1. Jepang itu Aman?
Memang Benar. Tapi ingat, aman bukan berarti tidak ada. Tingkat kriminalitasnya memang kecil, namun masih ada. Berita mengenai aman-nya Jepang memang sudah terkenal di mata dunia. Namun alangkah baiknya jangan terlalu terbuai dengan keamaan tersebut. Jepang memang aman, namun tidak sepenuhnya aman. Apalagi mungkin saja tidak seaman yang diberitakan, karena media dikendalikan oleh pemerintah Jepang, yang bisa jadi menutupi kriminalitas yang ada. Jangan sampai kita lengah, karena yang namanya kejahatan pasti tetap ada. Tetap waspada.
2. Media Dikendalikan oleh Pemerintah.
Masih ingat dengan Tsunami Jepang tahun 2011? Bencana tersebut mengakibatkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daichi meledak dan mengeluarkan material radioaktif dalam jumlah yang besar. Setelah beberapa tahun berlalu, media dan pemerintah seakan menutup rapat efek yang ditimbulkan dari bencana ini. Padahal sampai hari ini, efek yang ditimbulkan sangat berbahaya bagi global. Karena nyatanya, sebanyak 400 ton cairan radioaktif mengalir ke laut pasifik tiap harinya. Fakta mengerikan ini sangat ditutupi oleh media Jepang. Apalagi, Jepang telah mengesahkan UU yang berisi, siapa saja yang membocorkan rahasia negara akan diberi sanksi 10 tahun penjara. Jadi siapapun yang membocorkan betapa bahayanya reaksi nuklir, terancam dikenai sanksi. Namun positifnya dari menutup kebenaran ini adalah untuk menjaga ketentraman negara, ekonomi serta stabilitas. Karena dikhawatirkan jika hal ini tersebar luas, akan banyak pihak lain yang mengambil kesempatan menekan pemerintah dan memecah belah bangsa.
3. Sexual Assault
Pelecehan seksual merupakan hal yang sangat ‘biasa’ di Jepang. Bahkan, hal yang dilakukan perempuan setelah dilecehkan biasanya adalah hanya berkata “ah, dasar lelaki”. Polisi juga terkesan tidak peduli dengan kejahatan pelecehan seksual. Apalagi, perempuan di Jepang merasa malu apabila melaporkan pelecehan seksual yang dialaminya karena dianggap merupakan sebuah aib. Biasanya pelecehan seksual banyak terjadi di kereta dan tempat-tempat ramai dan sesak. Salah satu youtuber pun pernah mengungkapkan pengalaman pelecehan seksual yang pernah dialami di salah satu videonya.
4. Karoshi
Jepang dikenal dengan budaya kerjanya yang disiplin. Dan itu merupakan hal yang baik dan patut dicontoh. Namun, terdapat beberapa dampak negatif yang pernah terjadi, bahkan menjadi headline dunia. Karoshi, bunuh diri akibat stress pekerjaan pernah dialami oleh salah satu pegawai Dentsu. Matsuri Takahashi, dikabarkan dipaksa untuk bekerja ‘lembur’ yaitu kelebihan waktu kerja 105 jam dalam sebulan. Dengan kejadian tersebut, CEO Dentsu pun mengundurkan diri. Bahkan, saat perang dunia ke-2, banyak pilot pesawat tempur sengaja menabrakan pesawatnya untuk bunuh diri.
5. Commit Suicide
Setelah tadi berbicara mengenai Karoshi, bunuh diri akibat pekerjaan yang berlebihan. Sekitar 57% kasus bunuh diri, penyebabnya adalah pengangguran. Selain itu, masyakarat Jepang mempunyai harga diri yang sangat tinggi, jadi tak sedikit pula yang bunuh diri dengan alasan kehormatan. Contohnya, saat kasus Fukushima. Sektor industri utama Fukushima adalah pertanian, sekitar 49 mil dari PLTN Fukushima, di daerah Sukagawa terdapat petani yang mempunyai usaha pertanian. Sejak kejadian Tsunami, pihak pemerintah Jepang tetap mengizinkan keluarganya utuk menjual hasil pertanian mereka karena berasnya belum melewati batas limit radiasi. Ternyata tanpa diketahui (ditutupi oleh pemerintah), hasil tani petani tersebut sudah berkontaminasi radiasi dengan limit yang lebih. Karena merasa bersalah telah menjual hasil tani beradiasi tinggi, petani tersebut pun bunuh diri dengan cara gantung diri. Banyak juga kasus bunuh diri yang terjadi akibat adanya tekanan sosial, bully, stress, bahkan ada hutan di Jepang yang terkenal sebagai tempat bunuh diri populer.
Namun, terlepas dari semua itu, Jepang merupakan negara dengan budaya yang menarik dan unik untuk dikunjungi. Keramahannya warga Jepang dengan turisnya menjadi alasan banyak orang yang betah untuk mengunjungi Jepang. Namun menjadi turis tentunya berbeda dengan menjadi warga Jepang.
Source: Reyhan Ronin