Pernahkah kamu mendengar aliran kepercayaan orang jawa yaitu KEJAWEN?

Kejawen atau biasa dipanggil Kebatinan (Jawa: Kejawèn; Hanacaraka: ꧋ꦑꦼꦗꦮꦼꦟ꧀꧈; Pegon: كجاون) adalah sebuah kepercayaan yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di Jawa. Kejawen hakikatnya adalah suatu filsafat di mana keberadaanya ada sejak orang Jawa (Bahasa Jawa: Wong Jawa ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ, Krama: Tiyang Jawi ꦠꦶꦪꦁꦗꦮꦶ) itu ada. Hal tersebut dapat dilihat dari ajarannya yang universal dan selalu melekat berdampingan dengan agama yang dianut pada zamannya. Kitab-kitab dan naskah kuno Kejawen tidak menegaskan ajarannya sebagai sebuah agama meskipun memiliki laku. Kejawen juga tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianut karena filsafat Kejawen dilandaskankan pada ajaran agama yang dianut oleh filsuf Jawa.

Sejak dulu, orang Jawa mengakui keesaan Tuhan sehingga menjadi inti ajaran Kejawen, yaitu mengarahkan insan : Sangkan Paraning Dumadhi (lit. “Dari mana datang dan kembalinya hamba tuhan”) dan membentuk insan se-iya se-kata dengan tuhannya : Manunggaling Kawula lan Gusthi (lit. “Bersatunya Hamba dan Tuhan”). Dari kemanunggalan itu, ajaran Kejawen memiliki misi sebagai berikut:

  1. Mamayu Hayuning Pribadhi (sebagai rahmat bagi diri pribadi)

  2. Mamayu Hayuning Kaluwarga (sebagai rahmat bagi keluarga)

  3. Mamayu Hayuning Sasama (sebagai rahmat bagi sesama manusia)

  4. Mamayu Hayuning Bhuwana (sebagai rahmat bagi alam semesta)

berbeda dengan kaum abangan kaum kejawen relatif taat dengan agamanya, dengan menjauhi larangan agamanya dan melaksanakan perintah agamanya namun tetap menjaga jatidirinya sebagai orang pribumi, karena ajaran filsafat kejawen memang mendorong untuk taat terhadap tuhannya. Jadi tidak mengherankan jika ada banyak aliran filsafat kejawen menurut agamanya yang dianut seperti : Islam Kejawen, Hindu Kejawen, Kristen Kejawen, Budha Kejawen, Kejawen Kapitayan (Kepercayaan) dengan tetap melaksanakan adat dan budayanya yang tidak bertentangan dengan agamanya.

Kata “Kejawen” berasal dari kata “Jawa”, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah “segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa (Kejawaan)”. Penamaan “kejawen” bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen sebagai filsafat yang memiliki ajaran-ajaran tertentu terutama dalam membangun Tata Krama (aturan berkehidupan yang mulia), Kejawen sebagai agama itu dikembangkan oleh pemeluk Agama Kapitayan jadi sangat tidak arif jika mengatasnamakan Kejawen sebagai agama di mana semua agama yang dianut oleh orang jawa memiliki sifat-sifat kejawaan yang kental.

Kejawen dalam opini umum berisikan tentang seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen juga memiliki arti spiritualistis atau spiritualistis suku Jawa, laku olah sepiritualis kejawen yang utama adalah Pasa (Berpuasa) dan Tapa (Bertapa).

Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku(mirip dengan “ibadah”). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Sifat Kejawen yang demikian memiliki kemiripan dengan Konfusianisme (bukan dalam konteks ajarannya). Penganut Kejawen hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin.

Simbol-simbol “laku” berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Simbol-simbol itu menampakan kewingitan (wibawa magis) sehingga banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan kejawen dengan praktik klenik dan perdukunan yang padahal hal tersebut tidak pernah ada dalam ajaran filsafat kejawen.

Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.

Beberapa aliran kejawen

Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktikkan ajaran agama (lain) tertentu.

Beberapa aliran dengan anggota besar:

  • Padepokan Cakrakembang

  • Sumarah Purbo

  • Budi Dharma

  • Maneges

  • Pangestu

Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon yang ingin mengembalikan agama Orang Jawa kembali ke Agama Budi yang dianggap sebagai agama asli menurut Sabdapalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar yang merupakan ajaran/Aliran Islam yang telah ditetapkan sesat oleh Wali Sanga.

SOURCE: wikipedia

IMAGE: KOMPAS