Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang jatuh setiap 17 Agustus, kerap diwarnai oleh berbagai lomba yang seru dan mengasyikkan plus mengundang gelak tawa.

Bagaimana tidak, kebanyakan lomba yang digelar tersebut memiliki keunikan sendiri-sendiri yang mengundang gelak tawa para penontonnya. Sebut saja lomba panjat pinang, balap karung, makan kerupuk, tarik tambang, gebuk bantal dan masih banyak lagi.

Yah, pesta rakyat ini memang sangat menyenangkan dan membuat peserta lomba dan penonton terhibur dibuatnya.

Namun tahukah Anda, bagaimana awal mulanya berbagai lomba khas 17 Agustusan itu muncul?

Menurut beberapa cerita orang orang yang pernah merasakan hidup di zaman awal kemerdekaan negara ini, tradisi lomba perayaan HUT Kemerdekaan RI itu muncul pada tahun 1950-an.
“Masyarakat sendiri yang memunculkan lomba-lomba itu untuk memeriahkan perayaan Kemerdekaan RI yang ke-5. Yang sebelumnya tidak ada.

Inilah yang membuat tradisi lomba 17 Agustus semakin menyebar luas di seluruh Tanah Air. Dan perlu diketahui, bahwa dibalik kemeriahan perayaan HUT RI lewat berbagai lomba tersebut, ada filosofi atau makna yang terkandung di setiap jenis lomba.

Makna Dibalik Setiap Lomba

Lomba engrang memiliki arti bahwa orang Belanda wmeskipun tubuhnya tinggi juga dapat dikalahkan.

Sedangkan lomba balap karung mengingatkan pada masa penjajahan Jepang sangat sulit rakyat indonesia memiliki pakaian yang layak sehngga karung goni dijadikan pakaian.

Simbol keprihatinan tentang kondisi rakyat Indonesia saat zaman penjajahan ditunjukkan pula lewat lomba makan kerupuk yang dijadikan simbol pangan.

Nah, kalau lomba tarik tambang adalah semangat gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas masyarakat Indonesia.

Lantas, bagaimana pula sejarah dari lomba panjat pinang? Mengutip dari laman Wikipedia, Panjat Pinang disebutkan perlombaan ini menjadi objek bahan tertawaan penjajah Belanda.

Panjat pinang berasal dari zaman penjajahan Belanda yang sering digelar acara besar seperti hajatan, pernikahan, dan lain-lain.

Pesertanya orang-orang pribumi yang memperebutkan ‘barang mewah’ waktu itu, biasanya bahan makanan seperti keju, gula, pakaian kemeja.

Ketika orang pribumi bersusah payah untuk memperebutkan hadiah, para orang-orang Belanda menonton sambil tertawa. Tata cara permainan ini belum berubah sejak dulu.

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi rakyat Indonesia pada masa penjajahan. Sementara kebanyakan rakyat Indonesia bersusah payah untuk bisa bertahan hidup, tetapi para Penjajah Belanda justru hidup dalam kesenangan.