Bukan hanya orang Indonesia saja yang salah paham tentang ini, tetapi juga banyak orang dari belahan bumi yang lain.

Selain karena tidak pernah ada negara yang mencapai tahap masyarakat Komunis, Korea Utara memang sudah tidak menganut komunisme lagi. Bahkan, nilai – nilai dari ideologi Korea Utara saat ini banyak berasal dari anti-Komunisme.

Pada tahun 1972, Korea Utara memperkenalkan suatu ideologi baru ke konstitusi mereka yang bernama 주체/主體 Juche untuk menggantikan Marxisme-Leninisme. Ideologi ini adalah salah satu bentuk etno-nasionalisme di mana etnis Korea diyakini memiliki darah termurni dibanding etnis lain, oleh sebab itu Korea harus bisa memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang tidak berhubungan sama sekali dengan negara barbar yang lain.

Juche adalah suatu bentuk nasionalisme yang sangat ekstrim. Jika ada kedapatan wanita Korea Utara yang mengandung anak setengah Korea dan setengah dari ras lain, wanita tersebut akan dipaksa untuk melakukan aborsi untuk mencegah ternodainya darah Korea yang murni.

Kalau dibandingkan dengan sejarah Eropa, Juche ini sangat mirip dengan Fasisme yang dianut Nazi. Yang berbeda hanyalah Juche tidak memiliki unsur ekspansionisme (kecuali ke Korea Selatan yang sepenuhnya adalah masalah lain).

Juche juga menjadi pembenaran berkuasanya Dinasti Kim dengan meyakini bahwa Korea perlu dipimpin sosok yang kuat dan sosok tersebut berasal dari keturunan Gunung 백두/ 白頭 Paektu (gunung yang dianggap sakral oleh kepercayaan lokal masyarakat Korea). Keturunan Gunung Paektu yang dimaksud adalah keturunan dari Kim Jong-il. Juche menekankan bahwa sosok pemimpin yang kuatlah yang menjadi pendorong dari majunya masyarakat. Makanya, pemimpin tertinggi dari Korea Utara disembah layaknya dewa.

Mari kita bandingkan dengan Komunisme.

Komunisme adalah suatu ideologi yang sangat globalis. Marxisme-Leninisme menentang adanya nasionalisme dan sukuisme. Coba saja dengar seru – seruan dari para Komunis, “Pekerja dunia bersatu!” atau lagu kebangsaan “The Internationale”. Sangat tidak masuk akal mengatakan Korea Utara dengan ideologi Juche-nya yang rasis adalah negara Komunis.

Komunis meyakini bahwa kepercayaan adalah suatu bentuk kebahagiaan semu oleh para penindas (kaum kapitalis) agar rakyat jelata tetap termotivasi untuk bekerja walau hidup mereka sengsara. Para buruh dan petani harusnya menuntut kebahagiaan yang nyata tanpa ilusi dari para penindas. Sedangkan sikap pemerintah Korea Utara justru memaksa rakyatnya menyembah sosok “Pemimpin yang Hebat”, sama sekali telah bertentangan dengan Komunisme.

Selanjutnya, bentuk akhir dari Komunisme adalah terhapusnya pemerintah dan negara. Masyakarat Komunis tidak memerlukan suatu entitas yang lebih tinggi derajatnya dari masyakatat umum untuk mengontrol masyarakat itu. Ideologi Juche milik Korea Utara justru terus berusaha melindungi dinasti milik keluarga Kim.

Korea Utara tidak menganut Komunisme ataupun Marxisme-Leninisme. Mereka menganut suatu ideologi campuran dari fasisme Hitler dan unsur Stalinisme yang menganggap bahwa darah etnis Korea sangat sakral dan tidak pantas dibandingkan dengan etnis lain.

Pada tahun 2009, Korea Utara secara resmi meninggalkan ideologi Komunis dengan menghapus seluruh kata Komunis dari konstitusi mereka. Komunisme di Korea Utara sejak awal cuma suntikan ideologi dari Uni Soviet yang tidak pernah berjalan dan dijadikan alat untuk mendapat bantuan dari Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok.

Dengan ideologi Juche, Korea Utara ingin terbebas dari pengaruh Uni Soviet dan RRT dalam sistem politik mereka. Korea Utara secara praktis tidak pernah lagi mendengarkan perintah Uni Soviet maupun RRT, tidak seperti Korea Selatan yang sangat patuh terhadap Amerika Serikat.

RRT sejak lama telah menuntut Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi penuh, namun tidak pernah didengarkan. Sampai akhirnya RRT memilih menghentikan bantuan berbagai sumber daya dan bahan makanan yang akan mengancam kelaparan massal di Korea Utara akhir tahun ini, barulah Korea Utara bersikap jinak dan mau berkomunikasi dengan negara – negara lain.

Berbicara tentang negosiasi dengan negara lain, saya cukup ragu Donald Trump tahu tentang semua ini.