Tiochiu adalah salah satu dari berbagai suku asli etnis Tionghoa yang ada di Indonesia. Pada zaman dahulu, suku Tiochiu di Indonesia berasal dari Provinsi Fujian dari abad ke-9 sampai 15, mereka berpindah ke bagian pesisir Guangdong dikarenakan kelebihan populasi. Dengan berpisah dari grup Fujian Selatan, orang Tiochiu di Guangdong bertetangga dengan daerah orang Kanton dan Hakka, kedua grup ini akhirnya memberi pengaruh terhadap bahasa Tiochiu.
Awalnya sebagai desa nelayan, Shantou, (Ejaan lama: Swatow) adalah daerah asal orang Tiochiu di Provinsi Guangdong. Pada tahun 1860 Swatow menjadi pelabuhan perjanjian. Kota ini berkembang menjadi pusat distribusi berbagai komoditas dagang, termasuk opium.
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap pekerja kontrak, orang-orang di Swatow mulai ikut direkrut sebagai pekerja kasar atau kuli, terutama setelah Perang Opium Kedua. Pusat pengiriman kuli yang sebelumnya di Amoy, kini beralih ke Swatow. Dari sinilah para pekerja mulai berangkat, keluar masuk Tiongkok untuk mengerjakan berbagai pekerjaan dan mengirimkan uang hasil kerja kepada kampung halaman mereka.
Faktor-faktor lain seperti bencana alam, penyakit dan kelaparan juga menjadi faktor keluarnya orang Swatow pada masa lalu untuk bekerja dan mencari peruntungan ke luar negeri. Kedua kelompok, Hokkian dan Tiochiu, merupakan yang paling banyak pergi ke Asia Tenggara.
Banyak yang mulai bekerja atau mengusahakan bidang pertambangan, perkebunan atau perdagangan di Indo-Cina, Siam, Malaya, Singapura, Kalimantan, Filipina, Hindia Belanda, Hawaii, Polinesia Prancis, Papua Nugini, Peru, Australia, hingga benua Amerika. Kemajuan Swatow didukung oleh perdagangan opium, pekerja kontrak serta keuntungan investasi dan sumbangan orang-orang yang berepatriasi
Leluhur-leluhur perantau yang menjadi cikal bakal orang Tionghoa Indonesia hampir semuanya berasal dari pesisir tenggara Tiongkok, seperti provinsi Guangdong, Fujian dan Hainan. Ini dapat dimengerti karena sejak 1400 tahun yang lalu, pesisir tenggara Tiongkok telah ramai disinggahi pedagang-pedagang lewat laut.
Di Indonesia, biasanya kita dengar ada sebutan orang Hokkian, Tiochiu dan sebagainya. Banyak orang sering salah kaprah bahwa sebutan ini adalah sebutan untuk suku di Tiongkok. Bila mau dikelompokkan sebagai suku, maka seluruh orang Tionghoa di Indonesia masih tergolong sebagai suku Han.
Tiochiu adalah sebuah kabupaten di bawah provinsi Guangdong. Orang asal Snuatao, Snuaboi (Hailok Hong) dapat dikelompokkan sebagai orang Tiochiu. Tiochiu dibedakan dari Hokkian atau Konghu sebenarnya karena faktor dialek, yang mana walaupun masih tergolong kepada dialek Min (Hokkian), namun dipengaruhi sedikit oleh dialek Kanton. Kesamaan dialek Tiochiu dengan dialek Hokkian sekitar 50% dan dengan dialek Kantonis sekitar 40%.
Bahasa Tiochiu, Tiociu, teochew atau diojiu pinyin: Cháozhōu; Wade-Giles: Ch’ao²-chou¹; kadang juga dieja sebagai Chiu Chow di Amerika Serikat dan Hong Kong) adalah bahasa Orang Tiochiu.
Bahasa ini termasuk ke dalam rumpun bahasa Sino-Tibet. Bahasa ini berkerabat dengan bahasa Hokkien (Tiochiu dan Hokkien/Min-nan diklasifikasikan dalam rumpun Min) dan penutur kedua bahasa dapat cukup mengerti kedua bahasa meski tidak seluruhnya.
Bahasa Tiochiu adalah Bahasa Hokkien yang dipengaruhi oleh Bahasa Kantonis dikarenakan letak geografisnya yang berada di utara provinsi Guangdong dekat perbatasan provinsi Fujian.
Orang-orang Tiochiu di Indonesia berasal dari berbagai kota di Provinsi Guangdong, Republik Rakyat Tiongkok, antara lain: Jieyang, Chaozhou (ejaan Tiochiu: Tio-chiu) dan Shantou. Daerah asal orang Tiochiu biasa disebut sebagai Chaoshan, gabungan dari kata Chaozhou dan Shantou.
Penduduk asli provinsi Guangdong yang berbahasa Yue, menyebut penutur Tiochiu sebagai orang Hoklo. Di Indonesia, terdapat banyak penutur Tiochiu di Pontianak dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat; Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Utara dan Sumatra Selatan. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda.