Tumbangnya rezim kepemimpinan Muamar Qadafi dan tewasnya di Sirte pada 20 Oktober 2011 membuat negara Libya semakin terpuruk, menurut Muhammad Fakhry Ghafur dalam penelitiannya yang berjudul Religion and Democracy :The Emergence of the Power Of Political Islam in Tunisia, Egypt and Libya, tidak lepas dari intervensi asing di Libya. Sejak awal meletusnya konflik, PBB membentuk United Nation Support Mission in Libya (UNSMIL) yang bertugas mempercepat penyelesaian konflik di Libya.
Sementara itu, NATO melakukan berbagai serangan militer untuk melemahkan basis kekuatan Qadafi. Tewasnya Qadafi membuka lembaran baru dalam dinamika politik Libya.
National Transition Council (NTC) yang didukung PBB mempercepat proses transisi politik dengan melaksanakan Pemilu dan pembentukan konstitusi baru. Pada 7 Juli 2012, NTC menyelenggarakan Pemilu sekaligus momentum penyerahan kekuasaan dari NTC ke General People Congress (GNC).
Padahal, Qadafi, terlepas dari berbagai kekuragannya, memiliki jasa yang tak kecil terhadap dunia Islam. Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan, sejak Qadafi menjadi pemimpin tertinggi Libya, ia menggunakan minyak untuk membantu kepentingan dunia Islam, terutama dalam rangka menentang Israel dan juga membantu gerakan-gerakan kemerdekaan di berbagai belahan dunia.
Para pemimpin Libya menyadari bahwa kekayaaan yang mereka peroleh adalah anugerah Allah, oleh karena itu harus dimanfaatkan bagi kepentingan Islam.
Pemerintah Libya memberikan bantuan keuangan yang cukup besar bagi upaya misi Islam dalam rangka membantu meningkatkan organisasi-organisasi dan kegiatan yang berkaitan dengan kebangkitan Islam, terutama bagi kelompok-kelompok minoritas Muslim di negara-negara non-Muslim.
Pada 1971, Libya membantu kepentingan umat Islam Filipina yang berstaus pengungsi, membangun masjid dan Islamic Centre (Pusat Islam), serta mengatur perundingan antara pemerintah Filipina dan MNLF (Moro National Liberation Front atau Front Pembebasan Nasional Moro) bagi otonomi Islam di Filipina Selatan.
Dalam bidang hukum, Libya menetapkan ketentuan-ketentuan pidana yang mendapat inspirasi dari Alquran. Pada 1972 ditetapkan hukuman potong tangan bagi kejahatan pencurian, hukuman potong tangan dan kaki bagi kejahatan perampokan dan hukuman cambuk serta rajam bagi perzinaan.
Kemudian pada 1974 ditetapkan hukuman cambuk bagi kejahatan memfitnah orang, melakukan zina dan peminum alkohol. Dalam pasal II konstitusi Libya 1977 dinyatakan bahwa Alquran menjadi syariat masyarakat. Namun di balik itu, Libya juga mengembangkan ide sosialisme religius dengan menganut sistem sosialisme Arab.
Dengan semangat sosialisme, seperti yang tercantum dalam Buku Hijau yang dikeluarkan oleh Qadafi sebagai panduan ideologi, perusahaan asing seperti bank dinasionalisasi. Pemerintah baru Libya juga berusaha untuk melakukan negosiasi ulang dengan perusahaan minyak asing, agar mendapatkan bagi hasil yang lebih besar.
Usaha ini membuahkan hasil. Dari sektor minyak, Qadafi dan pemerintahnya berhasil menggenjot pendapatan Libya dari 1,175 juta dolar AS menjadi 6 miliar pada 1974.
Menurut catatan The Government and Politics of the Middle East and North Africa, dengan hasil migas ini, Qadafi membangun infrastruktur, sekolah, universitas, dan sektor lainnya. Di masa pemerintahan Republik Libya, warga semakin berpendidikan dan angka buta huruf semakin menurun.
Meskipun Qadafi banyak membangun infrastruktur, hal ini tidak serta merta membuat dia dicintai rakyatnya. Qadafi secara terbuka mengatakan bahwa Islam dan politik bukanlah suatu hal yang menjadi satu. Agama dan politik adalah hal yang terpisah.
Bahkan dia mengatakan bahwa ulama sebenarnya tidak begitu diperlukan, sebab Alquran ditulis dalam bahasa Arab, jadi untuk apa warga memerlukan interpretasi ulama. Karena warga Libya menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan mereka.
Ini salah satu penyebab munculnya kelompok Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Harakat al-Islamiyah, Al-Takfir wa al-Hijra, dan kelompok politik Islam lainnya di Libya yang menentang pemerintahan Qadafi terutama sejak dekade 1990-an. Tidak hanya Qadafi tidak disukai oleh kelompok Islam, dia juga tidak disukai kalangan oposisi lainnya, karena gaya pemerintahannya yang otoriter.
Qadafi tidak segan-segan memberangus partai politik yang menentangnya. Bahkan sekelompok angkatan bersenjata Libya menentang Qadafi, dan melakukan pemberontakan pada dekade 1980-an dan pada 1993, namun dapat dikalahkan.Pada 1981, kelompok monarki membentuk Persatuan Konstitusi Libya pada 1981. Sedangkan Front Nasional Untuk Pembebasan Libya didirikan pada 1981 untuk menyatukan kelompok nasionalis dan politik Islam, untuk membentuk satu barisan melawan Qadafi.