Publik Indonesia kembali dibanggakan dengan berkibarnya kembali bendera merah putih di tanah Arab! Kesuksesan dan keberhasilan Karisma Evi Tiarani yang menyabet medali emas tidak hanya sebatas prestasi umum semata tetapi juga melebihi harapan bangsa, yaitu memecahkan rekor pada Kejuaraan Dunia Para Atletik di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) pada tanggal 7 sampai 15 November 2019.
Karisma Evi Tiarani merupakan atlet disabled atau cacat difabel binaan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia untuk cabang olah raga para atletik.
Karisma sudah mengalahkan atlet dari Italia, Jepang dan Afrika pada akhir Agustus lalu, Karisma telah memecahkan rekor dunia dalam turnamen Handisport Paris Open dengan mencetak waktu 14,90 detik. Sedangkan pada kejuaraan di Dubai, gadis berusia 18 tahun itu menyelesaikan perlombaan dengan catatan waktu 14,72 detik sekaligus mencetak rekor dunia baru di nomor 100 meter putri kelas T36 World Para Athletics Championships 2019.
Karisma menjadi atlit ras Asia pertama yang sanggup dan berhasil melampaui pemegang waktu terbaik sebelumnya, atlet asal Italia, Monica Graziana Contrafatto, yang berada di posisi kedua dengan catatan waktu 15,56 detik, dan Gitte Haenen asal Belgia di tempat ketiga dengan catatan waktu 15,60 detik.
Walaupun atlit lari sebagian besar dipengaruhi oleh bakat genetik dan ras, Karisma yang tidak menyangka bisa menang karena harus bersaing dengan senior ini berhak mendapatkan tiket ke Paralimpik 2020 Tokyo Jepang mendatang.
Walaupun telah berprestasi, menurut Karisma sebenarnya ia tak mematok bisa meraih medali emas apalagi memecahkan rekor dunia karena ia merasa bahwa pesaingnya merupakan atlet-atlet senior yang jauh lebih berpengalaman dan dari negara lain yang lebih maju dibandingkan dirinya. Namun kenyataan berkata lain.
Persiapan dalam menghadapi kejuaraan dunia tersebut, menurut Karisma, tak ada program latihan khusus maupun program hadiah yang diberikan. Latihan yang dilakukan Karisma sebenarnya pun serupa yang dipersiapkan untuk menghadapi ASEAN Paragames.
Secara fisik, Karisma terlahir dalam keadaan ukuran panjang kaki yang berbeda. Kaki kirinya lebih pendek sekitar 7 cm ketimbang kaki kanannya. Namun Karisma tidak pernah diperlakukan berbeda oleh keluarga dan lingkungannya. Dukungan dari sang ibu dan teman-temannya, membuatnya tumbuh dengan percaya diri dan tak pernah minder. Meski memiliki keterbatasan, tapi mereka tidak pernah sekalipun mengejek atau mengoloknya. Karisma mengatakan, temen-teman sekolahnya juga justru mendukungnya penuh dalam berprestasi.
Karisma bercerita bahwa saat ia masih berSekolah Menengah Pertama, ia diajak oleh saudaranya untuk ujicoba mengikuti tes ujian program masuk pelatnas National Paralympic Committee (NPC).
Pada awalnya ia ikut hanya coba-coba program bulu tangkis dan ternyata olahraga tersebut membuatnya merasa masih kesulitan dalam keseimbangan karena kakinya yang satu lebih lemah. Ia pun harus mendorong dirinya sendiri agar tetap semangat mencoba berlatih belajar di cabang olahraga lari yang membutuhkan peyesuaian program latihan dan disiplin ilmu yang berbeda.
Dengan semangat kuat bercitacita menjadi atlet para atletik, gadis kelahiran Boyolali, 19 Januari 2001, ini ternyata lolos seleksi. Karisma sadar, sebagai penyandang disabilitas memilih olahraga sebagai jalan hidup merupakan sebuah tantangan besar.
Saat itu, try out uian pertamanya ikut Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah 2014 dan sukses mempersembahkan satu medali emas di nomor 100 meter T42. Kendati demikian, Karisma mengaku belum berminat menjadi atlet. Hingga suatu hari ia mendapat panggilan untuk klub PPLP (Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar) Jawa Tengah. Karisma ikut seleksi lagi dan diterima. Pada Peparnas 2016 di Jawa Barat, Karisma mendapat dua emas 100 meter dan lompat jauh.
Dengan dorongan disiplin serta motivasi diri dan semangat mendapat banyak teman baru, ia pun sukses menjalani berbagai proses seleksi dan karantina, membuat anak bungsu dari dua bersaudara itu lambat laun mulai menyukai dan memutuskan untuk serius menjadi atlet.
Asian Para Games 2018
Persiapan Karisma tidaklah instan. Ia pernah mendapatkan emas di nomor 100 meter T42 (tuna daksa) Asian Para Games (APG) 2018. Ia menjadi yang tercepat setelah mengalahkan duo Jepang di babak final yang berlangsung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta.
Dalam kompetisi tersebut, Karisma selain turun di nomor sprint, juga berkesempatan unjuk gigi di nomor lompat jauh. Ia berhasil mencatatkan waktu 14,98 detik atau lebih cepat 1,91 detik atas Kaede Maekawa yang memperoleh perak, dan Tomomi Tozawa yang memperoleh perunggu. Medali yang ditorehkannya tersebut merupakan emas kelima dari cabang atletik.
Padahal saat itu ia sempat merasa gugup yang luar biasa saat akan berlomba karena takut tidak bisa menghasilkan waktu maksimalnya. Tampil di SUGBK untuk kali pertama, dengan penonton yang banyak diakuinya merupakan pengalaman pertamanya. Untung kepercayaan dirinya segera muncul karena ingin berhasil mencapai target emas dan menjadi kebanggaan orang tuanya.
Bagi Karisma keluarga dan teman adalah salah satu kekuatan terbesarnya. Dukungan dari mereka yang sering datang langsung menyaksikannya berlomba menjadi tambahan motivasi untuknya. Karena itu Karisma mempersembahkan medali emas tersebut bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang-orang yang selalu mendukung dan memberinya semangat.
Ia pun bangga meskipun memiliki keterbatasan tapi mampu mengharumkan nama Indonesia. Karisma berhasil membuktikan bahwa keterbatasan bukan sebuah halangan mencapai tujuan besar.
Totalitas menjadi atlet telah dibuktikan Karisma. Ia pun berencana akan terus menjadi atlet sampai tidak mampu lagi. Tapi jika suatu saat nanti itu terjadi, ia ingin bisa menjadi pelatih atletik. Karena baginya sprint itu sudah menjadi passion dan jalan hidup baginya.
—
Sumber: elshinta dari berbagai sumber