Dunia membuat langkah besar dalam mengatasi kemiskinan global. Sejak 1990, seperempat dunia telah bangkit dari kemiskinan ekstrem. Sekarang, kurang dari 10% dunia hidup dalam kemiskinan ekstrem, bertahan dengan $ 1,90 sehari atau kurang.

Garis kemiskinan di sini didefinisikan sebagai representasi dari jumlah terkecil dari rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan yang setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan dasar non-pangan (bps.go.id). Berdasarkan data BPS pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin (orang dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), hingga 6,90 ribu orang dibandingkan dengan September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen) (bps.go.id). Karena itu, kemiskinan menjadi masalah serius yang harus segera diatasi. Esai ini akan menggambarkan kemiskinan di Indonesia dan bagaimana peran masyarakat dalam mengatasi masalah tersebut.

Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan dibagi menjadi faktor budaya dan struktural. Kemiskinan budaya menunjukkan sikap masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan dan budaya, sedangkan kemiskinan struktural didefinisikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan hasilnya tidak merata.

Pembangunan yang tidak merata adalah karena kepemilikan sumber daya yang tidak merata, keterampilan masyarakat yang tidak seimbang, dan ketidaksetaraan dalam peluang bisnis dan pendapatan menyebabkan keterlibatan pembangunan yang tidak merata (Rusdarti dan Sebayang 2013). Di Indonesia belum ada distribusi yang baik, sehingga masyarakat masih dalam garis kemiskinan karena faktor struktural.

Dilihat dari penyebab kemiskinan berbasis geografi, kemiskinan terjadi di daerah pedesaan dan perkotaan. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pedesaan pada bulan September 2017 adalah 16,31 juta orang, sedangkan penduduk miskin kota 10,27 juta orang (bps.go.id). Data ini menunjukkan perbandingan jumlah orang miskin di pedesaan dan perkotaan cukup besar.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

Semakin banyak orang miskin di daerah pedesaan karena penyalahgunaan dana. Kasus penyalahgunaan dana pernah terjadi di Kabupaten Gresik. Seorang kepala desa diduga menggunakan dana desa sebesar Rp 614.916 dalam mode pinjaman, tetapi tidak dikembalikan (Tribun 2018). Berdasarkan data statistik pada tahun 2017, kemiskinan pedesaan lebih besar daripada kemiskinan perkotaan.

Menurut sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia atau BPS, populasi dengan pengeluaran rata-rata per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan miskin.

Ketika keluarga keluar dari kemiskinan, kesehatan dan kesejahteraan anak-anak membaik. Sejak 1990, jumlah anak yang sekarat – kebanyakan dari penyebab yang dapat dicegah seperti kemiskinan, kelaparan, dan penyakit – kurang dari setengahnya, turun dari lebih dari 35.000 sehari menjadi di bawah 15.000.