perempuan rentan menjadi korban pelecehan tak peduli gaya berpakaiannya, tetapi mereka masih sering disalahkan karenanya. Contoh terbarunya seperti peraturan baru di Thailand yang mengukuhkan budaya menyalahkan korban.
Akhir bulan lalu, Menteri Pendidikan Thailand mengeluarkan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2003 yang melarang “pakaian seksi” seperti rok pendek dan kemeja ketat di sekolah. Orang tua atau wali yang melanggar peraturannya akan didenda hingga 30.000 Baht (Rp13,8 juta).
The Thai Examiner melaporkan pejabat negara mengklaim semakin ke sini semakin banyak siswi sekolah yang mengenakan pakaian terbuka atau cabul, tetapi mereka tidak menjelaskan pakaian yang cabul itu seperti apa.
Menurut The Independent, tujuan diberlakukannya aturan berpakaian yaitu untuk mengurangi kasus pelecehan seksual di sekolah. Pelajar juga dilarang menggoda atau mengundang ketertarikan yang bersifat seksual
Dalam survei terbarunya, lembaga riset Britania Raya YouGov menyimpulkan bila 21 persen dari 1.107 responden asal Thailand mengaku pernah dilecehkan. Sebanyak 17 persen responden mengatakan pelecehannya terjadi di sekolah atau universitas. Hanya lima persen peserta yang mengetahui #MeToo, gerakan global yang mendesak perempuan untuk berani melawan kekerasan seksual.
Ini bukan pertama kalinya pemerintah Thailand mengatur gaya berpakaian perempuan. Pada Maret 2018, otoritas mendapat reaksi keras dari berbagai pihak setelah melarang perempuan “berpakaian seksi” menjelang perayaan Tahun Baru Thailand. Para perempuan tak terima dengan anggapan berpakaian tertutup bisa menghindarkan mereka dari pelecehan seksual.
source: vice