Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengumumkan Surat Edaran (SE) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah, dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman COVID-19 di masa pandemik.

SE yang diteken Fachrul Razi pada Jumat (29/5) itu berisi beberapa acuan bagi masyarakat dan pengurus rumah ibadah, dalam menjalankan kegiatan keagamaan di tengah pandemik COVID-19. Salah satunya adalah kewajiban membuat surat keterangan rumah ibadah aman dari COVID-19.

“Surat keterangan akan dicabut kembali, bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut, atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan,” kata Fachrul Razi dalam telekonferensi yang ditayangkan di YouTube BNPB, Sabtu (30/5).

1. Pengurus rumah ibadah harus ajukan surat izin secara berjenjang

Menag Fachrul Razi menjelaskan, pengurus rumah ibadah mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan lingkungan rumah ibadahnya aman dari COVID-19 secara berjenjang, mulai dari Ketua Gugus Kecamatan atau Kabupaten, Kota, Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.

Sebelumnya, pengurus rumah ibadah juga harus berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama majelis-majelis agama dan instansi terkait, di daerah masing-masing.

2. Jika banyak jemaah berasal dari luar lingkungan, surat izin bisa langsung diminta ke pimpinan daerah

Dia juga menyebutkan bahwa rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jemaah atau penggunanya berasal dari luar kawasan atau bahkan luar lingkungannya, dapat mengajukan surat keterangan aman COVID-19 langsung kepada pimpinan daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut.

“Rumah ibadah harus menjadi contoh terbaik pencegahan penyebaran COVID-19, panduan ini mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah,” ujar dia.

3. Kondisi perizinan tidak memandang status zona wilayah, namun keadaan asli di lingkungan rumah ibadah

Penyelenggaraan kegiatan di rumah ibadah juga akan dibenarkan untuk kegiatan berjamaah atau kolektif, berdasarkan pada fakta lapangan dan angka R-Naught/RO dan angka Effective Reproduction Number/Rt, berada di kawasan atau lingkungan yang aman dari COVID-19.

Fachrul juga menjelaskan bahwa kegiatan harus berdasarkan pada situasi asli COVID-19 di lingkungan tersebut, bukan sekadar status zona yang berlaku di daerah rumah ibadah itu.

“Meskipun daerah berstatus zona kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan COVID-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah atau kolektif,” kata dia.