Di antara kita pasti punya pengalaman yang tak terlupakan soal berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Mulai dari usaha untuk lebih baik dalam menjalani kehidupan, menjalin hubungan, meraih impian, dan sebagainya. Ada perubahan yang ingin atau mungkin sudah pernah kita lakukan demi menjadi pribadi yang baru. Seperti kisah nyata seorang ibu yang bernama Butet
Oleh: Butet – Medan
Saat aku lulus SMA tak ada yang spesial, aku pikir ini hal ini juga akan berlaku untuk setiap pelajar seperti aku yang memiliki tekad ingin bisa berkuliah di tempat yang bagus dengan biaya yang murah. Di lain itu sebuah mimpi agar bisa berkuliah dengan jurusan yang diminati. aku juga melakukan hal yang sama saat itu.
Aku berusaha, aku mengikuti lebih dari 15 kali tes masuk perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Tapi semuanya gagal. Aku tak lolos seleksi. Aku terus menerus bertanya-tanya apa aku benar-benar seseorang yang bodoh. By the way, aku berminat di jurusan Teknik Informatika saat itu.
Dan itu hal yang buat aku kecewa sama diri sendiri. Bohong kalau aku tak minder sama teman-teman aku yang saat aku harus hujan-hujanan, mabuk kendaraan waktu itu aku ada tes, dan baru sampai parkiran aku muntah karena kecapekan. Sampai segitunya kan pengorbanan aku. Tapi mungkin apa yang aku korbankan saat itu belum sampai ke titik terendah aku, walau aku sempet depresi ringan saat itu.
Aku mengunci diri sendiri di kamar berhari-hari. Aku tak keluar rumah karena sekalinya aku keluar rumah aku langsung panik dan ketakutan. Aku takut, aku merasa sakit, aku merasa kecewa, pokoknya aku parnoan. Mungkin terkesan berlebihan. Tapi aku pikir setiap orang punya porsinya masing-masing waktu menghadapi hal yang kualami. Katakanlah aku cengeng dan penakut, ya seperti yang aku bilang setiap orang punya porsi dan cara mereka masing-masing. Termasuk bagaimana cara aku menghadapi ekspektasi orang tua ke anaknya.
Belajar Lebih Dewasa
Ketika orang tua aku menyerah, karena sudah cukup biaya yang dikeluarkan, siapa sangka aku diterima di universitas saat itu. Rasa bahagia tak terbendung lagi. Rasanya bersyur banget dari situ aku punya satu harapan kecil buat diri aku sendiri. Aku mulai lebih baik, aku mulai terbuka sama hal-hal disekeliling aku. Dan hal yang terduga orang tua aku tak sanggup buat bayar biaya kuliahnya. Dan mereka menyuruh aku pindah dan tinggal sama kakakku.
Aku masih berpikiran positif mungkin orang tua aku butuh waktu. Tapi sampai batas penentuan registrasi mereka tak bilang apa pun. Dan hal yang aku bisa lakukan saat itu cuma tersenyum kecut. Aku sudah jungkir balik dan aku dapat hasil tapi semuanya useless.
Aku pikir saat itu memang tak ada kesempatan lagi buat aku. Tapi rahmat yang Maha Kuasa itu memang tak pandang waktu. Saat aku berpikiran kalau aku sudah tak berguna lagi. Tiba-tiba aku mulai start lamar-lamar kerja, mungkin terlalu lama mendekam di kamar aku jadi ingin tahu dunia luar. Perubahan yang aku lakukan itu bukan secara cuma-cuma.
Aku seseorang yang overthinking dan saat aku milih berubah itu lebih dari puluhan kali aku lakuin tapi aku kembali kediri aku yang dulu. Aku keluar. Aku lawan semua apa yang aku rasakan. Aku lawan rasa takut aku, aku berpikiran positif.
Aku terus mencoba dan sekarang aku benar-benar bersyukur atas apa yang terjadi di masa lalu. Hal yang aku selalu garis bawahi saat itu ayo kita coba. Aku sekarang kerja dan sudah lebih baik dan bisa membatu keluarga aku. Mungkin kalau waktu itu aku keterima di universitas aku tak bakalan tahu bagaimana bobroknya keluarga aku.
Aku tak bakalan tahu ibu aku ternyata sakit-sakitan terus. Aku belajar mengikhlaskan apa yang terjadi dan aku berdamai sama masa lalu aku yang ambisius dan egois. Tak ada yang tahu ketika aku dulu sering banget tak lolos dan terpuruk. Sekarang walaupun aku gagal dari hal yang yang aku lakuin aku sudah memandang itu hal yang biasa, dan buat aku lebih berusaha lagi dan lagi. Setiap pelajaran hidup mau itu masalah sepele ataupun besar yang buat aku tutup mata, hal itu yang membuka hati aku untuk lebih menghargai dan mensyukuri apa yang aku lalui.