Ini berdasarkan pengalaman pribadi saat saya berinteraksi dengan kolega-kolega Filipina dan juga merupakan pengakuan dari mereka sendiri.
-
Sangat western-minded – Kebanyakan orang Filipina bisa berbahasa Inggris dan akan menertawakan mereka yang bahasa Inggrisnya patah-patah. Dalam berbahasa Inggris, mereka cenderung hampir sempurna dalam grammar dan kosakatanya. Hanya aksen dan cara pengucapan yang masih terdengar berdialek ala Filipina. Budaya dan gaya hidup mereka pun mengikuti gaya kebarat-baratan. Agama mayoritas adalah Katolik dan Kristen, mereka sangat terbuka soal seksualitas dan hidup bebas. Dalam hal hubungan romantisme, orang Filipina sangat menyukai bila mereka punya hubungan romantis dengan orang kulit putih, terutama dari Amerika.
-
Cukup profesional dan ambisius dalam bekerja – Kalau saya bandingkan dengan kolega Indonesia, kolega Filipina itu betul-betul profesional dalam bekerja dan agak cekatan. Mereka sebagai bawahan biasanya pandai sekali mengambil hati para atasannya, jadi apapun yang atasannya mau, pasti mereka benar-benar usaha untuk memenuhinya.
-
Pandai bicara – Orang Filipina mungkin orang PALING diplomatis dan PALING pandai mengambil hati orang dari sekian banyak orang asing yang pernah bekerja bersama saya. Ini versi positifnya, dalam versinya negatif, cenderung agak menjilat.
-
Solidaritas yang sangat tinggi terhadap rekan sebangsanya – Setidaknya kalau dibandingkan orang Indonesia ya. Kalau mau lihat seberapa hebohnya orang Filipina membela rekan sebangsanya, lihat kalau mereka bekerja ke negara lain, kesetiakawanan mereka luar biasa. Lihat seberapa viralnya orang Filipina mendukung kontingen negara mereka dalam ajang-ajang kecantikan internasional (silakan sebut ajang kecantikan apapun), lihat media sosial yang meliput kontingen negara mereka, luar biasa membludak. Lihat dalam game, orang Filipina pasti bergerombol lagi dengan sesama orang Filipina dan punya rasa kompetisi yang tinggi terhadap orang Indonesia (entah mengapa). Tidak percaya? Saya tantang Anda main game dan lihat sendiri.
-
Doyan bergosip – Ya Tuhan, kalau soal ini benar-benar 11–12 dengan orang Indonesia. Cerita apapun kalau sampai ke telinga satu orang dari mereka, kemungkinan besar seluruh anggota clique atau keluarganya akan tahu. Kalau dalam dunia game, gamer dari negara-negara non-Asia bilang bahwa orang Filipina dan Indonesia itu kalau menyebarkan berita jauh lebih cepat daripada Twitter. Makanya kalau dalam bekerja, kami yang non-Filipina akan betul-betul menjaga untuk tidak menceritakan kehidupan pribadi ke salah satu rekan Filipina manapun. Misalnya ya, atasan saya yang orang Filipina, Anna (bukan nama sebenarnya) dulu semasa kuliahnya tidak disukai oleh seorang teman kuliahnya yang bernama Maria (bukan nama sebenarnya). Maria ini bercerita ke semua anggota clique-nya tentang apa saja kelemahannya ibu Anna dan salah satu anggota clique ini, yang bernama Celia (bukan nama sebenarnya) masuk kerja di perusahaan kami. Celia kan tidak punya masalah langsung dengan ibu Anna, tetapi dia pun terlihat ikut tidak menyukai ibu Anna. Sikapnya itu cukup terlihat di depan saya pun padahal saya waktu itu baru masuk kerja dan tidak paham siapa tidak cocok dengan siapa. Celia punya clique baru di perusahaan kami (yang sama-sama orang Filipina lagi) dan mereka juga sama-sama tidak suka dengan ibu Anna. Perseteruan antar gang ini pun sampai jadi ke saya dan mereka membicarakan ibu Anna di depan saya. Luar biasa kekuatan gosip itu.
-
Sebagian pekerja keras namun sebagian lagi cenderung pemalas. Mereka yang pekerja keras biasanya akan pergi bekerja ke luar negeri untuk membiayai SELURUH anggota keluarga mereka, sedangkan anggota keluarganya yang ditinggal di kampung halaman cenderung agak malas-malasan, tidak punya pekerjaan maupun pemasukan yang jelas.
-
Nilai kekeluargaan sangat tinggi – Ini bahkan hampir semua kolega saya menceritakan hal yang sama. Bila salah satu dari anggota keluarga mereka bekerja ke luar negeri, maka orang itu menjadi tumpuan atau tulang punggung keluarga dan HARUS membiayai SELURUH anggota keluarga bahkan hingga ke sepupu, paman, bibi, keponakan, semuanya. Makanya mereka-mereka yang bekerja di luar negeri memang bekerja banting tulang ya karena harus membiayai segenap anggota keluarganya. Semua kolega Filipina saya biasanya akan langsung buru-buru ke bank untuk mengirim uang ke keluarganya tepat pada hari gajian. Saya pernah tak sengaja mengetahui salah seorang kolega Filipina saya mengirimkan seluruh uang gajinya ke keluarganya dan hanya menyisakan 1 juta rupiah untuk biaya hidupnya (tempat tinggal dan sarana transportasi mereka disediakan oleh perusahaan). Makanya mereka yang berasal dari keluarga seperti ini tidak akan terlihat berpenampilan mentereng atau mewah meskipun memiliki gaji besar, Mereka yang tidak hidup seperti ini dan bernampilan stylish atau fashionable, biasanya keluarga besarnya sudah cukup mapan.
-
Tingkat perselingkuhan cukup tinggi – Setidaknya ini dalam observasi yang saya lihat ya. Oleh karena orang Filipina cukup terbuka dengan seks, konon menurut beberapa teman pria Filipina saya, wanita Filipina tipe yang mudah “ngangkang”, sementara menurut teman wanita Filipina saya, pria Filipina yang ditinggal istrinya yang merantau akan cenderung berselingkuh di kampung halaman.
-
Masih banyak yang hidup miskin – Setahu saya, hanya orang di Manila yang tampaknya lebih berada. Mereka yang berasal dari pulau-pulau kecil rata-rata bermatapencaharian sebagai nelayan dan menempati rumah-rumah nelayan. Rumah nelayan seperti apa bisa Anda cari sendiri di Google. Mereka mungkin memiliki ponsel pintar yang bagus dan suka melakukan panggilan video dengan sanak saudaranya di kampung, tetapi coba dilihat di balik layar ponselnya. Saya pernah beberapa kali tak sengaja melihat panggilan video kolega saya saat kami sedang berada di salon. Di layarnya terlihat rumah keluarga mereka yang berdinding seng, beratap seng dan lantainya dari tanah. Jujur, saya jarang melihat orang Indonesia di sekitar saya yang masih tinggal dalam rumah yang seperti begitu. Beberapa kolega saya punya kebiasaan mengirimkan 1 kardus yang sangat besar ke Filipina yang berisi barang-barang kebutuhan sehari-hari yang mereka beli di Indonesia. Isi kardus ini misalnya sabun, sampo, deterjen, pelembut pakaian, kopi, minyak, dll. Kalau dalam hitungan saya, nilai isi paket ini setara IDR 1 juta. Paket ini dikirimkan melalui kantor pos dengan pengiriman termurah. Barangnya akan sampai sebulan kemudian di rumah keluarga mereka. Waktu saya tanyakan mengapa mengirimkan paket sebesar itu, menurut kolega saya karena harga barang-barang di Indonesia masih lebih murah secara signifikan daripada di Filipina.
-
Cenderung materialistis – Mungkin karena tanggungan hidup dan kemiskinan, mereka cenderung agak lebih materialistis. Uang adalah prioritas utama bagi mereka, meskipun demi itu mereka harus meninggalkan keluarga atau bayi yang baru lahir. Prinsip mereka ini agak bertentangan dengan budaya lokal di Indonesia yang menjunjung “makan tidak makan asal ngumpul”. Orang Filipina justru akan meninggalkan kumpulan keluarganya demi mencari nafkah meski itu berarti harus merantau jauh.
-
Luar biasa berhemat – Gaya hidup bukan prioritas mereka, traveling saat liburan, berpenampilan fashionable dan keren bukan gaya hidup mereka selama mereka masih punya tanggungan untuk membiayai keluarga. Mereka yang sudah bisa jalan-jalan ke luar negeri atau mengenakan pakaian/aksesoris keren biasanya sudah tidak punya tanggungan begini.
-
Perlente dalam penampilan – Semua orang Filipina yang saya kenal kalau keluar dari rumah akan minimal berpatut diri serapih mungkin. Yang wanita pasti minimal menggunakan riasan meski tipis dan yang pria pasti rapih dan perlente. Meski seperti yang saya sebutkan di atas, bahwa bila mereka yang datang keluarga yang masih butuh tanggungan sehingga mereka harus hidup berhemat, tetapi merek tetap akan menjaga penampilan sebaik dan serapih mungkin sesuai dengan kemampuan finansialnya. Kalau yang kondisi finansialnya belum cukup kuat, mereka akan tetap rajin berdandan meski dengan gaya versi – maaf- seperti penyanyi dangdut. Namun mereka yang kondisi finansialnya lumayan baik akan cenderung cukup stylish. Pria-pria Filipina itu cukup perlente dalam berpenampilan, apalagi kalau yang dari keluarga berada, mereka biasanya rajin olahraga, menjaga bentuk tubuh, membentuk otot, memakai dasi dan kemeja, atau tampil casual tapi tampak keren. Kalau ada Quoran yang pernah melihat gaya berpakaiannya mas Jonathan Sadikin atau mas H. Martino Y.S., nah pria-pria Filipina biasanya tampil senecis mereka. Kalau wanita Filipina cenderung benar-benar menjaga bentuk tubuh, peduli kecantikan. Cara berpenampilan mereka mirip wanita-wanita Manado.
-
Ramah – Orang Filipina memang cenderung ramah dan loud alias rame kalau mengobrol. Hal ini terkait dengan kemampuan mereka yang saya sebutkan di atas soal pandai bicara. Orang Filipina memang biasanya cukup pandai membawa percakapan menjadi menarik.
-
Genit – Berkaitan dengan gaya hidup bebas mereka, ya, mereka cenderung cukup genit ke lawan jenis atau sesama jenis. Mungkin sikap ini terkait dengan keluwesan dan seberapa supel mereka bergaul dengan orang lain. Namun genit ya tetap beda dengan supel. Yang saya tahu, bila orang Filipina tertarik pada orang tertentu, mereka tak akan malu menunjukkan ketertarikan mereka. Para pria Filipina itu murah sekali melemparkan pujian kepada wanita bila melihat wanita berpenampilan menarik, sementara para wanita Filipina cenderung akan menarik perhatian lawan jenis dengan penampilannya atau sengaja menunjukkan keseksian tubuh mereka. Koleksi pakaian mereka banyak yang ketat, atau pendek sampai sepaha. Jangan heran bila menemukan mereka memakai sepatu berwarna merah, kuteks merah. atau baju dengan potongan leher rendah. Cerita ini cukup diketahui orang-orang yang banyak bekerja dekat dengan orang Filipina. Salah satu kisah teman pria Indonesia saya seperti ini. Kantor kami punya dapur khusus untuk membuat kopi. Ada 2 Aqua galon diletakkan berdampingan disana. Teman pria saya ini ditaksir oleh seoran rekan wanita Filipina. Rekan Filipina saya ini memang sangat cantik dan super seksi. Pakaiannya selalu ketat ala penyanyi dangdut (maaf saya tidak berlebihan), dandanannya dan rambutnya selalu oke. Suatu waktu teman pria saya ini ke dapur untuk mengambil air panas untuk membuat kopinya. Rekan wanita Filipina ini turut masuk ke dapur dan seperti mau mengambil air panas dari Aqua galon itu juga. Teman pria saya mengambil air panas dari Aqua galon A, si rekan Filipina malah ingin mengambil air panasnya dari Aqua galon A juga (padahal ada Aqua galon B tepat di sampingnya) sambil menundukkan tubuhnya sehingga belahan dadanya terlihat oleh teman pria saya itu. Hal-hal begini lazim terjadi di kantor dan kami karena sudah terbiasa ya hanya tersenyum saja.
-
Religius – Orang Filipina memang cukup religius dan rajin sekali ke gereja. Mereka jarang sekali absen tidak ke gereja. Banyak juga yang suka memakai kalung salib. Hal ini kadang agak kontradiktif bila dibandingkan dengan kehidupan bebas mereka dan toleransi mereka terhadap seks bebas karena Katolik dan Kristen juga menganggap seks bebas sebagai dosa. Mereka cenderung lebih ‘longgar’ perkara seks bebas, tetapi mereka menentang keras aborsi. ?
-
Posesif – Wanita-wanita Filipina terkenal posesif terhadap pasangan (baik pacar maupun suami) maupun anaknya. Hal ini diakui sebagian besar teman wanita Filipina saya. Meski tidak semua, tetapi beberapa kolega wanita asal Filipin yang berpacaran juga dengan rekan kerja lainnya di perusahaan kami, akan cenderung menjadi sangat posesif bahkan bisa sampai pada titik dimana pacar mereka tidak diijinkan mengobrol dengan rekan kerja wanita lainnya. Yang saya perhatikan, para pria Filipina ini pun setelah punya pacar jadi benar-benar menutup diri dalam pergaulan dengan rekan kerja wanita lainnya. Kalau soal terhadap anak, insting keibuan para wanita Filipina sangat protektif bahkan cenderung over-protective. Kalau anak mereka mengalami masalah, wah mereka akan betul-betul kuatir berlebihan atau jadi luar biasa sensitif.
-
Semuanya bisa memasak – Saya belum pernah ketemu satu orang Filipina yang hidup di Indonesia yang tidak bisa memasak. Orang Filipina itu suka memasak, suka makan yang enak-enak dan karena terhubung dengan alasan berhemat di atas, makanya mereka rata-rata punya kemampuan memasak. Masakan mereka kalau bagi saya sih enak, meski mungkin bagi lidah orang Indonesia tidak seenak masakan Indonesia, tetapi saya cocok dengan selera makan orang Filipina karena mereka pecinta seafood dan babi sama seperti saya. Semua kolega saya rata-rata dalam seminggu harus makan ikan.
-
Tidak tahan pedas – Cabai bukanlah benda favorit yang dapat Anda temukan dengan mudah dalam masakan orang Filipina. Orang Filipina tidak sanggup makan makanan pedas seperti orang Indonesia. Saya bahkan belum ketemu satu pun di antara mereka yang menaruh cabai dalam makanan mereka.
-
Kiblat budaya mereka cenderung ke Spanyol – Banyak kata-kata, agama mayoritas, dan tipe masakan sangat berkiblat Spanyol.
-
Budaya mendiamkan – Ini baru saya pelajari dari salah satu kolega Filipina saya. Biasanya yang melakukan ini adalah yang perempuan. Misalnya, seseorang dalam keluarga melakukan suatu kesalahan besar, terkadang si perempuan akan mendiamkan anggota keluarga itu selama berbulan-bulan sebagai bentuk protes atau sanksi sosial ke anggota keluarga itu. Ada 2 kolega saya yang melakukan praktek begini. Yang satu adalah seorang ibu yang mendapat kabar bahwa anak lelakinya yang masih kuliah menghamili pacarnya. Kolega saya ini mendiamkan anak prianya itu untuk beberapa lama, tak satu patah kata pun keluar, dia tak permah menelepon anak lelakinya itu, dan waktu ia pulang ke Filipina saat liburan, ia masih mendiamkan anak lelakinya itu. Kehidupan mereka tetap berjalan sebagaimana biasanya, namun minus satu kata pun dari kolega saya ke anak lelakinya itu. Kata kolega saya, dia akan berbicara lagi dengan anak lelakinya itu bila si anak lelaki ini terlihat sungguh-sungguh menyesali perbuatannya. Satu lagi kolega saya yang melakukan aksi ini sebagai bentuk konsekuensi ke murid-muridnya. Kolega saya adalah wali kelas dari kelas SMP dan murid-murid dalam kelas itu melakukan pelanggaran yang keterlaluan bagi penilaian kolega saya. Kolega saya benar-benar mendiamkan seluruh anak walinya itu selama beberapa minggu. Dia tetap mengajar mereka tetapi semua yang dia ingin sampaikan, semuanya ditulis ke power point atau dia tulis di papan tulis. Seluruh jam pelajaran bermingu-minggu dilakukan kolega saya dengan diam 1000 bahasa. Bila murid bertanya, ia akan menjawab mereka dengan menuliskan kalimat yang ingin dia ucapkan di papan tulis. Seluruh percakapan murid-murid dengan kolega saya ini dilakukan dengan cara demikian, atau dengan cara mereka mengirimkan email atau pesan Whatsapp ke kolega saya ini. Akhirnya murid-muridnya tidak tahan dan sungguh-sungguh minta maaf ke kolega saya ini, barulah ia kembali berbicara dengan murid-murid iru.
NOTE:
Ini hanya pendapat pribadi dari pengalaman dan cerita teman-teman Filipina saya. Jawaban ini mungkin bias karena subyektif.
Source: SYELLY TUHUMURY QUORA