Perkembangan Jepang sangat berkaitan dengan sejarah masa lalu, dan pencapaian Jepang saat ini sangat dipengaruhi oleh banyak bangsa asing terutama dalam pencapaian teknologi maupun pola pikir masyarakatnya. Antara abad ketujuh hingga kesembilan, Cina menjadi penyedia informasi dan tempat bergurunya Jepang pada saat itu. Hal yang paling nyata adalah penggunaan huruf kanji yang diadopsi oleh Jepang sejak beberapa abad yang lalu meskipun kemudian dimodifikasi menjadi huruf hiragana dan katakana. Sampai saat ini pun huruf kanji masih dipakai di Jepang, dengan segala modifikasi dan pengucapannya, namun masih memiliki makna yang sama. Jadi jangan heran jika ada orang Cina di Jepang, mereka dapat dengan mudah berkomunikasi secara tertulis tanpa bisa berkomunikasi dengan lisan, karena makna aksara kanji yang mereka gunakan sama.
Pertengahan abad ketujuh belas hingga abad kesembilan belas, Jepang beralih mengadopsi ilmu dan teknologi dari Eropa, terutama Belanda. Sedangkan pertengahan kedua abad kesembilan belas, gantian Amerika dan beberapa negara berkembang di Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, dan Jerman menjadi kiblat Jepang dalam belajar. Setelah perang dunia kedua, negara-negara tersebut tetap mempengaruhi Jepang meskipun dominasi Amerika kemudian meningkat.
Rahasia perkembangan Jepang yang sangat cepat terjadi selama 150 tahun terakhir, berkat perbaikan dari “pinjaman” ide dan produk yang mereka pakai. Dengan kekayaan sumber daya alam yang minim serta tradisi penemuan ilmiah yang juga terbatas, ternyata Jepang mampu mengelolanya menjadi sesuatu yang mengagumkan dan bersaing dengan bangsa lain. Pencapaian itu bermodalkan kemampuan mereka yang dengan cepat meminjam, menggunakan dan memperbaiki ide dan teknologi yang mereka impor tersebut.
Pada awal tahun 1900an, kalangan terpelajar Eropa pernah menuliskan “ Jepang telah mengadopsi semua penemuan dan pencapaian kita, telah menguji semua sistem yang ditemukan di Eropa dan mereka telah mengaplikasikannya dalam bentuk lain di negaranya serta mengubah penemuan-penemuan itu sesuati dengan kebutuhan sehingga membuat negara itu lebih hebat”. Jepang menggunakan Eropa sebagai tangga untuk naik menjadi yang terhebat di Asia Timur. Setengah abad kemudian, presiden Sony, Masaru Ibuka, mengumandangkan komentar tersebut dengan berkata bahwa Jepang berlari lebih cepat dibanding negara lain yang menjadi kompetitor dengan menggunakan kemampuan untuk memahami peluang-peluang yang terlewatkan dari penemuan negara lain dibanding melalui penemuan mereka sendiri. Dengan kemampuannya tersebut, Jepang tidak hanya menjadi nomor satu di Asia Timur.
Bagaimana mereka mengelola hal tersebut? Jepang sangat menghargai nilai dari ketrampilan dan teknologi. Penemuan-penemuan ilmiah yang sangat mendasar yang belum jelas aplikasinya mereka tunda publikasinya sampai mereka menciptakan sesuatu yang jelas pemakaian dan produksinya. Pengalaman beberapa abad yang lalu menjadikan Jepang sebagai pemimpin peminjam teknologi. Saat orang Amerika baru saja menemukan radio transistor, saat itu Sony telah mulai memproduksi masal radio saku, dan itu menjadi titik awal kemenangan Jepang dalam bidang elektronik.
Pada tahun 1946, angkatan perang Amerika melakukan pemesanan pertama mebel Jepang dan peralatan rumah tangga untuk prajurit militer mereka yang menduduki Jepang. Saat itu lebih dari 950.000 jenis barang dikirim untuk melengkapi 200.000 apartemen yang mereka sewa. Saat tersebut adalah titik awal kemajuan Jepang dalam memproduksi peralatan rumah tangga. Tahun 1949, produk-produk Jepang seperti kipas angin, skuter, kamera mulai terlihat di toko-toko di Eropa dan dalam waktu beberapa tahun saja telah mampu mengalahkan kompetitor mereka di Barat karena keunggulan fungsi, kualitas dan desain dari produk mereka.
Sampai dengan pertengahan abad kesembilan belas, Jepang belum paham tentang kontruksi dan navigasi kendaraan laut. Seorang pelaut Rusia, Vasily Golovnin menuliskan, saat Kapal Diana, mendarat di pelabuhan Hakodate, Jepang, sambutan yang luar biasa meriah diberikan oleh Jepang. Orang Jepang tidak ragu menyatakan penghormatan mereka kepada pelaut Rusia tersebut karena kekaguman mereka dengan teknologi Rusia saat itu. Satu abad kemudian, Jepang telah menjadi pemimpin dalam kontruksi kapal. Pada tahun 2007, Mitsui Engineering & Shipbuilding Co melaunching kapal kargo kering terbesar di dunia, Brazil Maru, yang didesain untuk transportasi bijih besi dari Brazil ke Jepang. Kapal tersebut memiliki daya agkut 327.180 ton, panjang 340 meter, lebar 60 meter. Sebagai pembanding, kapal terkenal Titanic hanya memiliki daya angkut 66.000 ton, panjang 269 meter dan lebar 28 meter.
Kereta api ditemukan oleh ilmuwan Eropa, akan tetapi kereta tercepat dan paling tepat waktu terlihat pertama kali di Jepang. Pada tahun 1964, Jepang telah berhasil membuat kereta api dengan kecepatan melebihi 200 km/jam dan menjadi pemimpin dalam bidang perkerataapian. Saat ini jaringan kereta api di Jepang merupakan yang paling modern, berkembang dan dinamis di dunia. Krisis kependudukan yang berpengaruh terhadap bisnis transportasi domestik membuat Jepang sangat ambisius untuk mampu menguasai pasar luar negeri dengan mengekspor produk dan teknologinya tersebut. Mungkin hal ini yang membuat Jepang sangat marah ketika kalah tender dengan China di kasus kereta cepat Indonesia
Perkembangan yang sama dan luar biasa juga dicapai Jepang dalam bidang teknologi GPS, komunikasi, jaringan wireless, dan bangunan. Bahkan dalam teknolgi arsitektur dan rancang bangunan tertentu, konon di persyaratan lulus untuk program doktoral tidak perlu publikasi di jurnal internasional karena menurut para professor arsitek Jepang, mereka memiliki kemampuan lebih untuk itu. Jadi persyaratan publikasi cukup publikasi di jurnal Jepang. Meskipun demikian, pendekatan inovasi Jepang ternyata juga tidak selalu berhasil dan sukses. Salah satu ide Jepang yang dianggap tertinggal dan kurang sukses adalah dalam bidang auronetika.
Akan tetapi pada beberapa dekade terakhir perkembangan kreatifitas ilmu dan pengetahuan di Jepang terasa mulai berjalan sangat lambat dan bahkan beberapa perusahaan mulai bekerja dengan melakukan eksperimen-eksperimen yang mereka anggap biasa dan rutinitas semata. Perusahaan Omron sampai melaksanakan seminar bulanan untuk para level manajer agar lebih berfikir kreatif. Pada seminar tersebut para pekerja diberi peran baru seolah sebagai para pembaharu abad 19, detektif swasta atau pembalap Formula 1 untuk meningkatkan jiwa kreatif mereka. Begitu juga perusahaan Fuji dan Simizu, rutin mengadakan kegiatan serupa untuk menstimulasi kemampuan berpikir kreatif para pekerjanya yang dianggap mulai berhenti. Apa penyebabnya? Saya sendiri pun kurang tahu, yang jelas saat ini beberapa penemu Jepang malah ternyata orang luar Jepang, ingat Dr. Khoirul Anwar penerima patent teknologi 4G yang malah dari Indonesia yang bekerja di Jepang? Di mana orang Jepangnya?! Perubahan stagnansi berpikir kreatif generasi sekarang ini sebenarnya telah disadari oleh Jepang dan tidak diragukan lagi akan mengubah kepribadian dan mental bangsa itu. Hal itu membuat mereka khawatir.
Apakah Jepang akan mampu kembali menjadi bangsa yang berpikir kreatif meskipun sebagai peniru namun adalah peniru paling kreatif? Saya sendiri tidak tahu, yang jelas pemandangan yang biasa dilihat di sini mungkin sama dengan di Indonesia dan belahan bumi lain. Anak-anak sudah mulai sibuk dengan gadget di keseluruhan hari-harinya dibanding dengan buku, meskipun banyak anak yang masih suka membaca buku. Jika kita naik kendaraan umum baik bus maupun kereta api, maka yang memegang buku kebanyakan adalah para orang tua, anak-anak mudanya kebanyakan memainkan gadget sepanjang perjalanan mereka. Bahkan saat ada perkenalan mahasiswa baru tahun ketiga yang akan riset di laboratorium kami, 3 dari 3 mahasiswa laki-lakinya semua memiliki hobi main games, hobi baru yang membuat kebanyakan orang terlalu santai dan malas berpikir.
Reformasi pendidikan di Jepang sebenarnya telah dimulai sejak 20 tahun yang lalu dan menghasilkan beberapa hal yang positif namun dianggap belum mampu secara efektif menghasilkan perubahan yang mendasar. Seorang manajer SDM senior dari Fuji Film, Takashi Kamiya menyadari permasalahan ini dan berkata “ Anda tidak bisa hanya menyuruh pekerja Anda dengan berteriak. “Jadilah orang kreatif!’Anda harus membuat lingkungan yang nyaman yang mampu membuat para karyawan bisa menggambarkan masa depan perusahaan mereka dengan pemikiran mereka sendiri agar mereka bisa kreatif”.
Saat ini Jepang layak marah dengan Indonesia karena kalah tender dengan China yang saat ini dianggap di bawah mereka. Apapun alasan kemenangan China atas tender tersebut pasti akan membuat Jepang belajar. Jepang juga akan sadar kemampuan China meniru, memodifikasi, memproduksi dan MENJUAL barang saat ini tak bisa diremehkan. Jepang pasti sadar, China pernah berkuasa dalam hal sains dan teknologi dan menjadi kiblat mereka pada beberapa abad yang lalu, dan saat ini metode Jepang untuk mengamati, meniru, memodifikasi, dan memproduksi barang telah diduplikasi oleh China dengan ditambahkan kemampuan memasarkan. Hampir semua produk yang sederhana sampai dengan yang canggih telah diproduksi China, dari yang berkualitas sekali pakai sampai yang berdaya saing tinggi telah dibuat. Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan, kemampuan China membuat produk murah adalah keunggulan tersendiri dalam memenangkan pasar. Dalam hal ini, bonus demografi berupa jumlah penduduk yang besar dan upah tenaga kerja yang murah menjadi keuntungan bagi China.
Akan tetapi Jepang dengan karakter utamanya tidak akan jatuh dua kali dalam lubang yang sama akan cepat sadar. Seperti digambarkan oleh orang Rusia bernama Mechnikov, “ Orang Jepang bisa melakukan kesalahan, tetapi mereka akan dengan cepat belajar dari kesalahan itu dan tidak akan membuat kesalahan yang sama dua kali. Mereka belajar dari masa lalu mereka dan mengoreksi semua kesalahan mereka dengan cepat dan efisien”. Jadi ketika kemarin kalah tender dengan China dalam hal kereta cepat, kita akan lihat apa yang akan dilakukan Jepang untuk langkah ke depan berikutnya. Menjual produk dengan lebih murah, pendekatan personal yang lebih baik atau yang lain. Satu catatan, saat ini krisis ekonomi juga sangat mengguncang Jepang. Dana riset untuk perguruan tinggi selalu berkurang dari tahun ketahun yang berakibat turunnya kualitas riset di Jepang. Selain itu untuk publikasi ilmiah, saat ini hampir setiap laboratorium di perguruan tinggi mengandalkan keberadaan mahasiswa asing, yang dianggap lebih bisa di ”paksa “ untuk meneliti dan menulis.
Sebenarnya, jika kita menyadari dan mau belajar dari negara lain, saat ini adalah waktunya kita belajar seperti Jepang. Dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang luar biasa maka pembelian kereta cepat itu harus sekaligus alih teknologinya, agar pembelian itu cukup sekali dan selanjutnya kita buat sendiri. Semoga ribuan beasiswa tingkat master maupun doktoral yang diberikan kepada para scholar asli Indonesia benar-benar bisa bermanfaat bagi bangsa. Jadi, ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah yang dikeluarkan negara untuk satu orang mahasiswa akan berbekas nyata, paling tidak beberapa tahun kedepan sudah terasa perbedaannya.
Tapi karena sebenarnya banyak pabrik Jepang yang memperkerjakan orang china bahkan mebuat pabrikan di negara China yang menyebabkan teknologi Jepang di Curi dan Di Jiplak China yang adalah Negara Komunis dan serakah, seharusnya china harus diadili karen menyebabkan penyebaran penyakit covid 19 dan merusak investasi perusahaan asing di china yang mempengaruhi dunia