Negara yang maju itu bisa terwujud karena memilki masyarakat yang kuat dan modern. Masyarakat yang modern itu terwujud jika terciptanya keharmonisan setiap keluarga yang ada dilingkungan masyarakat stersebut. Oleh sebab itu negara memberikan perhatian tersendiri untuk membantu kaum wanita Indonesia. Karena realitanya, kaum wanitalah yang menjadi penentu kesuksesan setiap keluarga, baik dalam mencari nafkah, merawat suami, merawat orang tua dan merawat anak.
Seyogyanya, Hubungan suami istri bukanlah hubungan “Atasan dengan Bawahan” atau “Majikan dan Buruh” ataupun “Orang Nomor satu dan orang belakang”, namun merupakan hubungan pribadi-pribadi yang “demokratis”, pribadi-pribadi yang menyatu kedalam satu wadah kesatuan yang utuh yang dilandasi oleh saling membutuhkan, saling melindungi, saling melengkapi dan saling menyayangi satu dengan yang lain untuk sama-sama bertanggungjawab di lingkungan masyarakat dan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sebenarnya telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga guna menyikapi maraknya fenomena KDRT yang terjadi di masyarakat. Pemerintah menilai setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Setiap warga negara, termasuk perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
Dari sekian banyak faktor yang memicu terjadinya KDRT, perlu kita pahami bahwa pentingnya konsep kesetaraan dalam keluarga adalah kunci dalam menghentikan tindak KDRT. Nilai-nilai ini semestinya bisa dikomunikasikan di awal pembentukan keluarga yakni pada jenjang pernikahan. Perlu adanya komitmen yang kuat yang terbangun baik dalam pribadi laki-laki maupun perempuan, untuk mengemban semua konsekuensi yang hadir ketika formasi keluarga telah terbentuk. Komitmen yang telah terbentuk tersebut diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah di antara suami dan istri yang berimplikasi pada keutuhan keluarga, sehingga kasus KDRT pun dapat tereliminasi.
Menyikapi tingginya kasus KDRT di Indonesia, Kemen PPPA menginisiasi berbagai program, diantaranya rumah tangga tangguh. Kemen PPPA menyasar target edukasi pada pasangan-pasangan yang sedang mempersiapkan pernikahan (pra nikah) untuk mencegah tindakan kekerasan yang akhirnya berujung perceraian. Rumah tangga tangguh diharapkan dapat melahirkan anak-anak yang berkualitas sebagai generasi penerus bangsa, dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mendukung program keluarga tangguh, meningkatkan pendidikan, pengetahuan, dan mengubah pola pikir pasangan yang akan menikah tentang konsep keluarga harmonis. Kemen PPPA juga akan melakukan edukasi sejak dini kepada anak-anak sekolah, terutama remaja puteri sebagai persiapan untuk menjalani kehidupan pernikahan dan rumah tangganya kelak.
Pelibatan pihak ketiga dalam proses mediasi ketika terjadi penangan permasalahan KDRT diperlukan, jika tidak bisa ditangani, segera laporkan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) atau ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres setempat. Jangan menunggu hingga kasusnya terlalu fatal sehingga sulit untuk diselesaikan. Catatkan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) agar bisa dilindungi oleh negara berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.