Seorang tukang daging berdiri dihadapan sebuah meja dengan tangan penuh bercak darah. Dia memotong-memotong daging dengan goloknya. Tulang-tulang berserakan di lantai bersama potongan-potongan bulu anjing.
Itu bukan tempat yang menyenangkan, namun daging-daging ini akan disajikan dengan cantik di atas meja makan restoran kepada para pelanggan yang lapar ingin memakan daging anjing.
Para pekerja di restoran itu akan marah saat ada wartawan yang berusaha berbicara dengan mereka atau mendokumentasikan kegiatan mereka. Padahal, ketenaran penjualan daging anjing di Kamboja sudah bukan rahasia lagi.
Stigma dan bisnis jual-beli daging anjing di Kamboja mulai menjadi sorotan sebagai dampak naiknya permintaan. Hampir di penjuru ibu kota Phnom Penh, semakin banyak menu daging anjing dijual di pinggir jalan, termasuk di tempat wisata Siem Reap. Di provinsi-provinsi pinggir Kamboja, restoran menjual menu daging anjing ramai dibuka untuk memenuhi keinginan pelanggan akan daging anjing
Dikutip dari situs channelnewsasia.com pada Minggu, 9 September 2018, tidak ada data resmi mengenai perkembangan bisnis daging anjing, namun yang pasti permintaan dan jumlah restoran menjual menu makanan daging anjing semakin meningkat.
“Daging anjing ini seperti obat. Rasanya panas tetapi membuat badan menjadi enak dan rasanya lebih lezat ketimbang daging babi,” kata salah seorang penyuka daging anjing.
Menurut Humane Society International (HSI), Kamboja hanyalah pemain kecil di industri jual-beli daging anjing di kawasan Asia. Diperkirakan sekitar 30 juta anjing per tahun di sepanjang Asia, termasuk Cina dan Korea Selatan, disembelih.
Untungnya, kampanye telah terbukti efektif mengurangi pemanfaatan daging anjing di beberapa negara, khususnya di Indonesia. Namun sedikit perkembangan di Kamboja.
Source: Tempo