Rambut panjang terurai, wajah pucat, dengan tawa melengking. Ia bisa terbang dan bersemayam di pohon rindang atau berdiam di bangunan tua tak bertuan. Bersiaplah menemuinya jika tiba-tiba tercium aroma bunga.
Rambutnya panjang terurai, wajahnya pucat, dan tawanya melengking membelah malam yang sunyi. Bersiaplah jika suaranya terdengar jauh. Bisa jadi sang kuntilanak sedang mengawasi dari dekat. Kabarnya, kuntilanak sering bersemayam di pohon rindang atau bangunan tua tak bertuan.
Kuntilanak digambarkan sebagai sosok perempuan yang meninggal dalam keadaan hamil. Ada juga yang menyebutnya meninggal setelah melahirkan. Rohnya tidak tenang ketika dipisahkan dengan sang anak. Ia lalu gentayangan dan mendekati para perempuan hamil atau bayi yang baru lahir.
Kehadiran sosok ini menebar horor, khususnya bagi perempuan hamil atau yang baru melahirkan pada zaman dahulu. Ia akan mengincar dan menculik bayi saat petang tiba. Itu sebabnya, dahulu sesepuh di Pulau Jawa meminta ibu hamil untuk menyiapkan bungkusan kain berisi gunting, jarum, paku, hingga bawang putih untuk menghalau datangnya kuntilanak.
Kuntilanak merah terkenal paling jahat. Mengutip dari buku Kisah Tanah Jawa oleh Maza Zidan dan Bonaventura D Genta, warna mewakili energi kuntilanak sebelum meninggal. Merah berarti amarah.
Adapun kuntilanak hitam, yang menyandang gelar sebagai ratu bangsa kuntilanak, wujudnya sangat jarang terlihat oleh manusia. Namun, ia memiliki kekuatan besar, melebihi kuntilanak pada umumnya.
Sementara proyeksi wujud kuntilanak sebagai hantu perempuan berbaju putih tidak lepas dari karya para sineas. Gambaran ini pertama kali muncul di film Putri Kuntilanak (1988) karya sutradara Atok Suharto. Sosok ini juga digambarkan berambut panjang, berwajah pucat, kulit di sekitar mata kehitaman, mata melotot, dan tak segan mencelakakan manusia jika telanjur dendam.
Gambaran fisik yang lebih kurang sama muncul pula di film-film yang dibintangi Suzanna pada 1980-an hingga 1990-an, seperti Sundel Bolong (1981) dan Malam Satu Suro (1988). Sejumlah film pun memberi gambaran yang sama beberapa dekade kemudian, antara lain Kuntilanak (2006), Kuntilanak (2018), dan Kuntilanak 2 (2019).
Cerita tentang kuntilanak akan terus direproduksi seiring dengan minat publik yang besar akan cerita seram.
Source:kompas