JAKARTA, Indonesiar.com – Dalam beberapa waktu terakhir, omnibus law memicu banyak perdebatan di tingkat nasional. Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu. Omnibus law ini sejatinya lebih banyak kaitannya dalam bidang kerja pemerintah di bidang ekonomi. Yang paling sering jadi polemik, yakni ombinibus law di sektor ketenagakerjaan yakni UU Cipta Lapangan kerja.

Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.

Omnibus law juga bukan barang baru. Di Amerika Serikat, omnibus law sudah kerap kali dipakai sebagai UU lintas sektor. Ini membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa UU sekaligus. Omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill.

Pemerintahan Presiden Jokowi sendiri mengidentifikasi sedikitnya ada 74 UU yang terdampak dari omnibus law. “Nah ini mohon didukung, jangan dilama-lamain, jangan disulit-sulitin. Karena, ini sekali lagi untuk cipta lapangan kerja,” kata Jokowi seperti dikutip dari laman Setkab, Selasa (18/2/2020). Artinya, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Ditargetkan bisa dibahas di Desember 2019, draft RUU Omnibus Law molor dan baru secara resmi diserahkan pemerintah pada DPR untuk dibahas pada pekan lalu.

Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR. Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait. Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Salah satunya sektor ketenagakerjaan.

Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan. Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK. Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.

Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami penyusutan. Di dalam omnibus law, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.

Melalui draf RUU ini juga, pemerintah berencana mewajibkan perusahaan besar untuk memberikan bonus kepada pekerjanya. Aturan mengenai pemberian gaji ini diatur dalam Pasal 92 tentang penghargaan lainnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kalau kehadiran omnibus law bisa meredam gejolak ekonomi global sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen. “Akhir kuartal 2019 lalu, pertumbuhan konsumsi kita sedikit di bawah 5 persen dengan pertumbuhan investasi hanya tumbuh 4,06 persen (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB).

Padahal kami sebagai Menteri Keuangan sebelumnya sempat mengharapkan pertumbuhan investasi itu bisa mencapai 6 persen,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (17/2/2020). Namun demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut pun optimistis dalam memandang prospek perekonomian Indonesia di 2020.

Meski di awal tahun perekonomian dunia telah diliputi oleh ketidakpastian salah satunya dengan wabah virus corona yang menyebar dengan begitu cepat. “Kami benar-benar berharap tahun 2020 akan menjadi sedikit lebih optimistis seperti yang telah dinyatakan oleh banyak institusi,” ujar Sri Mulyani.