Home Budaya INDONESIA Kisah ibu indonesia Agama Islam Di Jepang yang Budaya Kafir Minoritas

Kisah ibu indonesia Agama Islam Di Jepang yang Budaya Kafir Minoritas

485
0
indonesiar.com
indonesiar.com

Seorang ibu muslim Indonesia yang bernama Lhaksmi Dewayani penuh dengan kegelisahan saat menghadiri rapat penjelasan di sebuah sekolah dasar di Jepang, pada bulan Februari tahun lalu. Ibu yang berusia 35 tahun itu, harus memberi tahu guru mengenai hal penting yang terkait dengan anak perempuannya yang akan menjadi murid tahun pertama di sekolah daerah Shizuoka pada musim semi saat itu.

Sebagai orang Muslim yang berasal dari Indonesia, ada beberapa makanan dan bahan tertentu yang tidak boleh dimakan anak-anaknya karena alasan agama. Muslim dilarang makan daging babi atau mengkonsumsi alkohol di bawah hukum Islam, dan hanya diizinkan untuk mengkonsumsi daging yang telah disembelih sesuai dengan ajaran Islam.

Dewayani khawatir jika anak perempuannya makan makanan yang berbeda dari anak-anak lain di sekolah, bisa menyebabkan dia diintimidasi atau didiskriminasi oleh anak lain.

Putri saya tidak bisa makan makanan yang mengandung daging babi dan alkohol,” kata Dewayani kepada kepala sekolah.

Bagaimana Anda mengelola makan siang di penitipan anak sebelumnya?” Tanya kepala sekolah kepada ibu tersebut.

Saya membuat menu seperti makan siang yang disajikan di penitipan anak,” jawab Dewayani.

Baiklah, mari kita lakukan hal yang sama di sini,” kata asisten kepala sekolah.

Untuk mencegah kemungkinan keracunan makanan, sekolah tersebut berjanji kepadanya bahwa mereka akan menyimpan kotak makan siang di kulkas sekolah.
(image : Asahi Shimbun)

Dewayani bangun jam 5 pagi setelah menyelesaikan salat setiap hari. Ibu tersebut mulai membuat kotak makan “bento” untuk anak perempuannya dan anak laki-lakinya yang berusia 4 tahun yang pergi ke taman kanak-kanak. Menu satu hari berisi tujuh makanan termasuk burger dengan parutan “daikon” lobak di atas, sup miso dan sebagian sayuran yang diasinkan dengan rumput laut nori yang disebut “isoae.“

Sang ibu memesan daging hamburger yang bersahabat bagi kaum Muslim, langsung dari perusahaan bersertifikat halal yang memproduksi produk makanan olahan di Prefektur Kagoshima. Dia mencacah wortel, jamur berwarna cokelat dan abura age (tahu goreng) yang kemudian memasukkannya ke dalam panci, lalu dicampur dengan pasta miso bebas alkohol. Dengan taburan bubuk rumput laut”aonori” sebagai sentuhan akhir, isoae sudah siap. Satu jam kemudian, dua jenis kotak makan siang terlihat seperti yang disediakan di setiap sekolah.

Pada hari kunjungan di sekolah dasar, ibu dari seorang anak laki-laki duduk yang di sebelah putri Dewayani berkata kepadanya, “Anak saya selalu mengatakan bahwa kotak makan siang anak perempuan Anda terlihat lezat.” Anak perempuan Dewayani juga mengatakan kepada ibunya bagaimana teman sekelasnya membicarakan makan siangnya, dengan mengatakan, “teman sekelas saya sering mengatakan kepada saya bahwa mereka iri dengan kotak makan siang yang telah Ibu buat.“

Namun, sang ibu masih merasakan sedikit kegelisahan tentang bagaimana perasaan anak-anaknya tentang kotak makan mereka yang berbeda dengan anak-anak lain.

Pada bulan Januari, liburan sekolah musim dingin berakhir. Dewayani terkadang membuat menu yang sama untuk kotak makan anak laki-laki dan anak perempuannya karena terlalu lelah untuk membuat dua menu yang berbeda setelah bekerja paruh waktu setiap hari.

Maaf, makan siangmu tidak sama dengan temanmu,” katanya sambil menyerahkan kotak makan siang itu kepada anaknya.

Tidak apa-apa,” jawab anaknya sambil tersenyum.

(featured image : Asahi Shimbun)