Patah hati adalah hal yang menyakitkan bagi siapa saja yang pernah merasakannya, khususnya pria. Memang, tak selamanya setiap hubungan percintaan akan berlangsung secara menyenangkan. Beberapa kisah bisa berakhir dengan patah hati.
Berita buruknya, patah hati atau tekanan emosional cukup parah berpotensi memicu kondisi menyerupai penyakit serangan jantung, dimana menimbulkan kerusakan jangka panjang pada jantung. Benarkah demikian?
Takotsubo cardiomyopathy atau dalam bahasa sederhananya sindrom patah hati biasanya dipicu oleh pengalaman traumatis,misalnya saja hubungan Anda dan pasangan berakhir. Dalam kondisi yang lebih parah, otot jantung menjadi lemah dan tidak lagi berfungsi dengan optimal.
Bila pada penelitian terdahulu menyebutkan kerusakan yang terjadi hanya bersifat sementara, para ilmuwan di University of Aberdeen kini membantah hasil penemuan tersebut. Mereka menemukan fakta, bahwa efek patah hati dapat bersifat permanen seperti serangan jantung.
Berdasarkan sebuah studi yang disokong oleh British Heart Foundation (BHF), tim dokter memeriksa sebanyak 37 pasien Takostubo selama sekitar kurun waktu dua tahun, melalui cara pemindaian ultrasound dan MRI. Penemuan yang dipresentasikan di American Heart Association Scientific Sessions, California ini menyatakan, para pasien mempunyai kerusakan yang sedikit mustahil untuk diobati pada jaringan otot jantung karena berkurangnya elastisitas. Kurangnya elastisitas membuat jantung tidak bisa berdenyut secara maksimal.
Menurut Profesor Jeremy Pearson, Associate Medical Director BHF, takotsubo cardiomyopathy merupakan jenis penyakit yang dapat menyerang seseorang dalam kondisi sehat dengan efek merusak. “Kami pernah menduga, dampak dari penyakit yang mengancam jiwa ini sifatnya hanya sementara. Kendati demikian, sekarang kami melihat bahwa efeknya terus berpengaruh kepada seseorang selama sisa hidup mereka,” tutur Pearson.
Ia juga menambahkan, sampai saat ini belum ada perawatan jangka panjang untuk pasien penderita sindrom patah hati. Karena sebelumnya, para petugas medis mengira seluruh penderitanya bisa sembuh total. “Penelitian terbaru kami menunjukkan, ada efek jangka panjang pada kesehatan jantung. Hal itu menjadi peringatan bagi kita agar merawat pasien menggunakan cara yang menyerupai pasien dengan risiko mengalami gagal jantung,” ujarnya.