut ia terima, namun sesampainya disana ia justru ditolak karena dianggap tidak memerlukan pelatihan melukis lagi. Pada akhirnya biaya untuk beasiswa tersebut digunakan untuk menggelar pameran – pameran di India. Affandi akhirnya mengadakan perjalanan keliling India dan tinggal disana selama dua tahun untuk terus melukis, sehingga namanya semakin dikenal sebagai salah satu pelukis terbaik dari Indonesia.
Sejak tahun 1951 hingga 1977 Affandi mengadakan pameran keliling di negara – negara Eropa. Pada tahun 1954 dalam biografi Affandi, ia ditunjuk oleh pemerintah Indonesia untuk mewakili Indonesia dalam pameran internasional di Brazil dan Venezia dan memenangkan hadiah pertama di Sao Paolo, Brazil. Lalu pada tahun 1957, Affandi mendapatkan tawaran program residensial dari Amerika Serikat untuk belajar mengenai metode pendidikan seni selama empat bulan, dan sempat menggelar pameran tunggal di World House Gallery, New York.
Pada tahun 1952 ia mendapatkan gelar guru besar kehormatan dari Ohio State University dan mengajar mata kuliah seni lukis di universitas tersebut. Kemudian pada tahun 1969, menerima anugerah seni dan medali emas dari Mendikbud RI dan diangkat sebagai anggota kehormatan seumur hidup di Akademi Jakarta, dipilih menjadi ketua IAPA (International Art Plastic Association), suatu badan seni yang berada di bawah UNESCO sebagai wakil dari Indonesia.
Penghargaan Affandi
Pada tahun 1974 Affandi menerima gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari Unversitas Singapura. Kemudian pada tahun 1977 juga menerima hadiah perdamaian Internasional dari Yayasan Dag Hammerskoeld dan gelar Grand Maestro dari San Marzano, Florence, Italia, juga diangkat sebagai anggota Komite Hak Asasi Manusia dari Diplomatic Academy of Peace PAX Mundi di Castello. Sepulang dari Itali, Raja Arab Saudi mengundangnya untuk menunaikan ibadah haji bersama Istrinya Maryati.
Di tahun 1978 Affandi diberi penghargaan piagam Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama dari Presiden Soeharto atas jasa – jasanya untuk negara terutama di bidang seni dan dibangun sebuah Sejarah Museum Affandi . Tahun 1984 di Houston, Texas ia menggelar pameran bersama dengan pelukis besar lainnya dari Indonesia yaitu S. Sudjojono dan Basuki Abdullah. Tahun 1986 dalam biografi Affandi menjadi anggota Dewan Penyantun Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, dan pada tahun 1987 kembali mengadakan pameran tunggal dalam rangka ulang tahun yang ke 80 sekaligus meresmikan penggunaan Gedung Pameran Seni Rupa milik Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jalan Medan Merdeka Timur Jakarta, yang saat ini namanya diganti menjadi Galeri Nasional, Pada akhir tahun 1980an kesehatan Affandi mulai sering mengalami gangguan, bahkan ia sudah menggunakan kursi roda pada pembukaan pameran tesebut. Namun semangatnya untuk melukis masih membara dengan mendemonstrasikan cara melukis potret diri yang disebutnya tenggelam di pusaran tujuh matahari. Karya tersebut dihadiahkan kepada Pemerintah RI melalui Mendikbud Prof. Dr. Fuad Hassan. Kemudian Affandi juga mendapatkan penghargaan dari Badan Koordinasi Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI) yang diberikan di Istana Negara langsung oleh Presiden Soeharto. Dilanjutkan dengan dibangunnya Museum Affandi yang bertempat di sisi kali Gajah Wong Yogyakarta. Affandi meninggal dunia pada 23 Mei 1990, dalam usia 83 tahun.