Bagi orang Islam, menyentuh babi atau memakannya adalah haram. Tapi kenapa orang Kristen makan babi panggang, semur babi, dan berbagai olahan babi lainnya?
Babi disebut haram ada dalam Imamat 11:7, “Demikian juga babi
hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu.” dan Ulangan 14:8, “Juga babi hutan, karena memang berkuku belah, tetapi tidak memamah biak; haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan janganlah kamu terkena bangkainya.”
Beberapa pihak percaya bahwa orang Kristen mula-mula tidak memakan babi, dan trend makan olahan daging babi ini muncul setelahnya.
Secara teknis benar, namun titik balik perubahan ini terjadi pada masa-masa Perjanjian Baru. Kejadian yang menjadi kunci perubahan pola makan ini saat terjadi konflik antara orang-orang Yahudi KristenĀ dari Yerusalem dan orang-orang asing yang menjadi Kristen dari Antiokhia di Suriah. Orang-orang Yahudi ingin agar orang-orang asing itu mematuhi budaya dan kebiasaan yang diajarkan Musa, salah satunya adalah sunat.
Utusan – yang dipimpin oleh Paulus dan temannya Barnabas – ditunjuk untuk berunding dengan para tua-tua gereja di Yerusalem. Saat itu, adalah masa-masa dimana gereja melakukan modernisasi. Jika hal itu tidak terjadi, mungkin kekristenan tidak akan bertahan hingga saat ini, sebagaimana adanya.
Hasil pertemuan itu dikirimkan dalam bentuk surat kepada orang-orang asing yang menjadi percaya dimana kesimpulannya ada kompromi: “kamu harus menjauhkan diri dari makanan yang dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari percabulan.” (Kisah Para Rasul 15:29).
Bahkan beberapa pihak berkata bahwa Yesus sudah menyatakan hal ini sebelumnya dengan menunjuk kepada perkataan-Nya dalam Markus 7:5, “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.”
Hal tersebut akhirnya menuntun Paulus menyatakan hal ini: “Aku tahu dan yakin dalam Tuhan Yesus, bahwa tidak ada sesuatu yang najis dari dirinya sendiri. Hanya bagi orang yang beranggapan, bahwa sesuatu adalah najis, bagi orang itulah sesuatu itu najis. Sebab jika engkau menyakiti hati saudaramu oleh karena sesuatu yang engkau makan, maka engkau tidak hidup lagi menurut tuntutan kasih. Janganlah engkau membinasakan saudaramu oleh karena makananmu, karena Kristus telah mati untuk dia.” (Roma 14:14-15).
Keputusan Dewan Gereja sewaktu itu yang berisi para rasul mula-mula dan juga tua-tua gereja mengijinkan orang asing yang menjadi percaya untuk menjadi Kristen tanpa harus mengikuti budaya dan pola makan orang Yahudi, termasuk di dalamnya tentang sunat, hal ini menjadi salah satu kunci utama mengapa kekristenan akhirnya bisa diterima di berbagai budaya dan wilayah. Hal ini jelas menekankan bahwa untuk menjadi pengikut Kristus tidak di dasarkan oleh hal-hal lahiriah (Efesus 3) namun berdasarkan iman kepada Kristus (Efesus 2:8), ditandai dengan dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus dalam hidupnya.
Namun pro-kontra tentang mengkonsumsi babi ini masih terus berkembang hingga saat ini. Kembali lagi kepada yang diajarkan Paulus, jangan jadikan hal tersebut menjadi batu sandungan bagi orang lain. Ada orang yang tidak makan karena alasan kesehatan dan lain sebagainya, maka hormatilah dia, demikian juga sebaliknya.
source: jawaban.com