Kisah ini dimulai sebagai persahabatan antara dua wanita dari latar belakang yang sangat berbeda: – Amy Blair, seorang pendatang dari Amerika Serikat, dan Kak Ana, seorang ibu tunggal di Malaysia yang mengajar Bahasa Melayu-nya.

Setelah menyadari bahwa Ana dapat menjahit kain menjadi pakaian dan syal yang indah, Amy terinspirasi untuk membuka Batik Boutique pada tahun 2013.

Perusahaan sosial memproduksi pakaian batik, hadiah, syal, dan kantong. Ini bertujuan untuk memberikan penghasilan yang adil dan berkelanjutan bagi perempuan yang hidup dalam kondisi perkotaan miskin di Kuala Lumpur, Malaysia. Hingga saat ini, mereka telah melatih sekitar 29 penjahit, 10 di antaranya sekarang mendapatkan penghasilan yang berkelanjutan.

Kebanyakan orang tua bermimpi melihat anak-anak mereka berhasil dalam hidup. Tetapi bagi banyak orang yang hidup dalam kemiskinan, ini tetap tidak mungkin tercapai.

Bagi Kak Noor, ibu dari tujuh anak, standar hidupnya telah meningkat sejak bekerja di Batik Boutique. Dia berkata, “Sekarang saya memiliki pekerjaan, saya memiliki penghasilan sendiri … Saya dapat membantu keluarga.”

Terlepas dari perbedaan budaya mereka, ikatan antara Amy dan penjahit berjalan sangat dalam. Mereka juga berbagi sesuatu yang universal; keibuan. Seperti yang dikatakan Amy, “Mungkin kita tidak mengenakan pakaian yang sama, atau makan makanan yang sama … tetapi pada akhirnya … Saya menginginkan yang terbaik untuk anak-anak saya, dan mereka sama-sama menginginkan yang terbaik untuk mereka anak-anak. “

Pola pikir inilah yang membuat kondisi kerja wanita lebih ramah keluarga. Pusat menjahit, yang terletak di tempat tinggal para wanita, memiliki penitipan anak, yang memungkinkan para wanita untuk bekerja tanpa khawatir tentang anak-anak mereka atau pengaturan perjalanan.

Munirah, penjahit Batik Boutique dan ibu dari dua anak, pada awalnya tidak memiliki keterampilan menjahit. Tetapi setelah pelatihan, dia adalah salah satu penghasil tertinggi di perusahaan.