Dalam menjalankan kehidupan setiap manusia harus berusaha untuk mencapai kesuksesan. Banyak jalan menuju suatu kesuksesan bagi seseorang termasuk lelaki yang bekerja sebagai seorang gigolo. Meskipun banyak pendapat yang menyatakan bahwa pekerjaan sebagai gigolo adalah hal negatif tetapi gigolo juga memiliki hak untuk sukses. Ingin tau kisahnya? Bacalah kisah sukses gigolo yang satu ini.

Saat awal kuliah dulu, saya pernah berkenalan dengan seorang wanita di sebuah kafe. Awalnya kami saling lirik dan senyum-senyum, beliau mungkin tidak enak mau menyapa karena saat itu saya sedang bersama seorang teman.

Saat teman saya pergi ke toilet, wanita itu memanggil pelayan untuk meminta bill, lalu berjalan ke arah meja kami. Pada saat lewat, secara sambil lalu dia meletakkan sebuah kertas tissue di depan saya. Saya membukanya dan ternyata itu adalah sebuah nomor telepon.

Skip-skip, malamnya saya menelepon nomor tersebut dari sebuah wartel. Awal tahun 2000 harga handphone dan pulsa masih mahal, apalagi untuk seorang mahasiswa seperti saya.

Kami sering bicara di telepon dan akhirnya menjadi dekat. Dia sudah menikah, suaminya adalah seorang pengusaha yang memiliki beberapa cabang di kota lain sehingga sering bepergian keluar kota.

Dia beberapa kali mengajak saya ketemuan. Kadang menemani pergi belanja, kadang ngobrol di kafe, kadang nonton film di bioskop. Dia bahkan membelikan saya hp, baju, sepatu dan barang-barang lain yang rasanya sulit untuk bisa saya beli dengan uang saku sendiri pada waktu itu.

Hubungan kami sudah berjalan kira-kira 2.5 bulan, sampai akhirnya pada suatu malam dia menelepon saya, dan meminta saya untuk menemaninya di rumah karena suaminya sedang keluar kota.

Sayapun datang ke rumahnya, kami lalu mengobrol, nonton TV, dan akhirnya dia mengajak saya untuk menemani tidur.

Kejadian malam itu terjadi berulang kali setiap kali suaminya pergi keluar kota. Terus terang saja, sebagai seorang lelaki yang saat itu masih berusia 19 tahun, saya sangat menikmatinya. Usianya saat itu terpaut 14 tahun lebih tua dari saya tapi masih cantik dan terawat, tidak menor, bukan tipe tante-tante yang sering digambarkan dalam sinetron. Oya, saya memanggilnya “mbak” karena dia melarang saya memanggilnya “tante”.

Saya melayaninya rata-rata 3 atau 4 kali dalam seminggu, kadang bisa lebih terutama kalau kami menginap baik di rumahnya maupun di hotel. Semua kebutuhan saya dipenuhi olehnya.

Hubungan kami berlangsung sekitar 4 tahun, sampai saya harus pergi meninggalkan kota tempat kuliah untuk mencari pekerjaan di kota lain.

Ok saya sadar bahwa menurut ukuran normal, apa yang pernah saya lakukan bisa dikategorikan sebagai “gigolo”, tapi saya tidak menjual jasa kepada siapa saja yang butuh dengan bayaran uang.

Saya rasa kebanyakan “gigolo” lain juga sama, kami lebih suka menjadi “piaraan” satu orang karena lebih aman dan lebih terjamin. Semua kebutuhan baik ekonomi maupun biologis juga terpenuhi.

Hubungan semacam ini juga tidak melulu soal sex, tapi lebih kepada hubungan personal seperti nemenin belanja, nemenin ke salon dan sebagainya.

Berapa kali dalam semalam? hmm…. saya hanya dengan satu orang, waktu itu seingat saya bisa 3 kali, maksimal. Dan paginya setelah bangun tidur satu kali lagi. Tapi itu dulu, waktu saya masih muda. Sekarang sih tidak bisa lagi 3 kali dalam semalam….