Menikah adalah pilihan hidup bagi seseorang yang telah dewasa dan siap lahir dan bathin, karena pernikahan bukanlah hal yang mudah akan tetapi perlu ilmu untuk menjalaninya. Nah, terkadang pilihan gadis atau janda memang menjadi sebuah pilihan laki-laki. Sampai muncul kalimat “Janda lagi naik daun, gadis gulung tikar”.
Nabi shallallahu alaihi wasallam menikahi janda, baik yang cerai maupun ditinggal mati suaminya
Dalam sejarah yang terdapat di sirah nabawiyah, pada kenyataanya Nabi shallallahu alaihi wasallam justru banyak menikahi janda. Hanya Aisyah satu-satunya gadis yang dinikahi rasulullah. Itu pun bukan pada pernikahan pertama Rasulullah. Di awal pernikahan nabi, pilihan nabi jatuh pada seorang janda berakhlak karimah. Siapa lagi kalau bukan Khadijah.
Ingat, saat itu Khadijah bukanlah janda kembang yang tanpa anak, akan tetapi beliau dalam posisi sudah punya tiga anak. Bayangkan, di saat pernikahan Rasulullah di usianya 25 tahun, nabi malah menikahi janda yang sudah punya anak. Artinya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berperan juga sebagai bapak tiri. Inilah hebatnya nabi.
Bila dikumpulkan data dari sirah nabawiyah, nabi menikahi janda dalam dua keadaan.
Pertama, janda yang ditinggal mati suaminya.
Kedua, janda karena perceraian. Dan kedua hal tersebut baik adanya. Jangan sampai salah, gara-gara janda dicerai suami, lalu diidentikkan dengan istri yang nakal dan berakhlak buruk. Astagfirullah ini sebuah asumsi yang sangat-sangat salah.
Kebanyakan , khususnya laki-laki yang sudah layak menikah, mereka tidak suka menikahi janda yang sudah punya anak hanya menikahi janda kembang saja yang tidak memiliki anak. Oleh karena itu, dalam memilih itu harus pakai ilmu jangan hanya hawa nafsu semata karena akan jadi repot nantinya.
Antara gadis atau janda tidak masalah pokok utamanya pondasi agama, apabila agamanya baik maka akan baik semuanya. Semua ada kekurangan dan kelebihannya.
Ada ungkapan sebagian orang “Uang istri adalah uang istri uang suami uang istri “, inilah istilah yang dijadikan pegangan seorang istri yang serakah,ini tabiat yang terlihat lebih mencintai dunia. Padahal bukan ini yang islam ajarkan
“Uang Istri adalah Hak Istri, uang suami ada hak nafkah untuk istri” inilah yang diajarkan dalam islam setiap nafkah dari suami ada hak nafkah istri (seperti kebutuhan rumah tangga dan keperluan istri sisanya hak suami)
Perbedaan antara janda dan gadis yang sedikitnya saya ketahui.
Seorang gadis cenderung sikap egois tinggi, senang jalan-jalan dan apabila tidak memahami ilmu dalam rumah tangga selalu ingin mengatur segalanya, tidak bisa mengendalikan keadaan dalam merawat anak, ketika moment pernikahan dihadapi harus melayani, menyiapkan kebutuhan anak dan suami yang cenderung banyak mengeluh karena memang ketika gadis tidak pernah melakukan bersih-bersih rumah.
Begitupun seorang janda, janda memiliki masa lalu dengan pernikahannya yang pertama dan tidak mungkin dilupakan begitu saja, seorang laki-laki harus jauh lebih baik dari suaminya yang dulu karena sudah tabiat seorang wanita memiliki sifat mengungkit masa lalu.
“Dulu suami saya gini dan gitu, kok sekarang gak pernah“ suami berusaha memahami keadaan secara bertahap. Seorang janda lebih bisa memahami anak dikarenakan sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal mengurus rumah tangga.Namun ada keutamaan menikahi seorang janda. Dari Abu Hurairah, berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الساعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالذِي يَصُوْمُ النهَارَ وَيَقُوْمُ الليْلَ
“Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.”(HR. Bukhari no. 5353 dan Muslim no. 2982)
Menikahi Janda ataukah Gadis?
Walau memang menikahi gadis ada keutamaannya. Namun menikahi janda tidak boleh dipandang sebelah mata. Bahkan ada pria yang membutuhkan janda dibanding gadis. Semisal seorang pria ingin mencari wanita yang lebih dewasa darinya sehingga bisa mengurus adik-adiknya.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia pernah berkata,
تَزَوجْتُ امْرَأَةً فِى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ –صلى الله عليه وسلم– فَلَقِيتُ النبِى –صلى الله عليه وسلم– فَقَالَ « يَا جَابِرُ تَزَوجْتَ ». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « بِكْرٌ أَمْ ثَيبٌ ». قُلْتُ ثَيبٌ. قَالَ « فَهَلا بِكْرًا تُلاَعِبُهَا ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِن لِى أَخَوَاتٍ فَخَشِيتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِى وَبَيْنَهُن. قَالَ « فَذَاكَ إِذًا. إِن الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ »
“Aku pernah menikahi seorang wanita di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pun bertanya, “Wahai Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Ia menjawab, “Iya sudah.” “Yang kau nikahi gadis ataukah janda?”, tanya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun menjawab, “Janda.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kenapa engkau tidak menikahi gadis saja, bukankah engkau bisa bersenang-senang dengannya?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki beberapa saudara perempuan. Aku khawatir jika menikahi perawan malah nanti ia sibuk bermain dengan saudara-saudara perempuanku.
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu berarti alasanmu. Ingatlah, wanita itu dinikahi karena seseorang memandang agama, harta, dan kecantikannya. Pilihlah yang baik agamanya, engkau pasti menuai keberuntungan.” (HR. Muslim no. 715)
Namun dengan catatan di sini tetap memandang janda yang punya agama dan akhlak yang baik, bukan sembarang janda.