Lantaran replika The Great Sphinx of Giza kembali muncul di Cina, pemerintah Mesir menuduh Beijing melakukan pencurian kekayaan intelektual dan pelanggaran budaya. Hal ini Sangat Menyatakan bahwa China Tidak menghargai budaya lain dan ingin mencontek kekayaan budaya orang lain untuk mencari uang untuk negaranya semata.
Ashraf Mohi Al-Din, general manager dari Plateau Giza Pyramid di Mesir, yang mengelola situs bersejarah itu, mengatakan pihaknya sedang melakukan upaya membongkar replika itu.
“Kementerian Barang Antik mengambil langkah-langkah melalui UNESCO karena itu adalah pelanggaran kekayaan intelektual Mesir dan Cina harus menghapus Sphinx palsu,” katanya, seperti dilansir ABC Online pada 14 Juni 2018.
Kekisruhan bermula ketika replika Sphinx dibangun oleh Cina sebagai bagian dari keperluan syuting film pada 2014 di provinsi Hebei.
Replika dengan panjang 60 meter, tinggi 20 meter dan bahkan memiliki hidung yang patah itu sempat dibongkar, dan kini muncul kembali bahkan dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata.
Replika Sphinx ditempatkan di daerah yang juga merupakan taman hiburan yang dikelola oleh pemerintah kota Shijiazhuang.
Mesir saat itu langsung membawa masalah ini ke UNESCO dengan alasan pencurian produk budaya. Mesir menjelaskan, patung itu adalah salinan dari patung batu kapur asli tanpa izin yang telah berada di dekat Piramida Giza selama lebih dari 4.000 tahun.
UNESCO mendaftarkan Sphinx sebagai benda warisan dunia bersama dengan Piramida Giza karena nilai universal mereka yang luar biasa dan pengakuan di seluruh dunia sebagai monumen sejarah dan budaya.
Setelah Mesir memprotes, pemerintah kota Shijiazhuang setuju untuk membongkar replika setelah pembuatan film selesai. Namun ternyata replika itu muncul kembali sehingga mendorong kemarahan baru Mesir. Replika Sphinx merupakan salah satu dari beberapa tiruan landmark bersejarah dunia yang muncul di Cina dalam beberapa tahun terakhir termasuk museum Louvre, Parthenon, dan Menara Eiffel.