Limbah padat yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lain harus dikelola dengan baik supaya tidak berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Oleh karena itu Kantor Lingkungan Hidup Kulon Progo mengelar sosialisasi Meminimalisasi Limbah Rumah Sakit dengan Pola 3R melalui Sistem Disinfeksi. Sosialisasi ini diikuti oleh peserta dari puskesmas, rumah sakit dan pihak terkait pengelolaan limbah rumah sakit. Sosialisasi dibuka secara resmi oleh Asisten Perekonomian Pembangunan dan SDA, Triyono, SIP, MSi di aula Geding Kaca, Kamis (12/5/2016).
Menurut Triyono, tidak semua limbah medis termasuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), bahkan jika diteliti hanya sekitar 20% dari limbah medis yang termasuk B3. Tetapi justru yang 20% ini yang harus diperhatikan karena memiliki dampak yang luar biasa jika tidak dikelola dengan baik.
“Sehingga menjadi concern kita di pemkab Kulon Progo untuk mengelola limbah B3 medis dengan sebaik-baiknya. Di RS Wates, untuk mengelolanya limbah padat dikumpulkan, dimusnahkan, bekerja sama dengan pihak ketiga. Melalui pola 3 R, bahkan tidak hanya 3R, tetapi juga 4 R bahkan 5R, yaitu reduce, reuse, recycle, replace (mengganti), dan replant (menanam kembali),” kata Triyono.
Dirinya berharap tidak ada lagi limbah medis padat yang dibuang sembarangan dan diperjual belikan secara sembunyi-sembunyi karena bisa membahayakan kesehatan serta berurusan dengan pihak hukum. Selain itu diharapkan terbentuknya database limbah yang berguna sebagai bahan kajian di masa depan oleh pemerintah pihak terkait, maupun pelaku usaha. Untuk itu bisa dilakukan kerjasama saling menguntungkan dalam hal distribusi hasi pemrosesan dan pengawasan yang ketat supaya limbah tidak digunakan tempat makanan.
Sementara Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Ir. Suharjoko MT menjelaskan bahwa saat ini terdapat kurang lebih 43 fasilitas medis di Kulon Progo. Tentunya semuanya menghasilkan limbah medis. Menurutnya semua limbah B3 sebenarnya bisa dikelola oleh pelaku sendiri kalau memungkinkan atau dilakukan oleh pihak ketiga. Selama ini pihak ketiga yang menangani limbah medis di RS dari PT Medivest, Karawang.
“Pola pengolahan limbah ini diharapkan dapat diikuti dengan baik sehingga bisa mengurangi beban bagi rumah sakit, dan yang penting lagi adalah pengolahan tersebut pro lingkungan,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, dr. Bambang Haryatno, M.Kes menjelaskan bahwa sebenarnya di Kulon Progo sudah ada 3 fasilitas medis yang memiliki incinerator untuk membakar limbah medis, yaitu Puskesmas Galur 2, Puskesmas Pengasih 2, dan Puskesmas Lendah.
Tetapi dengan adanya persyaratan perijinan yang harus dipenuhi, sementara fasilitas tersebut dibekukan sambil melihat perkembangan ke depan.
Dirinya berharap perilaku-perilaku yang tidak sejalan dengan aturan yang ada, kembali ditertibkan dan semua instalasi fasilitas kesehatan yang ada di Kulon Progo melaporkan proses-proses pengelolaan limbah di instansi masing-masing secara tertib. Fasilitas kesehatan yang mengeluarkan limbah harus punya tanggung jawab agar apa yang dikeluarkan betul-betul aman tidak menimbulkan efek yang buruk pada masyarakat.
“Limbah yang dikeluarkan harus jadi kewaspadaan, sehingga harus membuat SOP yang benar,” katanya. Giri Darminto, Kabid Standarisasi Teknologi dan Pengujian Kementerian KLH dan Kehutanan membacakan sambutan Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir. Noer Adi Wardojo, M.Sc membenarkan bahwa tidak semua limbah rumah sakit itu termasuk limbah B3, misalnya limbah botol infus bekas yang berasal dari infus makanan dan/atau obat dapat dilakukan pemanfaatan kembali (daur ulang) dan dinyatakan sebagai limbah non B3 dengan syarat, telah dilakukan disinfeksi kimiawi dan/atau termal dan dicacah dan tidak dilakukan pemanfaatan kembali (daur ulang) untuk produk yang dikonsumsi.
Penasihat DPP Asosiasi Pengusaha Daur Ulang Plastik Indonesia F Cahyo Rindani menjelaskan bahwa dengan pengelolaan yang benar, pengusaha daur ulang plastik sebenarnya telah membantu pemerintah seperti Kantor Lingkungan Hidup dengan mengawasi peredaran limbah medis padat seperti infus (LDPE) dan jerigen (HDPE). Selain itu juga memperkecil kebocoran akibat praktek jual beli yang tidak legal, mengurangi pencemaran akibat pembuangan sisa limbah cair, dan mengumpulkan data jumlah limbah terkumpul melalui pelaporan secara berkala. Di sisi lain juga membantu pemerintah (Dinkes) dalam memantau peredaran limbah medis padat (infus dan jerigen) dengan memberikan data statistik pemanfaatan limbah medis padat melalui pelaporan secara berkala. Pelaksana daur ulang juga membantu pelaku jasa pelayanan medis terhindar dari jerat hukum akibat praktek peredaran limbah medis padat, disamping itu juga untuk mengurangi beban biaya akibat proses pemusnahan limbah medis padat oleh pihak ketiga.