Kami mencoba mencari data-data hasil riset terkait pertanyaan ini, tetapi gagal menemukannya. Oleh karena itu tidak ada rujukan paling sahih selain pengalaman diri sendiri yang bisa saya rujuk untuk menjawab pertanyaan ini.

Mengingat pengalaman setiap lelaki berbeda-beda, maka apa yang saya ceritakan di sini belum tentu sama dengan dengan pengalaman orang lain. Pengalaman yang saya ceritakan ini pun hanya berlaku pada tahap awal perkenalan/pendekatan.

Kepada orang yang benar-benar dicintai (mungkin passion, lebih tepatnya) maka pada tahap awal saya:

  • Lebih banyak kikuk. Lidah seakan terkunci untuk berkata meski yang ingin diungkapkan itu murni dari hati (perasaan).
  • Tidak bisa (karena tidak tega) menyampaikan rayuan, bahkan sekedar pujian, apalagi rayuan gombal, secara fluently.
  • Lebih mengandalkan bahasa tubuh ketimbang bahasa verbal untuk menarik perhatian si dia.
  • Selalu ragu, bahkan seperti takut, untuk sekedar memberikan hadiah, apalagi untuk memulai mengajak ‘kencan’.

Kebalikan dari itu, kepada kenalan yang tidak terlalu jadi target passion, tentu mudah sekali merangkai kata indah yang menyenangkan hati dan bisa menyampaikannya dengan lancar. Semua ajakan atau tawaran seperti makan malam, jalan-jalan, atau nonton dengan mudahnya dilakukan oleh lelaki.

Mengapa keberanian terhadap wanita yang benar-benar kasihi dan dambakan berbeda dibandingkan dengan keberanian terhadap wanita yang statusnya dalam hati saya biasa-biasa saja?

Terhadap yang pertama (kekasih dambaan) lelaki terbebani oleh perasaan takut salah, takut ditolak, takut kecewa. Inilah yang menyebabkan lelaki menjadi serba kikuk, nervous, dan bahkan salah tingkah di hadapannya. Ketakutan-ketakutan itu membuat saya rela menunggu dan bersabar, bahkan rela menjadi ‘bodoh’.

Sebaliknya, terhadap yang kedua (yang biasa-biasa saja), saya tidak terbebani oleh rasa takut apa pun. Prinsipnya, lelaki memuji atau merayu hanya untuk membuat dia senang bukan dalam rangka ngotot untuk mendapat kasih atau passion-nya. Jadi, dalam konteks yang kedua ini keberanian didasari oleh prinsip ‘nothing to lose’.

Sekali lagi, maaf, ini bukan berdasarkan data ilmiah hasil riset siapa pun, melainkan berdasarkan pengalaman beberapa anggota tim media Indonesiar.com.