Sebagai orang yang tinggal di luar negeri, saya kenal banyak wanita Indonesia yang menikah dengan pria “bule”. Saya pun juga kenal banyak yang sebaliknya alias pria Indonesia yang menikah dengan wanita bule.

Pendapat saya :

  1. Di zaman seperti ini pernikahan antar etnis di Indonesia saja sudah lumrah (dulu dulu kan ada yang bilang orang dari X jangan nikah sama orang Y dan sebagainya). Apalagi ada globalisasi ya semakin banyak pernikahan dengan etnis luar Indonesia.
  2. Mungkin yang pengalaman bisa komentar ya. Justru susah nya itu adalah bentrok antar kultur. Kultur barat dengan kultur Indonesia beda. Ingat nikah itu bukan semalam doang haha melainkan seumur hidup (semoga). Di barat, itu model nya individualist. Dalam artian uang ku dan uang mu ya beda. Kalau di Indo kan biasa suami menafkahi istri, bahkan meskipun istri juga kerja tapi mungkin uang yang dihasilkan istri ya buat istri. Kalau di barat ya itu semua biaya bulanan patungan.
  3. Dan juga di kasus sebaliknya, cowo Indonesia cewe bule, diharapkan juga semua tugas rumah tangga ya “patungan”. Ga ada ceritanya wanita tugasnya rumah tangga, pria tugas nya cari nafkah. Kemungkinan besar wanita bule nya juga kerja, jadi ya ganti gantian ngurus anak nya. Bapaknya bawa anak main ke taman, ibunya kerja. Ganti-gantian. Gatau di Indonesia dulu mungkin model pria cari nafkah wanita rumah tangga, tapi zaman udh berubah mungkin. Wanita cari nafkah, pria cari nafkah, babysitter urus anak.
  4. Trus mungkin juga kalau punya anak, pasti ada tantangan tantangan juga. Kalau kondisi nya tinggal di negara barat, pasti kan kita ingin anak kita masih ada kultur Indonesia minimal bisa bahasa Indonesia biar bisa bicara ke neneknya. Itu juga susah, terutama di kasus yang suaminya Indonesia istrinya bule (ingat mother tongue bukan father tongue).

Saya walaupun kenal banyak, tapi jarang sekali nanya sampe urusan pribadi seperti itu sih haha.. Kurang sopan. Ini pendapat saya sih dari kebanyakan dengar cerita-cerita aja.

Intinya jangan lihat etnis/ ras doang (karena itu cuma warna kulit doang), tapi lihat kultur (karena itu lah yang membentuk pemikiran, sikap, dan perilaku kita).


Penulis: Pratama Istiadi, tinggal di Swedia