Parasetamol memang efektif. Parasetamol memang terkenal. Parasetamol obat sejuta umat. Di Indonesia, jika ada 200 pabrik farmasi, maka 190-nya punya produk mengandung parasetamol.
Mahasiswa farmasi kalau suruh jelasin obat saat ujian apoteker, pasti ambil contoh parasetamol. Dosennya pun ga mau kalah, mau mata kuliah apa pun dari farmakologi, stabilitas obat, toksikologi, farmakogenomik, ga jauh dari kata-kata parasetamol, asetaminofen, N-acetyl-para-aminophenol (APAP), para-asetil-amino-fenol, yang semua ini merupakan sinonim atau alias dari kandungan Panadol atau Tylenol.
Bagaimana mungkin obat yang sedemikian digdaya tersebut bisa jarang digunakan di Jepang? Lantas, mereka pakai apa kalau sakit kepala atau demam?
Mereka pakainya Loxonin, atau Roxonin. Nama kedua sebenarnya tak resmi karena orang Jepang ga bisa ngeja L, maka keluarnya R.
Apa kandungannya? Loxoprofen.
Apakah ini masih saudaraan sama ibuprofen, ketoprofen, dll? Benar. Bedanya, loxoprofen tidak ada di Indonesia, hanya ada di negara-negara tertentu misal Jepang, Brazil, Meksiko, India dan Thailand. Oya, produk ini dibuat oleh perusahaan lokal Jepang, senyawa aktif juga dirancang dan disintesis di sana.
Apakah loxoprofen lebih manjur dibanding parasetamol? Benar. Kata sensei saya, parasetamol masih di bawah levelnya. Ketika ada mahasiswanya sakit, dan ditelpon obatnya parasetamol bawa dari Indonesia, langsung suruh ganti ke Loxonin.
Mengapa mereka ga mau pakai parasetamol?
Kemungkinan mereka khawatir potensi bahaya dari parasetamol, sehingga parasetamol hanya ada pada sediaan khusus seperti supositoria untuk bayi demam. Seperti kita tahu, metabolit parasetamol bernama NAPQI sangatlah reaktif dan bersifat racun pada liver, jika overdosis.
Sehingga, dengan pemakaian NSAID loxoprofen secara tepat, misal setelah makan, ini membuat hati lebih nyaman dan tidak khawatir liver terkena imbas.