Lebih dari 7.500 perempuan Myanmar dipaksa menikahdengan pria Cina dan 65 persen dari jumlah itu merupakan korbanperdagangan manusia. Penelitian Johns Hopkins Bloomberg School of Public Healt dan Kachin Women’s Association Thailand yang dipaparkan di Bangkok, 7 Desember 2018 menemukan fakta tersebut dalam 5 tahun terakhir.

Ribuan perempuan Myanmar diperdagangkan oleh broker atau lewat perekrutan kerja untuk kemudian dipaksa menikah dengan pria Cina.

“Dalam hal ini masalah seperti tidak ada dokumentasi, konflik yang sedang terjadi di wilayah etnis minoritas, para imigran biasanya tanpa dokumen masuk Cina, bekerja tanpa kontrak, menikah tanpa izin dan anak-anak tanpa pencatatan yang layak ketika mereka lahir,” kata Courtland Robinson, associate profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, seperti dikutip dari South China Morning Post, Jumat, 7 Desember 2018.

Dalam 5 tahun terakhir, sekitar 106 ribu imigran perempuan Myanmar kembali pulang. Tahun lalu sekitar 65 ribu perempuan Myanmar tinggal di Cina. Sekitar 2.500 orang di antaranya dipaksa menikah dan 2.300 orang dipaksa memiliki anak.


Terbanyak menjadi korban berasal dari negara bagian Kachin dan Shan yang wilayahnya berbatasan dengan Cina.

Masalah konflik etnis, penguasan lahan, relokasi dipaksakan dan kejahatan HAM telah membuat warga Myanmar yang tidak punya tanah dan pengangguran berimigrasi massal ke Cina.

Meski sebagian besar perhatian internasional fokus kepada penderitaan etnis minoritas Rohingya di Myanmar bagian barat, namun perang saudara di wilayah utara negara itu masih berlanjut sehingga memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka.

Lebih dari 120 ribu orang telah meninggalkan rumah mereka dipicu bentrokan antara militer Myanmar dengan kelompok bersenjata etnis di Kachin dan Shan pecah sejak tahun 2011.

Perempuan-perempuan Myanmar tidak dapat meninggalkan Cina karena mempertimbangkan nasib anak-anak mereka.

“Dia tidak memiliki sikap yang baik. Namun dia ayah dari anak saya, makanya saya bertahan. Kami bertarung dalam situasi sulit. Dia selingkuh, menggunakan opium dan memukuli saya,” kata seorang perempuan Kachin, 48 tahun.

Mereka tidak berani melapor ke polisi karenamereka tidak ingin ditangkap. Mereka tidak bisa berbahasa Cina dantidak punya dokumen tinggal.


source: Tempo