Indonesiar.com, Pacitan. Bagi kebanyakan orang, hidup berpoligami apalagi menyatu dalam satu rumah sangat sulit dilakukan. Berbuat adil pada kedua istri dirasa adalah hal yang paling sulit.

Namun tidak demikian dengan yang dilakukan Suyanto, mualaf keturunan Tionghoa yang bertempat tinggal di Dusun Jambu Kulon, Desa Bangunsari, Kecamatan/ Kabupaten Pacitan ini. Dia bisa menyatukan kedua istrinya dalam satu rumah. Dia berbagi tips bagaimana dia menjalani kehidupan poligaminya dalam satu rumah.

Hidup poligami itu sudah dia jalani sejak tahun 2010 lalu. Tahun itu, meski sudah memiliki seorang istri dia menikahi seorang gadis dari Tulakan, Kabupaten Pacitan yang bernama Indriani.

Perkawinan pertamanya sendiri sudah berlangsung pada tahun 2003 lalu. Dari istri pertamanya, Ely Triyani, dia dikaruniai lima orang anak. Sedangkan dari perkawinan keduanya, Indriani, memiliki tiga orang anak.

“Semua harus didasarkan pada ilmu. Sebab tanpa keilmuan, kehidupan ini tidak akan bisa berjalan seperti yang dikehendaki Allah SWT,” ujar Suyanto yang akrab dipanggil Yanto ini berkisah pada Indonesiar.com, Jumat (8/5).

Yanto yang bekerja sebagai pengusaha kelontong ini mengakui, bukan hal yang mudah menjalani kehidupan dengan dua orang istri dalam satu rumah. Apalagi berlaku adil untuk kedua istrinya. Bagi Yanto, tidak ada manusia yang bisa berbuat adil dalam menjalani kehidupan berpoligami.

“Keadilan itu hanya milik Allah. Namun yang terpenting bagaimana kita bisa mengambil hikmah dan barokahnya di balik kehidupan berpoligami ini,” tutur warga keturunan Tionghoa ini pada kami.

Menurut dia, kunci terpenting dalam menjalani kehidupan berumah tangga, yaitu menghindari percekcokan. Sebab hal itu akan menjauhkan dari rezeki dan keberkahan. “Jangankan dua istri, satu istri pun, kalau selalu cekcok pasti rezeki akan menjauh,” terang mualaf asal Banyuwangi ini.

Saat dikonfirmasi, Ely Triyani, istri pertama Yanto menyatakan bersyukur sampai saat ini kehidupannya baik-baik saja meski dimadu dengan wanita lain pilihan suaminya itu. Ia tak menampik, sebagai seorang wanita rasa cemburu itu tetaplah ada.

“Saya jalani dengan ikhlas, seperti air mengalir. Kalau soal cemburu, pasti ada. Namun yang terpenting, semua itu saya kembalikan ke Al-Qur’an sebagai tuntunan kami. Insyaallah hidup ini akan selalu tenang serta damai,” jelas dia dengan tersipu.

Ely juga mengaku, kalau suaminya sangat bijak dalam membagi waktu untuk istri tua dan istrinya yang muda. Yang pasti, keduanya saling mengisi dan melengkapi. “Bapak selalu berupaya yang terbaik dalam membagi waktu untuk saya dan istri mudanya,” terang dia.