Ada perselisihan di kalangan sejarawan Jepang tentang pertanyaan sekolah mana yang pertama kali menerapkan seragam pelaut. Sejarawan pada umumnya mengakui bahwa pelopor seragam pelaut adalah Sekolah Putri Fukuoka yang menerapkannya pada tahun 1921. Kemudian, beberapa tahun yang lalu perusahaan penjahit seragam sekolah Tombow melakukan penelitian
arsip dan menemukan bukti penggunaan seragam pelaut pada tahun 1920, setahun lebih awal, oleh Sekolah Putri Heian di Kyoto.
Walaupun begitu, para sejarawan kira-kira sepakat bahwa ciri-ciri seragam pelaut yang diterapkan oleh Sekolah Putri Fukuoka lebih serupa dengan seragam masa kini dibanding seragam oleh Sekolah Putri Heian. Lagi pula penggunaan seragam tersebut oleh Sekolah Putri Heian diberhentikan setelah lima tahun, sedangkan Sekolah Putri Fukuoka sampai kini masih menggunakan seragamnya.
Penggunaan seragam pelaut berasal dari penerapannya oleh Angkatan Laut Britania Raya pada tahun 1857. Kekuasaan Angkatan Laut Britania Raya di laut-laut penjuru dunia pada pertengahan sampai akhir abad ke-19 membuat seragam tersebut suatu simbol luasnya pengaruh kerajaan. Lantas, Angkatan Laut Kekaisaran Jepang pun mulai menggunakan seragam pelaut mulai pada tahun 1872.
Kembali ke Jepang, Sekolah Putri Fukuoka pada tahun 1915 menunjuk Elizabeth Lee, seorang guru asal Amerika Serikat, sebagai kepala sekolah yang baru. Para siswi di sekolah sangat mengagumi pakaian-pakaian Ibu Lee yang bergaya pelaut. Para orang tua pun sering memberi masukan kepadanya bahwa anak-anak mereka tidak bisa bergerak dengan mudah saat berolah raga dan beraktivitas ketika memakai pakaian tradisional Jepang yang disebut hakama.
Mendengar keluhan dari siswi-siswinya dan dari para orang tua, Ibu Lee mendapatkan ide untuk mengganti hakama dengan pakaian yang lebih modern. Maka, pada tahun 1921, ia memutuskan bahwa siswi-siswi Putri Sekolah Fukuoka akan menggunakan seragam pelaut seperti yang sering dipakainya.
Usulan Ibu Lee menjadi sangat populer sehingga di tahun kemudian ia bekerja sama dengan penjahit Toko Pakaian Barat Ota di Fukuoka untuk merancang baru seragam sekolah bergaya pelaut yang dilengkapi dengan topi baret. Seragam ini kemudian diterapkan pada beberapa sekolah-sekolah misionaris di Jepang dan menjadi suatu simbol pendidikan Barat (Kristen) di negeri itu.
bagaimana dengan sekolah-sekolah lainnya?
Layak diingat bahwa Jepang mengalami proses modernisasi yang pesat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Suatu dampak dari modernisasi juga penggantian barisan kaum samurai dengan angkatan bersenjata modern yang dilatih oleh perwira-perwira Barat. Dalam jangka waktu 30 tahun setelah pembukaan negara, Jepang menjadi suatu kekaisaran dengan jajaran militer yang tangguh.
Masyarakat Jepang pun mengagumi barisan militer mereka, sehingga tidak lama kemudian sekolah-sekolah putra menerapkan seragam bergaya tentara angkatan darat Jepang. Hal ini terjadi lebih dahulu daripada penerapan seragam bergaya pelaut yang dipelopori oleh Sekolah Putri Fukuoka. Lama-lama, semua sekolah-sekolah menerapkan pakaian Barat sebagai seragam siswa-siswi. Bisa dibilang semua kejadian ini saling berhubungan.
Kemudian, Jepang pascaperang yang ingin meninggalkan masa lalu militernya mulai menggantikan seragam-seragam bergaya militer menjadi pakaian sipil modern. Jika dilihat sekarang, banyak seragam sekolah yang tidak sepenuhnya bergaya pelaut.
SOURCE: RIVHARDSON, NHK JAPAN