Tahukah kamu kalau membangun jalan layang modern di indonesia itu sangat sulit karena adanya fondasi tiang diatas tanah yang becek dan rawa-rawa? Karena kesulitan inilah, Jenderal Kolonial Belanda Daendels pada masalalu membutuhkan ratusan ribu jiwa tenaga kerja paksa untuk membangun jalan lintas pantai utara di pulau Jawa. Hingga akhir awal abad ke 19 Dan akhir perang Dunia ke 2, pembangunan konstruksi beton dipermukaan tanah yang basah & lembut sangatlah sulit dilakukan serta membutuhkan banyak timbunan tanah yang malah merusak lingkungan.
Banyak bangunan yang telah menggunakan sistem yang di ciptakan oleh Prof Sedijatmo ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, jalan tol palembang-indralaya, dan ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota.
Sistem pondasi cakar ayam ini telah pula dikenal di banyak negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten internasional di 40 negara, yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, India, RRC, Jepang, Korea Selatan, Meksiko, Arab Saudi, Bahrain, Srilanka, Brazil, Qatar, Uni Soviet, Burma, Mesir, Afrika Selatan, Portugal, Spanyol, Argentina, Cile, Australia, Brunei Darussalam, Selandia Baru, Maroko, Jerman Barat, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark.
Kreatifitas Prof Dr Ir Sedijatmo muncul karena daya upaya beliau untuk menyelesaikan masalah dengan keterbatasan biayanya. Ditengah ketidakpastian tahun 1961 ketika sebagai pejabat PLN, beliau harus mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta. Dengan susah payah, 2 menara berhasil didirikan dengan sistem pondasi konvensional, sedangkan sisa yang 5 lagi masih terbengkelai. Menara ini untuk menyalurkan listrik dan pusat tenaga listrik di Tanjung Priok ke Gelanggang Olah Raga Senayan di mana akan diselenggarakan pesta olah raga Asian Games 1962.
Karena waktunya sangat mendesak, sedangkan sistem pondasi konvensional sangat sukar Dan mahal diterapkan di rawa-rawa tersebut, maka dicarilah sistem baru. Lahirlah ide Ir Sedijatmo untuk mendirikan menara di atas pondasi yang terdiri dari plat beton yang didukung oleh pipa-pipa beton di bawahnya. Pipa dan plat itu melekat secara monolit (bersatu), dan mencengkeram tanah lembek secara mantap dan meyakinkan.
Oleh Sedijatmo, hasil temuannya itu diberi nama sistem pondasi cakar ayam. Konon katanya, beliau terinpirasi dari melihat kaki ayam Dan bebek Yang bisa tegap berdiri ditanah yang lembut. Akhirnya menara dan tiang tersebut dapat diselesaikan tepat pada waktunya, dan tetap kukuh berdiri di daerah Ancol yang sekarang sudah menjadi ka wasan industri. Bagi daerah yang bertanah lembek, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk mendirikan gedung, tapi juga untuk membuat jalan dan landasan. Satu keuntungan lagi, sistem ini tidak memerlukan sistem drainase aliran air dan sambungan kembang susut.
Teknik konstruksi cakar ayam memungkinkan pembangunan struktur pada tanah lunak seperti rawa-rawa. Metode ini ditemukan oleh Prof. Dr. Ir. Sedijatmo pada 1961 tanpa sengaja loh!. Konstruksi cakar ayam terdiri dari pelat tipis yang didukung oleh pipa-pipa (cakar) yang tertanam pada bagian bawah pelat. Hubungan antara pipa-pipa dengan pelat beton dibuat monolit. Kerjasama sistem meliputi antara pelat–cakar–tanah yang menciptakan pelat yang lebih kaku dan lebih tahan terhadap beban dan pengaruh penurunan yang tidak seragam. Kegigihan beliau untuk mencari penyelesaian masalah dengan segala keterbatasan layak Kita tiru. Dan jangan lupa, seringkali Kita haruslah berfikir out of the box dan untuk mendapatkan inspirasi tersebut Kita membutuhkan hobi & aktifitas positif pelepas stress.
Sumber:
Ilmutekniksipil.com
Wikipedia.com