Arkeolog dari Balai Besar Papua Hari Suroto menyebutkan bahwa benda cagar budaya Papua banyak yang dijual bebas di Eropa. Hari mendapati tengkorak asmat dan patung korwar dengan tengkorak kepala dari Teluk Cendrawasih dijual online melalui aplikasi berbasis gambar, Instagram.

“Benda cagar budaya tersebut didapatkan secara ilegal dan dijual secara online di Belanda, yaitu melalui akun Instagram bernama @rootz.gallery. Secara kemanusiaan, tengkorak tersebut merupakan tengkorak orang Papua yang harus dikembalikan ke Papua,” ujar Hari kepada Tempo, Selasa malam, 10 Desember 2019.

Hari menceritakan bahwa tengkorak-tengkorak tersebut sampai di Eropa, diperoleh secara ilegal, tidak ada bukti jual beli yang diakui negara maupun pelepasan yang diakui hukum adat. Selain itu tidak disertai surat-surat resmi lainnya, sehingga tidak ada legalitas hukum bagi mereka yang memperoleh benda cagar budaya Papua.

Situs penguburan prasejarah di Teluk Cenderawasih, meliputi Biak, Supiori, Yapen, Numfor, Teluk Wondama dan pulau-pulau kecil di lepas pantai Nabire. Penguburan ini terletak di daerah yang sulit dijangkau, yakni di celah-celah tebing-tebing karst.

“Mayat yang dimakamkan di dalam gua itu dilengkapi dengan sejumlah peralatan atau bekal kubur. Tengkorak-tengkorak dari Teluk Cenderawasih banyak yang hilang,” kata Hari.

Benda cagar budaya Papua dilindungi Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya. Dalam undang-undang tersebut tertulis bahwa perdagangan benda cagar budaya dianggap ilegal dan melarang perdagangan artefak ke luar negeri.

Benda cagar budaya Papua banyak dijual online di Eropa. Kredit: Instagram/rootz.gallery

Dugaannya, kata Hari, benda-benda tersebut diperkirakan diselundupkan ke luar negeri melalui lapangan terbang perintis di wilayah pedalaman Papua. Lapangan terbang perintis yang rawan penyelundupan, antara lain Kapeso, Dabra, dan Kasonaweja di Kabupaten Mamberamo Raya, serta Kobakma dan Kelila di Kabupaten Mamberamo Tengah.

“Untuk daerah pesisir, para wisatawan diduga membawa tengkorak kepala dengan menggunakan kapal pesiar lintas negara. Dari informasi warga, para wisatawan itu membayar mahal penduduk setempat untuk memandu mereka menuju ke situs penguburan tersebut. Mereka tidak berkoordinasi dengan Balai Arkelogi Papua maupun dinas terkait,” tutur Hari.

Lapangan terbang lain yang diduga menjadi tempat penyelundupan adalah Mararena di Kabupaten Sarmi, Bokondini, Apalapsili, dan Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang. Selain itu, juga lapangan terbang Illaga, Sinak, Tiom dan Ilu di Kabupaten Puncak, Yuruf di Kabupaten Jayawijaya, dan Ewer di Kabupaten Asmat.

“Lapangan terbang ini hanya bisa didarati pesawat terbang propeler tipe Twin Otter dan helikopter. Lapangan terbang perintis ini tidak dilengkapi dengan peralatan detektor X-ray,” lanjut Hari.

Benda budaya asal Papua memiliki nilai jual tinggi di luar negeri. Pada tahun 2017, tengkorak asal Asmat dilelang di Australia, dan berhasil digagalkan oleh Kedutaan Besar di Australia. “Tidak hanya itu, tengkorak manusia di gua-gua Raja Ampat hilang, yang diduga diambil oleh wisatawan asing,” kata Hari.

Benda-benda budaya Papua ini bisa lolos ke luar negeri, dari pedalaman Papua diduga salah satunya dibawa melalui jalur penerbangan perintis, kemudian dilanjutkan jalan darat atau jalur laut ke Papua Nugini.

Menurut Hari, untuk mengantisipasi penyelundupan berlangsung terus, perlu dilakukan pencegahan dengan pengawasan dan pemeriksaan ketat oleh instansi terkait, seperti Bea Cukai di wilayah perbatasan dengan Papua Nugini.

“Pemerintah Indonesia bisa menuntut negara, lembaga, museum maupun perorangan di luar negeri yang mengoleksi benda cagar budaya Papua guna mengembalikannya ke Papua. Pemerintah perlu melakukan pendekatan diplomasi antar negara maupun pendekatan hukum melalui pengadilan internasional guna mendapatkan kembali benda cagar budaya tersebut,” kata peneliti itu.

Pemerintah Indonesia perlu belajar dari Italia dan Mesir yang berjuang mendapatkan kembali benda cagar budayanya yang ada di luar negeri. Pemerintah Italia sering mengadakan perundingan dengan museum di luar negeri yang mengoleksi benda cagar budaya Romawi.

Harapannya menghasilkan kesepakatan yang menghindarkan penuntutan hukum, tapi menjamin penguasaan Italia atas benda cagar budaya itu. “Sementara Pemerintah Mesir membentuk lembaga khusus untuk mengembalikan artefak-artefak asal Mesir ke negara itu, pengadilan Amerika Serikat mengakui keabsahan tuntutan-tuntutan Mesir,” ujar Hari.