Setiap pasangan suami istri menginginkan rumahtangga yang baik tetapi pada kenyataannya ada yang kandas karena perceraian. Beginilah penglman saya melakukan cara terdaik untuk memutuskan perceraian

Aku berani memutuskan untuk bercerai setelah bertahan selama kurang lebih 8 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, sebenarnya suami sudah menawarkan bukan meminta cerai beberapa kali tapi aku masih berusaha untuk mempertahankan pernikahan ini. Hingga sampai titik sekarang aku sudah tidak bisa lagi memperjuangkannya.

Aku menikah bulan April 2019. Kami berkenalan dalam waktu singkat. (Ini yang kemudian aku sesali dan menjadi salah satu faktor perceraian kami. Juni 2018 aku dikenalkan oleh teman dengan suamiku. Kemudian aku bertemu. Sempat lost contact selama 2 bulan, dan pertemuan kedua pada Desember dia mengajak untuk serius ke jenjang pernikahan.

Aku yang sudah berusia 27 tahun, terlebih tinggal di desa, sudah ditekan keluarga dan sanak saudara untuk menikah bahkan sampai mau dijodohkan, ditambah melihat teman-temanku yang sering update status dengan suami dan anak-anaknya, pengen lah ya untuk segera berkeluarga. Cowok yang mengajak serius ini pekerjaannya mapan, pendidikannya tinggi, penampilannya lumayan, keluarganya baik (iya, kami sudah saling berkunjung ke rumah masing-masing) usianya sudah dewasa seperti yang aku cari, sikapnya sepertinya juga baik. Masalah cinta aku pikir bisa kita tumbuhkan setelah menikah. Dengan beberapa pertimbangan itu I said yes to him. (Yang kemudian aku sesali lagi alasan paling bodoh untuk menikah itu)

Singkat cerita, Minggu di bulan April kami menikah. Dua hari setelahnya acara di tempat mempelai pria. Keesokan harinya atau 4 hari setelah ijab qabul, kenyataan pahit harus aku hadapi. Suami yang belum genap seminggu aku nikahi mengatakan hal yang tidak pernah terlintas di benakku sedikitpun. Dia bilang kalau dia punya HIV. Dan lebih parahnya, setelah aku cerca dengan pertanyaan darimana dia bisa mendapatkan itu, fakta yang lebih mencengangkan dan membuat duniaku hancur