Di Jepang, memang ada juga yang tubuhnya gemuk, termasuk para pesumo.  Akan tetapi, jumlah orang yang bertubuh gemuk sangatlah sedikit dan jarang ditemukan. Banyak orang Indonesia mungkin keheranan karena melihat proporsi tubuh wanita Jepang yang kecil dan seolah tidak bisa gemuk. Padahal, bila dilihat dari kebiasaan makannya, tidak jauh berbeda dengan orang Asia kebanyakan. Jepang disebut sebagai negara yang tingkat obesitas penduduknya adalah terendah di dunia, yaitu 3,6 %.  Menurut Naomi Moriyama, penulis buku berjudul “Japanese Woman Don’t Get Old or Fat”), penduduk Jepang hanya mengkomsumsi rata-rata 25% lebih sedikit kalori setiap harinya dibanding dengan rata-rata komsumsi penduduk Amerika.

Amerika yang terkenal dengan makanan fast-foodnya ini memang memiliki tingkat obesitas yang tertinggi, yaitu 35% sesuai dengan data statistik Amerika 2015 yang dicatat daam website stateofobesity.org.  Rendahnya tingkat obesitas pada penduduk orang Jepang ini ternyata sangat berkaitan erat dengan tingginya tingkat usia mereka.  Rata-rata usia kaum wanita di Jepang mencapai 85% dan tergolong yang paling tinggi di dunia.

Di Jepang, perempuan atau laki-laki yang termasuk kategori gemuk atau agak montok dianggap jelek dan sering dikata-katain busu/ブス(arti: si jelek) atau debu/デブ (arti: si gembrot).  Tak jarang juga mereka yang tergolong berbadan gemuk ini menjadi sasaran bully oleh teman sekolahnya.  Kalau di Indonesia, anak yang agak gemuk dibilang lucu dan menggemaskan, kalau di Jepang malah sebaliknya.  Itulah kenapa kalau melihat anak-anak kecil di Jepang itu kurus-kurus, kalau kita melihat dengan kaca mata orang Indonesia, mereka itu seperti kurang dikasih makan.hehe  Jangan salah, orang Jepang itu sangat memikirkan dan menjaga kandungan gizi untuk bayi dan anak-anaknya.  Ahli-ahli gizi sangat sering muncul di siaran tv Jepang sebagai profesi yang sangat dihormati.  Hal ini menunjukkan gizi itu adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan orang Jepang.

Di balik kebiasaan hidup sehat itu, ternyata ada tujuh rahasia penting yang membuat tubuh wanita di sana tetap ideal. Simak saja ulasannya, seperti dimuat healthyandnaturalworld, Selasa (18/8/2015):

1. Bahan dasar makanan hanya ikan, kedelai, beras, sayuran dan buah

Pernah mampir ke restoran Jepang? Bila Anda peka, Anda bisa melihat sebagian besar makanannya hanya seputar ikan bakar, sedikit nasi, sayuran direbus, semangkuk sup miso, dan teh hijau serta buah-buahan untuk pencuci mulut

2. Porsi kecil karena peduli lingkar perut

Pernahkah Anda memperhatikan, makanan yang disajikan di sebuah restoran Jepang hanya semangkuk kecil? Ya, merupakan kebiasaan mereka mengonsumsi makanan dalam porsi kecil. Yang penting bagi mereka adalah presentasi dan aturan, seperti:

– Menikmati makanan secara perlahan

– Piring tidak sepenuhnya diisi.

– Setiap hidangan disajikan di piring sendiri.

– Makanan diatur untuk menunjukkan keindahan alam dan Anda kadang harus berhenti hanya untuk menikmati elemen estetikanya.

– Anda dianjurkan untuk berhenti makan saat 80 persen kenyang

– Kebanyakan wanita Jepang menggunakan prinsip kontrol porsi jika ingin menurunkan berat badan.

3. Kunci masakan

Ini yang penting dalam mengolah masakan. Orang Jepang sadar betul, makanan sehat hanya melalui proses kukus, memanggang, menumis, atau menggoreng cepat dalam wajan.

Koki Jepang sendiri jarang mengolah makanan pada suhu tinggi, apalagi dalam waktu yang lama. Juga, mereka juga lebih menikmati makanan segar dengan saus.

4. Mulai jarang makan nasi, kebanyakan mi ramen & roti

Rata-rata orang Jepang sebenarnya hidup dalam garis kemiskinan karena mahalnya biaya hidup sehari-hari. Mereka sangat sibuk bekerja sehingga menyukai roti dan ramen yang tergolong murah dan cepat saji. Selagi bekerja sering kali orang Jepang ngemil roti untuk mengganjal lapar dan seringpula mereka lupa dan malas untuk makan bila terlalu sibuk. Keberadaan jutaan mesin vending otomatis juga mempengaruhi kebiasaan orang Jepang untuk mengkonsumsi snack dan makanan ringan lain.

5. Sarapan dengan sup miso

Di Jepang, sarapan dianggap sangat penting dan disajikan dengan berbagai hidangan kecil. Semangkuk sup miso atau kadang disertai omurice (semacam telur dadar berisi nasi) sering dinikmati pada pagi hari sebelum beraktivitas.

6. Tanpa hidangan penutup

Makanan penutup bukan sesuatu yang wajib di Jepang. Kalaupun ingin mengonsumsi sesuatu yang manis biasanya disajikan di antara waktu makan.

7. Saat berat badan naik, orang Jepang akan lebih aktif

Meski tidak seobsesif wanita Barat, orang Jepang akan berlatih keras saat berat badannya naik. Meraka akan berjalan kaki ke mana-mana dan aktif dalam berbagai kegiatan.

8. Minuman teh hijau (ocha) sebagai minuman sehari-hari

Bagi orang Jepang minum teh hijau hingga 2 liter perhari adalah hal yang biasa. Walau rasanya pahit tawar, teh hijau merupakan minuman sehat yang dijadikan sebagai konsumsi sehari-hari di Jepang selain air putih.  Teh hijau ini dapat mengurangi penyerapan lemak dalam tubuh, dan meningkatkan intensitas pembakaran lemak. sehingga secara otomatis jumlah lemak pada tubuh bisa berkurang.  Teh ini mengandung bahan antioksidan dan anti kanker seperti polifenol dan fitokimia.  Disetiap kulkas orang Jepang pasti tersedia teh hijau siap minum maupun kaleng, dan memang teh hijau itu tidak ada yang manis dan biasanya diminum tanpa gula.  Tidak seperti di Indonesia yang biasanya tehnya sejenis teh hitam yang manis karena mengandung gula.  Teh hijau ini juga mampu menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah, bahkan bisa meredakan stress dan depresi.

9. Banyak berjalan kaki & tersedianya ruang terbuka hijau untu berolahraga gratis.

Aktivitas orang Jepang tidak lepas dari banyaknya berjalan kaki.  Baik itu waktu berangkat dan pulang kantor, sekolah, belanja, jalan-jalan, dan lain-lain.  Semua lokasi ditempuh dengan berjalan kaki.  Meski harus naik kereta atau bus terlebih dahulu, tetapi jarak yang mereka tempuh dengan berjalan kaki ke lokasi tujuan juga terhitung lumayan jauh apalagi dengan ukuran orang Indonesia.  Bagi mereka banyak berjalan kaki itu sudah biasa dan sama sekali tidak terasa capek karena dari kecil mereka sudah terbiasa.  Tidak seperti di Indonesia yang jarak 100 meter pun mungkin harus naik angkot.(hehe lebay ya..)  Tidak hanya banyak berjalan kaki tapi banyak juga yang naik sepeda.  Bahkan banyak juga yang hobby jogging tanpa mengenal musim dingin atau panas, mereka tetap semangat jogging.  Aktivitas lari maraton dan mendaki gunung pun sangat popular di kalangan masyarakat umum di Jepang.