Investor dari Peoples Republic of China atau PRC ternyata hanya bisa berjanji tanpa mampu memberikan hasil kerja untuk mengejar target pembangunan pemerintah indonesia. Hal ini berakibat fatal dengan banyaknya penundaan besar dalam program infrastruktur di Indonesia. Oleh sebab itu Presiden Indonesia Joko Widodo sedang bekerja untuk memperkuat hubungan dengan Jepang dengan harapan bisa membangun dan mengejar target pembangunan menjelang pemilihan presiden 2019.

Pak presiden Joko Widodo menyerukan perkembangan infrastruktur Indonesia yang cepat dalam sebuah pertemuan pada 19 Januari dengan Toshihiro Nikai, sekretaris jenderal Partai Liberal Demokrat yang berkuasa di Jepang. Pemimpin Indonesia menamai lima proyek yang melibatkan pemain Jepang, seperti pengembangan pelabuhan Patimban dan pembangunan sistem angkutan cepat massal di Jakarta. Dia tampak puas saat mengatakan bahwa pembangunan di Patimban akan dimulai pada bulan Mei dan sebagian pelabuhan akan dibuka pada bulan Maret 2019.

Pemilihan gubernur dan kepala daerah di Indonesia akan diumumkan pada bulan Juni ini, yang akan diikuti oleh pemilihan presiden pada bulan April 2019. Garis waktu yang diusulkan sangat sesuai dengan harapan Pak Presiden Joko Widodo untuk membuat kemajuan nyata dalam pembangunan infrastruktur sebelum dia kemungkinan akan melakukan pemilihan ulang tahun depan.

Indonesia juga bersainga dalam hal investasi dengan negara ASEAN lain seperti VIetnam dan negara Indochina yang menyerap banyak investasi dari Asia Timur dan Eropa.

Hubungan bilateral tampaknya memanas saat negara-negara tersebut merayakan ulang tahun ke-60 hubungan diplomatik mereka tahun ini. Tapi Presiden Joko Widodo, yang mulai menjabat pada bulan Oktober 2014, tidak selalu bersikap baik dengan Jepang. Meskipun pemerintahannya menolaknya, dia dikatakan lebih mengandalkan China untuk membantu mengembangkan infrastruktur.

Widodo telah memainkan Jepang dan China satu sama lain untuk inisiatif infrastruktur senilai 5.000 triliun rupiah ($ 366 miliar). Contoh penting adalah dengan kereta api berkecepatan tinggi pertama di Indonesia. Negara Asia Tenggara pada awalnya condong ke arah mengadopsi kereta peluru shinkansen Jepang dengan menggunakan pinjaman dalam mata uang yen. Tapi Widodo, yang ingin menghindari hutang, memutuskan pada bulan September 2015 untuk mengikuti tawaran China, yang tidak mengeluarkan biaya apapun untuk pemerintah Indonesia.

Pemerintahannya Jokowi juga memilih proposal China untuk pembangkit listrik baru dan proyek lainnya, yang menjanjikan perputaran cepat walaupun tidak ada biaya dikenakan bagi pemerintah. Investasi langsung China di Indonesia naik menjadi $ 2,7 miliar pada 2016, sembilan kali lipat pada 2013.

Tapi banyak dari proyek ini mungkin akan berakhir dengan mimpi dan omong kosong belaka. Dua tahun setelah groundbreaking pada jalur kereta api berkecepatan tinggi pada bulan Januari 2016 menjadi banyak permasalahan, semua yang telah terjadi adalah persiapan lokasi sepanjang sebagian rute yang direncanakan. Pihak China menolak untuk mengucurkan dana yang dijanjikan ke pemerintah Indonesia sehingga membuat proyek macet.

Kereta api tersebut tidak mungkin lagi dikejar pembangunannya sesuai target waktu yang direncanakan pada 2019. Ini adalah salah perhitungan utama bagi Presiden Joko Widodo, yang berharap untuk menyelesaikannya sebelum pemilihan. Pemerintah mulai memikirkan alternatif investor lain dan meninjau kembali rencananya pada bulan Januari atas perintah presiden tersebut.

Hanya proyek yang relatif rendah seperti jalan raya dan pelabuhan regional yang membuat kemajuan, sementara inisiatif Presiden Joko Widodo yang paling menonjol menghadapi penundaan. Satu-satunya proyek besar yang masih bisa diselesaikan sebelum pemilihan April 2019 adalah pelabuhan Patimban dan MRT – keduanya merupakan proyek gabungan dengan Jepang.

Indonesia telah mengalami hambatan dalam rencana untuk meningkatkan infrastrukturnya dengan berpartisipasi dalam China Belt and Road Initiative. Isu-isu termasuk perselisihan maritim di Laut Cina Selatan juga telah memburuk opini publik mengenai raksasa Asia tersebut, sehingga membuat Presiden Joko Widodo sulit untuk mendorong kerja sama yang lebih baik.


Sumber:

Nikkei Asian Review

Thejakartapost