Peneliti senior Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo mengungkap bahwa tinggi badan manusia pigmi Flores yang rata-rata hanya 148 cm terjadi karena adaptasi dengan lingkungan, bukan karena ada keterkaitan dengan gen manusia kerdil purba Homo Floresiensis.
“Tinggi badan manusia pigmi terjadi karena adaptasi dan seleksi alam. Evolusi ukuran tubuh yang mengecil pada mamalia besar yang terisolasi di pulau-pulau merupakan suatu fenomena umum,” ucap Herawati di Jakarta, Senin, 6 Agustus 2018.
Dia mengatakan adaptasi terjadi karena di sekelilingnya sumber makanan terbatas, sehingga perlahan tubuhnya berupaya mengecil agar asupannya dapat disesuaikan.
Genom pigmi menunjukkan adanya bukti seleksi pada gen yang memberi informasi untuk enzim yang terlihat dalam metabolisme asam lemak yaitu FADS (Fatty Acid Desaturase) atau asam lemak desaturase.
Gen-gen ini telah dikaitkan dengan adaptasi diet pada populasi lain termasuk suku Inuit di Greendland.
“Jika dilihat ada kesamaan FADS pada suku Inuit di Greendland dengan manusia pigmi. Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu di masa lalu yang menyebabkan pola makan mereka berubah,” kata Herawati.
Manusia pigmi atau manusia berperawakan pendek modern Flores yang tinggal di Dusun Rampasasa ternyata tidak memiliki keterkaitan dengan manusia kerdil purba Homo floresiensis.
“Secara genetik, populasi Rampasasa tidak berbeda dengan populasi manusia Indonesia lainnya,” kata Herawati, yang bersama delapan peneliti lainnya dari 11 institusi telah melakukan perunutan DNA dan menganalisa genom populasi pigmi di dusun Rampasasa.
Para peneliti memeriksa DNA dari 32 orang yang tinggal di Dusun Rampasasa, bagian dari Desa Wai Wulu, Kecamatan Wai Rii, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Dusun tempat mereka tinggal letaknya sangat berdekatan dengan gua Liang Bua, tempat fosil rangka manusia purba Homo floresiensis ditemukan pada 2004.
Manusia pigmi modern memiliki tinggi rata-rata 148 cm sementara manusia Homo Floresiensis memiliki tinggi rata-rata 106 cm.
Meski berperawakan sama pendek, keduanya tidak memiliki hubungan.
Manusia pigmi modern memiliki DNA dari fosil manusia purba lainnya yaitu Neanderthal dan Denisovans, mirip dengan populasi lain di Asia Tenggara dan Melanesia.
Oleh sebab itu asal usul dan hubungan hobbit Flores, Homo floresiensis masih menjadi misteri. Untuk mengetahui asal-usulnya maka harus dilakukan kunjungan kembali dan meneliti DNA dari fosil Homo floresiensis.
Hanya saja, untuk melakukan penelitian tersebut tidaklah mudah, meski fosilnya masih ada, DNA yang didalamnya bisa saja sulit diisolasi karena DNA tidak dapat tersimpan dengan baik diiklim tropis.
ANTARA