Blangkon adalah tutup atas kepala yang berfungsi sebagai topi pelindung dari sengatan terik panas dan digunakan oleh pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Blangkon sebenarnya bentuknya praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik. Tidak ada catatan sejarah yang dapat menjelaskan asal mula pria jawa memakai ikat kepala atau penutup kepala sama dengan blankgon juga tutup kepala
Pada zaman dahulu blangkon tidak berbentuk bulat, tatapi seperti ikat kepala dengan proses pengikatan yang rumit. Seiring perkembangan jaman, terciptalah inovasi untuk membuat ikat kepala siap pakai yang di sebut sebut blangkon.
Menurut teori sejarah yang menyatajkan bahwa pemakaian blangkon merupakan pengaruh dari budaya, Islam dan Hindu yang diyakini oleh orang Jawa. Menurut para ahli, orang Islam yang masuk ke Jawa terdiri dari dua etnis yakni keturunana Cina dari Daratan Tiongkok dan para pedaganag Gujarat. Para pedagang Gujarat ini adalah orang keturunan Arab, mereka selalu memakai sorban, yaitu kain panjang dan lebar yang diikat di kepala mereka. Sorban inilah yang sering menginspirasi orang Jawa untuk memakai ikat seprti halnya orang keturunan Arab.
Ada teori lain yang berasal dari para sesepuh yang mengatakan bahwa pada jaman dahulu, ikat kepala tidaklkah permanen seperti sorban yang selalu diikatkan pada kepala. Tetapi dengan adanya masa krisis ekonomi akibat perang, kain menjadi satu barang sulit didapat. Oleh karena itu, dulu para petinggi keraton meminta seniman untuk memproduksi atau pemanfaatan maka terciptalah bentuk kepala yang permanen dengan kaon yang lebih hemat yang disebut blangkon.
Perbedaan blangkon Solo dengan Jogja dan mondolan. Pada bagian belakang blangkon terdapat mondolan, mondolan ini juga berbeda antara Solo dan Jogja.
Blangkon Solo dan blangkon Jogja sekilas nampak sama terapi ada peerbedaan masing-masing. Blangkon Solo dari kain batik yang sering di pakai warnanya cenderung kecoklatan, seperti batik Sogan. Bagian belakang atau mondolan berbentuk datar mencereminkan blankon solo.
Sedankan Untuk Blangkon Jogja dibuat dengan kain batik yang warnanya senderung putih, seperti batik Bledek. Pada bagian belakang berbentuk monjol merupakan blangkon Jogja.
Pada blangkon di bagian ujung kepala atu jebeh juga berbeda dengan blangkon Solo dan Jogja. Jebeh ini berasal dari bahasa Sansakerta berarti ujung dari ikat kepala. Jebeh Solo biasnnya berbentuk segitiga sedangkan Jogja terdapat lipatan menyerupai sayap kupu-kupu.
Berikut Beberapa Jenis Blangkon Jogja
1. BLANGKON SUNAN
Blangkon jenis Sunan ini pada umumnya seperti blangkon jogja biasa, tetapi yang membedakannya adalah penggunaan kain untuk bahan blangkon. Jika blangkon pada umumnya menggunakan batik sebagai bahan utama, blangkon ini biasanya menggujnakan kain polos warna putih untuk membuat blangkon. Sehingga hasil yang didapat adalah jenis blangkon yang berwarna polos.
2. BLANGKON SENOPATEN
Bila blangkon Jogja umumnya memiliki sintingan menempel pada badan blangkon, jenis blangkon senopaten ini memiliki sintingan yang terpisah dengan badan blangkon, sehingga tampak seperti sayap burung yang sedang dikepakkan. blangkon ini juga tidak mempunyai kliwir di bawah mondolan. kain yang di gunakan dalam pembuatan blangkon ini pada umumnya kain batik.
3. BLANGKON JOGJA KLIWIR ATAU KINCIR
Blangkon syang satu ini mempunyai ciri khas khusus bagian belakang ada kain yang memanjang di bawah mondolan. Kliwir ini biasanya merupakan kepanjangan dari sinting atau kain yang berbeda diantara mondolan yang mirip dengn sayap. Blangkon ini biasnnya dipakai oleh anak muda. Panjang dari kliwir ini bervariasi ada yang pendek dan panjang mencapai 1 meter.
4. BLNGKON MATARAM
Blangkon ini paling sering dijumpai pada perangkat keraton, salah satu ciri blangkon ini sintingan menempel menjumpainya saat acara-acara adat di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sedangkan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatn blangkon antara lain :
- Motif Modang, mengandung makna kesakitan untuk meredam angkara morka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam senditi-
- Motif Celengkewengen menggambarkan keberanian juga berabti sifat kejujuran, polos dan apa adanya.
- Motif Kumitir merupakan penggambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
- Motif Blumbangan, berasal daari kata blumbang yang berarti kolam atu tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salh satu dari sumbeer kehidupan.
- Motif Jumputan berasala dari kat jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil bebeerapa unsur yang baik.
- Motif Taruntum motif ini berbentuik tebarab bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang di malam hari maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebah]gaiannya
- Motif Wirasat motif ini artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonnnya secara meteri, Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi.
Demikian mengenai sejarah singkat blangkon di Jogja semoga artikel ini dapat membantu Anda dalam memilih blangkon dan menjadi sejarah yang tidak terlupakan serta masih banyak lagi sejarah dan budaya di Jogjakarta yang sekarang masih ada petilasan-petilasannya. Selamat artikel ini dapat menarik minat anda untuk mencintai budaya Indonesia.