Di era Global dan modern ini banyak sekali orang tua yang mendukung anaknya dalam bidang tertentu,seperti mendukung perkembangan anak dengan memberikan kegiatan ekstra seperti mengikuti kursus Bahasa Asing dan Bela diri, tapi kenapa lebih baik anak di berikan izin les bahasa Asing dari pada belajar bela diri?
Tulisan ini berawal dari cerita keponakan saya yang kebetulan masih bersekolah di SD, ukuran anak yang masih belia sehingga apapun yang dialami dan dirasakan akan diceritakannya tanpa ada kesan menambah-nambahi atau merekayasa cerita. Dan kebetulan cerita keponakan saya karena telah membanting dan memukul teman sekolahnya karena telah melakukan tindakan kekerasan. Meskipun awalnya saya marah dan tidak menyetujui tindakan anak saya tapi setelah saya tanyakan terkait mengapa ia memukul temannya, ia menjawab dengan alasan karena keponakan saya yang ingin melakukan kekerasan karena merasa dibully, jadi saya hanya menimpali bahwa ada baiknya teman-temannya yang nakal (membuli) dilawan semampunya dengan menangkis dan melaporkan kepada pihak sekolah. Tentu saja nanti pihak sekolah yang akan menegur dan akan memanggil orang tua sang anak karena kenakalannya. jadi keponakan saya merasa anggar2 jago karena telah mempelajari beberapa gerakan beladiri karena telah mengikuti dan mempelajari karate (beladiri).
Tahukah kamu jika kemampuan berbahasa ialah aset terpenting bagi anak di masa depan? Sebab, kemampuannya berbahasa dapat menentukan perkembangan konginitif di kemudian hari.
Tahap perkembangan bahasa dimulai sejak tahap pralinguistik, dimana anak mulai mengenal bahasa sejak bayi lalu berlanjut hingga tahap kompetensi (dewasa).
Usia golden age (0-6 tahun) merupakan saat dimana perkembangan bahasa anak akan mengalami kemajuan pesat. Pada usia inilah biasanya kemampuan bahasa pertama anak sudah semakin matang dan dapat mulai diperkenalkan dengan bahasa asing.
Namun, banyak orangtua tidak mengenalkan berbahasa asing sejak masih kecil. Hal ini dikarenakan keraguan pada orangtua yang berpikir belajar bahasa asing sejak dini dianggap dapat menyebabkan kebingungan bahasa yang berujung pada berbagai masalah lainnya di kemudian hari, seperti keterlambatan bicara hingga masalah bersosialisasi.
Roslina Verauli, M.Psi., Psi, Psikolog anak dan keluarga, menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan mitos. Yang perlu dipahami ketika anak dipaparkan lebih dari satu bahasa, maka akan terjadi peleburan dari bahasa-bahasa tersebut (code mixing). Hal itu sebenarnya merupakan hal yang wajar terjadi pada anak-anak yang belajar multilingual. Merupakan bagian dari proses untuk kelak mampu menguasai bahasa-bahasa yang diperkenalkan dengan baik. Seiring usia kondisi ini akan hilang dengan sendirinya.
“Berdasarkan penelitian perkembangan berbahasa, bayi yang dipaparkan lebih dari dua bahasa tidak akan mengalami keterlambatan bicara. Setiap manusia sejak bayi telah memiliki program di dalam otak yang disebut Language Acquisition Device (LAD). Hal inilah yang memungkinkan bayi dapat melakukan analisa dan memahami aturan dasar dari bahasa yang mereka dengar hingga akhirnya mereka bisa berbahasa dengan baik. Bayi memiliki kapasitas bawaan menguasai bahasa”, ungkap Vera saat di temui di kawasan Jakarta Pusat.
Vera menambahkan, dalam kaitannya menjadi multilingual justru memberikan sebuah pengalaman yang dapat membentuk kemampuan anak untuk beradaptasi lebih baik terhadap lingkungan. Sebuah penelitian juga menunjukkan jika penerapan multilingual dalam jangka panjang dapat mempengaruhi pembentukan struktur dan fungsi otak, yang salah satunya mendukung fungsi kognitif anak, seperti kemampuan yang lebih baik dalam menghafal dan mengingat, memahami dan konsentrasi, hingga kemampuan untuk menganalisa, pembentukan konsep, kemampuan verbal dan fleksibilitas berpikir.
“Seorang anak dengan multilingual selain memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik, juga akan memiliki kemampuan personal dan sosiokultural yang lebih baik dibandingkan dengan yang monolingual,” tambahnya.
Vera juga menambahkan, ketika ingin memaparkan anak dengan bahasa asing dibutuhkan waktu dan cara yang tepat, sesuai dengan tahap perkembangan dan kondisi masing-masing anak. Orangtua perlu memperhatikan tujuan utama dari mengenalkan bahasa asing tersebut dan mempraktekkannya secara konsisten, sehingga anak dan orangtua dapat sama-sama memperoleh manfaatnya.
“Belajar bahasa asing atau menjadi multilingual merupakan sebuah pengalaman kehidupan. Tidak hanya mempelajari pola dan tata bahasa, mengulang dan menghafal, namun juga memberikan sebuah pengalaman dan kesempatan yang lebih besar untuk menjelajahi berbagai wawasan dan ilmu pengetahuan di dunia,” tutup Vera.
dari berdasarkan cerita diatas orang tua sudah bisa bersikap cerdas memilih apa yang baik untuk anaknya bukan?
seperti yang kita juga tahu juga, rata2 yang suka beladiri besarnya jadi preman,satpam,petinju, dari pada kerja di Bank, PNS, dan boss yang dimana skill bahasa Asing wajib diketahui…… jadi orang tua pilih yang mana?